Sunday, September 11, 2005

dengungan berisik

Well… to be honest, aku agak malas menulis sesuatu tentang bagaimana keadaan kami berdua, pasca pertengkaran itu. Kami ini mungkin salah paham. Kami ini mungkin memang waktunya bertengkar (persahabatan tanpa pertengkaran terdengar kurang afdol, kan?). Atau mungkin juga kami sama-sama sedang diproses.

Hari itu, saat kami betul-betul hanya berbicara berdua, aku sadar kami sama-sama keras kepala. Aku dengan sikap apatisku dan ia dengan sikap ingin dimengerti. Well, wajar saja kalau tidak menemukan titik temu kan? Sungguh, aku hanya ingin kami berbincang-bincang santai karena ia akan pergi keesokan harinya. Bukankah kami ini bersaudara? Tapi, kurasa, hari itu pun, kami tidak menggunakan waktu kami sebaik-baiknya. Kalau waktu itu, aku mengulurkan tangan kepadanya, dan mengatakan damai padanya, sebenarnya aku sedang berdamai dengan diriku sendiri. Selesai. Dan ia sudah pergi.

Selama dua hari ini, semuanya itu terngiang-ngiang di telinga. Membentuk dengungan berisik yang terus berputar-putar di area kuping. Dan itu jadi semacam traumatik. Kemarin aku harus jadi MC persekutuan pemuda. Temanya tentang THE HEART OF WORSHIP. Bab 10 dari buku the Purpose of Driven Life. Kalau hari itu aku tidak harus jadi MC, sepanjang minggu lalu mungkin aku akan jadi makhluk yang apatis. Aku sendiri tak tahu mengapa aku tidak mengatakan tidak mau saja pada Elika sebagai koordinator persekutuan. Dan sore itu, sebelum persekutuan, sambil menunggu pengiring persekutuan, aku terduduk sendiri di depan gereja. Angin semilir mendorongku membuka alkitab dan renungan harian yang kubawa. Aku memang belum saat teduh. Ingin menangis rasanya, Tuhan betul-betul melegakan hatiku. Sungguh. Aku seperti mendengar suaraNya menghiburku. Disitu, di dalam renungan harian tertulis tentang menjadi teladan. Ada dua kalimat yang tertulis disitu: anda tak dapat mengajarkan apa yang tidak anda ketahui, anda pun tak dapat menuntun ke tempat yang tidak anda tuju. Bahwa sebuah kepemimpinan di dalam Tuhan yang dilakukan dengan memberi teladan akan bersifat menular. Jujur saja, berhari-hari aku merasa bersalah oleh sebab aku tidak merasa bersalah karena menggunakan kata-kata yang cukup keras pada temanku yang sentimentil itu. Temanku yang menurutku berbicara tentang keteladanan itu lebih penting daripada melakukannya (ampuni aku kalau aku harus mengatakan hal itu lagi!). Dan waktu itu Tuhan seperti berkata, lewat pertengkaran ini, aku dan ia sama-sama diproses. Prosesnya tidak sama, tapi namanya tetap proses. Ia memintaku untuk menyerahkan proses temanku itu kepadaNya, karena itu bukan tanggung jawabku. Itu urusan Tuhan. Aku lega bukan main. Seperti merasa tangan Tuhan mengelus rambutku sayang.

Kupikir, sekarang aku hanya perlu mengusir dengungan berisik itu di sekitar kupingku.


Sunday, 11 September 2005
07.22 pm

0 komentar ajah: