Monday, August 15, 2005

belajar bungkam

Lompat = Hop. Aku suka Pop. Top coklat oke banget tuh. STOP!!!!!

Kalau kau mengira aku masih menangis depresi mengasihani diriku sendiri diatas ranjang sambil merenungi nasib dan bergumam, “Dimana anakku… dimana anakku…”, eitsss!!! Lu salah besar!!!

Stitch yang depresi sudah kembali. Memang dasarnya cuek dan nggak peduli, Stitch juga jadi nggak peduli dengan apapun yang mungkin terjadi. Karena itulah Stitch dengan gagah berani berusaha menyelesaikan masalah dengan yang bersangkutan.

Dua hari yang sia-sia. Maksudku, setelah kejadian kemarin aku jadi berpikir, apa aku memang harus sedepresi ini. Aku tahu dibalik masalah yang meruwet-ria ini ada pelajaran yang harus aku dapetin. Hohoho… jc gitu loh, kalau nggak beruwet-ria dulu mungkin nggak bakal berusaha berpikir tentang apa yang terjadi. Kalau kau penasaran tentang pelajaran apa yang aku dapat, kau harus bersabar, karena akan kukatakan setelah ini.

Teman-teman yang terkasih, pelajaran yang didapat oleh jc adalah bagaimana mengunci mulut rapat-rapat jika diperlukan dan bagaimana membuka mulut sesuai dengan jatah, bahasa gaulnya: belajar bungkam. Nah? Bingung kan? Jadi inget 1 Korintus 10:23 . Hueh…, jc… segala sesuatu emang baik, tapi nggak semuanya berguna. Well…, serius! Aku belajar bahwa kadang-kadang banyak bicara dan banyak berekspresi tidak lantas menyebabkan kita jadi lebih baik. Masuk dalam kotak orang sanguine, tidak menjadikan aku menyadari kelemahanku dan mengubahnya tapi malah membanggakannya. Dan kini aku harus mengakui, manusia bukanlah sekedar dicemplungkan ke kotak temperamen ini dan itu, tapi manusia itu makhluk yang lebih complicated (sori, aku tidak menemukan istilah yang tepat dalam bahasa Indonesia). Dan kadang-kadang, pengetahuanku tentang empat temperamen yang terkenal itu membuatku mengkotak-kotakkan manusia di sekelilingku. Berhenti berpikir tentang empat temperamen yang selalu digembar-gemborkan oleh temanku!! Manusia diciptakan tidak untuk dikotak-kotakkan!!

Kembali ke pelajaran tadi. Kemarin akhirnya aku mendengar suara San. Huahhh…. Aku begitu kangen padanya. Ia begitu jauh tapi juga begitu dekat. Cinta yang mendekatkan kami. Surabaya dan Melbourne. Dua kota yang terpisah jauh tapi di dalamnya ada dua makhluk yang saling mencintai dan tak dapat dipisahkan hanya dari jarak. Hoho, terima kasih. Mendengar suara San seperti mendengar musik jazz. Nggak semua orang suka denger musik jazz karena dianggap menyentuh pelanggaran aturan-aturan dalam bermusik. Semakin kau ngawur dalam bermain, maka kau semakin diacungi jempol. Mengobrol dengan San hanya tiga belas menit. Tiga belas menit yang tidak sia-sia meskipun di menit-menit terakhir air mataku sudah meleleh karena masih curhat dengan emosi berlebih. Maafkan aku, San. Kemudian San kirim SMS. Bunyinya begini: Life is a test. Everything happens on purpose. We need to be aware of what God wants us to learn. Hidup ini adalah sebuah ujian. Selalu ada tujuan di balik segala sesuatu yang terjadi. Kita perlu lebih menyadari apa yang Tuhan inginkan kita untuk pelajari. Aku tahu. Lewat San, Tuhan berbicara banyak padaku. Dan dapatlah aku pelajaran ini. Lewat pelajaran ini, aku jadi lebih peka akan suara Tuhan. Kukatakan padamu, Tuhan dapat berbicara padamu lewat apapun dan siapapun. Dia bisa bicara lewat kekasihmu, keluargamu, teman-temanmu, bahkan musuhmu sekalipun. Kalau kau bilang telingamu tuli dan tak dapat mendengar, aku harus menyahut, bahwa suara Tuhan tidak hanya dapat didengarkan lewat telinga, tapi juga lewat hati.

Stitch sadar mulutnya lebar. Tapi ada satu titik esensial dalam hidupnya yang memberinya pengertian bahwa kalau lebar mulut bisa saja hanya berarti harafiah dan tidak bersifat metafor. Kemudian Stitch mendongakkan kepalanya keatas dan tersenyum. Ia bilang, Tuhan, makasih ya.


Sunday, 14 August 2005
09.45 pm
problem’s status: SOLVED

0 komentar ajah: