Monday, August 22, 2005

genderang persahabatan

Aku ingin berteriak. Sungguh. Aku ingin berteriak!!! Dan kupikir tak ada salahnya aku berteriak meskipun bulan sudah menggantung di langit dan gelap sudah turun sementara makhluk-makhluk di sekitarku sudah terlelap menjelajah dunia mimpi. Oh! Seperti gila rasanya. Kau tahu kenapa? Hohoho… karena aku tidak bisa berteriak, maka perbolehkan aku mendengungkan refrain lagu ‘Persahabatan’ yang dinyanyikan oleh Worship Generation beberapa waktu lampau.

Persahabatan kan kekal bila Yesus beserta
Persahabatan tak kenal perasaan kecewa
Sampai waktunya tiba pulang ke rumah Bapa
Waktu hidup tak panjang
Bersahabatlah

Masih ingat curhatku soal persahabatan kan? Mula-mula aku tak mengerti mengapa Tuhan memilih hari ini untuk menyelesaikan setiap masalah yang sempat ngendon dan di-peti es-kan selama beberapa waktu. Hari ini tepat enam hari sebelum kami pentas. Dan masih tersisa enam kali dua puluh empat jam untuk mempersiapkan pementasan ini baik dari segi teknis maupun mental. Jauh dari hatiku yang paling dalam, aku berharap kejadian pada hari ini tidak terjadi. Masih membekas dalam ingatanku detik-detik dimana kebingungan dan kesedihan melanda begitu melihat mereka, teman-teman dan sahabatku yang kusayangi bertengkar hebat dan memburai air mata. Aku hanya tak mengerti apa yang bisa aku lakukan. Dan aku terlalu takut untuk mengambil keputusan di saat-saat genting seperti itu. Rasanya sungguh tidak enak. Dan jangan coba-coba menggantikan posisiku karena kau takkan pernah memimpikan ada di posisiku waktu itu. Detik-detik menjelang latihan dimulai dan semakin bingung-lah aku. Di tengah kebingunganku itulah Tuhan mengirimkan malaikat penyelamat. Kak Lisa. Oh. Aku sungguh bersyukur dia ada. Memang aku tak mengerti apa yang dibicarakan Kak Lisa dengan teman-temanku itu karena aku sibuk menyuruh teman-teman lain yang rupanya tergugah rasa ingin tahunya dengan bergerombol di sekitar sumber permasalahan itu untuk masuk ke dalam gedung dan tidak usah ikut andil dalam pertikaian itu. Inge mengajakku berdoa. Kami bertiga. Aku, ia dan sinyo. Teman akrab satu KTB yang mungkin merupakan salah satu pemicu lahirnya janin pertengkaran dan perselisihan. Karena ekslusifitas yang kami miliki terlalu kuat. Inisiatif yang bagus. Aku mau saja berdoa. Hanya saja ketika yang lain berdoa, aku malah berpikir, tepatkah tindakan kami ini. Bukankah kami sama saja lebih mengekslusifkan diri karena apa yang bakal timbul di pikiran teman-teman yang sudah masuk dalam gereja dan melihat kami bertiga berdoa bersama tanpa mengajak mereka? Sudah cukup satu perselisihan. Karena jika ditambah satu lagi maka pasukan iblis bisa bersorak-sorai dan bertepuk tangan. Tapi kami tetap berdoa.

Tak lama setelah kami berdoa, Kak Lisa memanggil kami. Disitulah kami para pemain drama dan segelintir tim produksi duduk melingkar mengirimkan permohonan dan doa kami pada Yang Di Atas. Memohon agar IA memberikan kami kesatuan hati yang tak terputus meskipun iblis sudah memamerkan pisaunya nan tajam untuk mengamputasi hati kami yang satu. Berdoa jugalah kami supaya kami bisa selesaikan tiap masalah dengan kepala dingin dan menyelesaikannya bersama-sama dengan-Nya. Satu persatu kami uraikan benang kusut di antara kami. Dan di sekitar tangan-tangan kami yang berusaha menguraikan benang itu, Tuhan menyelubungi kami hangat dan tangan-Nya turut membantu kami, menunjukkan benang-benang yang kelihatannya terpatri mati dan sebenarnya tidak. berangsur-angsur, benang itu tak lagi kusut. Dan hati kami masing-masing sudah memberikan senyum termanis mereka. Sebisa-bisanya. Lalu, hangat kami rasakan. Kebersamaan itu. Persahabatan kami. Ia telah kembali berbentuk. Nyata. Hadir.

Aku belajar sesuatu dari kejadian hari ini. Bahwa ketika kau tertimpa masalah, jangan pernah lari. Bersyukurlah meskipun orang lain menganggapmu edan. Kami bersyukur bahwa hari ini ada masalah yang datang mengganggu karena kadang-kadang Tuhan pakai masalah itu untuk menyatukan kembali hati kami. Kami hampir lupa bahwa telah cukup lama kami tidak menyediakan waktu untuk duduk diam membiarkan Roh Tuhan memeluk kami hangat dan curhat padaNya. Aku yakin karena itulah masalah mampir malam ini. Aku senang Kak Lisa mengajak kami duduk bersama, berdiam diri dan tidak latihan untuk supaya kami bisa sekedar bercakap-cakap dengan Tuhan. Kami naik lagi ke level berikutnya. Udara tak lagi pengap. Saatnya bersiap-siap menghadapi ujian untuk naik lagi ke level berikutnya.

Kataku, sahabat adalah seseorang yang pernah bertengkar hebat denganmu, bahkan mungkin menguras air matamu, tapi yang tetap kembali dengan tangan terbuka, bergandeng tangan, saling memaafkan dan berjalan bersama lagi. Tersenyum. Tertawa. Menggoda.

Dan kudengar Stitch pun berdengung (karena kami berdua tidak bisa nyanyi maka kami berdua sepakat bahwa itu bunyi dengungan):
Persahabatan kan kekal bila Yesus beserta
Persahabatan tak kenal perasaan kecewa
Sampai waktunya tiba pulang ke rumah Bapa
Waktu hidup tak panjang
Bersahabatlah

Air mata ini menitik lagi. Tapi bukan karena sedih. Yang ini air mata bahagia. Genderang persahabatan itu berbunyi. Dan bunyinya tak lagi sumbang.


-jc-
Sunday, 21 August 2005
11.30 pm


Dedicated to all my friends in kp njemur. Love u all.

0 komentar ajah: