Saturday, August 20, 2005

the blue side of jessie

Stitch bengong karena melihat Jessie bengong. Dan kalau ditanya mengapa orang harus bengong, jawabannya tak ada yang tahu. Kalaupun ada yang menjawab, mungkin jawabannya memakai rumus pengawuran atau ia hanya sekedar menjawab.

Aku sendiri tak tahu kenapa aku harus bengong. Kupikir, aku sudah cukup punya banyak kesibukan untuk diriku, sehingga aku tak sempat untuk bengong. Bayangkan sajalah, kau ada di posisiku. Kerja di kantor menuntutku ada di tempat selama delapan jam, bisa lebih. Kalikan lima. Kemudian, di antara lima hari itu, aku musti sediakan waktu untuk anak didikku mengajari bahasa inggris selama satu setengah jam. Kalikan dua. Tapi, dari itu semua, kau harus punya waktu fleksibel untuk kegiatan gerejamu. Kadang-kadang menjadi ketua dari sebuah komunitas menuntut waktu dan tenagamu lebih dari yang kau kira. Kalau aku mungkin pergi ke kantor lima hari dalam seminggu, maka pergilah aku ke gereja bisa enam sampai tujuh kali dalam seminggu. Hoho… jangan bilang aku manusia tersibuk di dunia. Katakanlah aku ini… manusia super sibuk yang belum bisa membagi waktu dengan baik. Itu mungkin tuduhan yang lebih tepat.

Kangen San. Well, tertawalah, karena ternyata seorang Jessie bisa bilang kalau dia kangen dengan kekasihnya saat ini. Sungguh. Serius. Aku kangen. Kau perlu tahu, dia satu-satunya manusia tempatku bersandar saat ini. Yah, aku tahu, Tuhan menempatkan manusia-manusia lain berstatus teman-teman dan sahabat di sekitarku. Bukannya aku tidak mengandalkan mereka, tapi kau tahu bagaimana rasanya kan? Ada rasa yang berbeda. Kau boleh anggap aku sedang melakukan diskriminasi. Mungkin untuk kasus seperti aku ini, diskriminasi bisa ditolerir. Temanku bilang, kalimat ‘kangen San’ yang mestinya romantis jika meluncur dari mulutku maka artinya bisa terdistorsi jadi kelangkaan. Hah. Aku sudah buktikan kalau dia salah. Buktinya sekarang Jessie bisa bengong karena kangen. Kangen San.

Tadi aku dimarahi olehnya. Aku tahu aku salah dan karena itu pantaslah aku menerima amarahnya. Jessie yang ceroboh sudah melakukan sesuatu yang fatal. Dasar Jessie, kecemplung ke kelompok orang-orang yang santai tapi beruntung, maka jadilah sesuatu yang fatal itu hanya pelajaran baru buatnya. Dalam kondisi biasa, salah atau tidak, Jessie tak pernah selalu jadi orang yang pertama untuk diam mendengarkan teguran dan mengaku salah. Entahlah, mulut ini rasanya sudah terbiasa dengan pembelaan diri sehingga sesuatu yang memang kesalahanku bisa kusihir dan berubah jadi hanya suatu kekeliruan atau kecelakaan. Hari ini rupanya mulutku sedang enggan melakukan pembelaan diri. Dan lagi-lagi meja kantor pojoknya jadi saksi diomelinnya Jessie oleh kekasihnya. Menyesal sih. Meskipun dimarahin, aku justru tambah kangen. Aku kangen omelannya karena dari omelannya aku bisa tahu seberapa besar kepeduliannya terhadap aku yang ceroboh ini. Aku kangen dengan sifat ingin tahu-nya kalau ia tiba-tiba merasakan sesuatu sedang bergejolak di hati ini tapi sang mulut belum mau bercerita. Pendeknya, aku kangen kehadirannya. Rasanya aku mau berbuat apa saja untuk mengirimnya kembali ke sisiku.

Tak apa-apa, Stitch. Kau boleh bilang this is the blue side of Jessie. Kenapa blue? tanyanya. Aku tak tahu. Mungkin karena biru dianggap sebagai warna yang sophisticated? Lagi-lagi aku memakai istilah dalam bahasa inggris. Tapi, maksudku, laut pun terlihat biru dan jernih, tapi coba kau dekati, coba kau nyemplung ke dalamnya dan kau akan tahu bahwa laut lebih dari sekedar biru dan jernih. Banyak hal-hal yang tak terduga yang akan kau temukan disitu. Dan ternyata ada warna-warna lain di dalamnya. Tapi mengerti maksudku kan? Bagiku, warna biru adalah warna kehidupan yang menyimpan banyak misteri. Dan apapun itu, aku harus bisa menghadapinya. Supaya aku bisa naik satu level lebih tinggi.


-jc-
Friday, 19 August 2005
11.08 pm

Masih tersisa tiga purnama sebelum bertemu dengannya. Tolong, doakan aku.

0 komentar ajah: