Saturday, August 13, 2005

menangis: the sequel

Stitch memang makhluk cengeng. Kemarin dia minta sama Tuhan kepengen jadi makhluk yang nggak cengeng, eh... hari ini dia menangis lagi. Dan kau tau kenapa dia menangis? Yap. Dia marah.

Kenapa sih mulut Stitch musti lebar? Dan yang lebih penting, kenapa sih Stitch nggak bisa jaga mulut dengan baik? Nggak bisa lebih bijaksana untuk menentukan yang mana yang harus dibagikan dan yang mana yang harus disimpan rapat-rapat terus dikubur dalam hati supaya nggak sampai ke pihak kedua, ketiga, dan seterusnya? Rasanya aku pengen menampar mulutku sendiri. Mengutuk diriku mengapa harus ada ketidakpercayaan di dalam seorang cewek yang bernama jc? Awalnya hanya satu yang curhat. Kemudian dua. Lalu tiga. Sampai ia merasa tak percaya mengapa semakin banyak saja orang-orang yang mau curhat padanya. Memangnya dia siapa? Dia juga manusia biasa sama seperti mereka. Dia juga punya masalah sama seperti mereka. Dia juga butuh teman curhat. Tapi dia bersyukur karena itu berarti Tuhan memberi kesempatan buatnya untuk membagikan cinta dan kepedulian Tuhan pada orang lain.

Stitch marah dengan orang yang ia anggap adik sendiri, karena ia nggak mengerti kenapa orang yang bisa ia anggap adik sendiri itu mengecewakannya. Dibeberkannya sesuatu yang tak perlu ia beberkan. Dia tidak sadar kalo itu membuat masalah semakin bertumpuk. Dan sumbernya hanya satu. Mulut. Mulut yang ternganga dan sulit untuk ditutup. Dengan dalih melindungi orang lain. Oh, tidak, adikku sayang. Ketika kau membisikkan sesuatu dimana kau tak berhak untuk membisikkannya, kau sedang melakukan kesalahan besar. Dan kau sudah melakukannya. Dan itu membuatku gila. Ini masalah kode etis, Dik. Ini masalah kepercayaan orang. Kalau kau mesti menceritakan sesuatu, bijaklah. Pikir. Tapi jangan pikir dari satu sudut saja. Pikirlah dari sudut yang lain. Sudut-sudut yang mungkin tak pernah kau jangkau dan ketika kau jangkau kau akan menemukan sesuatu yang berbeda.

Tuhan beri aku temanku beserta masalahnya itu, adikku sayang, karena mungkin ini kesempatanku supaya aku lebih peduli dengan teman-temanku. Apa kau lupa kalau kakakmu ini dulu orang yang cuek setengah hidup? Aku harus belajar... whoops.. ada telpon masuk. Nomor asing dan tidak asing. (Summer Sunshine by the Corrs)

(18 menit bercakap-cakap. Plus menenangkan emosi. Hehehehe.... kau memang adikku. Puas marah dan baikan.)

Dia bilang soal kebetulan. Kebetulan yang indah karena dengan kebetulan ini mungkin masalah temanku bisa segera diselesaikan. Mungkin. Tidak mungkin. Mungkin. Tidak mungkin. Sampai kita putuskan untuk minta konfirmasi pada Tuhan apakah ini mungkin atau tidak mungkin.

Oh, aku lupa mengaku. Baru kali ini aku bisa marah pada seseorang sambil jujur mengatakan padanya kalau aku marah dan tidak menangis. Hohoho, yang belum aku ceritakan adalah ketika aku sendiri dalam kamar, tangis itu meledak. Stitch memang tak bisa hidup tanpa menangis. Duduk di depan komputer. Curhat di depan komputer karena putus asa menghubungi San (harus isi pulsa!). Dan tiba-tiba menyadari kehadiran kalimat demi kalimat yang pernah ia tulis pada suatu waktu di sehelai kertas yang mulai menguning dan tertempel di tembok dekat meja komputernya. "Bila kau merasa sedih dan menyesal, menangislah. Air mata adalah doa dari kalbu hati."

Jadi..., jadi... kalau Stitch menangis, itu nggak selalu berarti cengeng ya?


-jc-
Saturday, 13 August 2005
after the quarrel

0 komentar ajah: