Wednesday, September 07, 2005

hidup tidak seperti sinetron

Hidup ini tidak seperti sinetron. Sungguh. Apalagi sinetron Indonesia yang ceritanya hampir selalu sama. A jatuh cinta pada B. C juga jatuh cinta pada B. A bunuh-bunuhan dengan si C demi mendapatkan cinta si B. Dan entah bagaimana semua jalan cerita selalu berujung dengan adanya kekuatan magis di balik semuanya itu. Kemudian si pemeran antagonis (aku menyebutnya korban) akan mati dalam keadaan mengerikan waktu didoakan (aneh..., bukankah orang seharusnya mati dengan damai atau berubah jadi orang yang lebih baik ketika didoakan?). Harus ada si jahat yang dikorbankan. Si pemeran utama biasanya seorang yang lugu, baik dan lembut yang akan terus-menerus menderita dan tidak akan melawan si pemeran antagonis (korban, maksudku) alias pasrah sampai akhirnya takdir membuat pemeran antagonis itu kalah. And they live happily ever after. Tapi bahkan kebahagiaan si pemeran utama pun diperlihatkan tidak lebih dari satu episode. Ratusan episode lainnya hanya menceritakan bagian sedih-sedih dan saat-saat ia menderita saja. Lebih herannya lagi, ribuan orang dari Sabang sampai Merauke menonton dan ikut menangis dengan si pemeran utama. Seolah tak pernah bosan. Atau menyerah? Pasrah, maksudku. Nrimo. Seperti kata orang-orang tua jaman dahulu. Daripada tidak ada hiburan sama sekali? Lebih baik hiburan berkualitas rendah daripada tidak ada sama sekali? Puh.

Hidup ini lebih daripada sekedar fenomena positif dan negatif bahwa semua fenomena positif menjadi milik yang baik dan semua fenomena negatif menjadi milik si jahat. Kalau kau menonton sinetron-sinetron Indonesia, maka kau akan sampai pada satu anggapan bahwa hidup adalah penderitaan, bahwa ketika kau pasrah maka segala sesuatu yang buruk yang menimpamu akan dikembalikan pada si pemegang fenomena negatif dan setelah itu terjadi maka kau hidup bahagia (dan itu menjawab mengapa kebanyakan rakyat kecil tidak berjuang untuk sesuatu yang seharusnya mereka perjuangkan). Buatku, kebahagiaan tidak tergantung seberapa besar dan seberapa lama penderitaan yang harus kau alami, tapi kebahagiaan itu disediakan tiap hari. Pilihannya adalah: take it or leave it.

Kadangkala hidup ini menyuruhku menjadi orang bisu dan banyak episode dalam hidupku, aku jadi orang bisu. Yang hanya melihat dan mendengarkan sambil menganalisa dalam hati. Di lain waktu, hidup menyuruhku jadi orang yang tidak hanya bisu tapi juga tuli, hanya melihat, merasakan tapi tidak harus berkomentar apa-apa dan tak perlu mendengarkan apa-apa. Tapi tak pernah dibiarkannya aku hanya menjadi penonton. Aku selalu mendapat peran, terkadang peran utama, terkadang peran pembantu, terkadang peran antagonis, bahkan figuran sekalipun. Dibiarkannya aku mencicipi semua peran. Dan aku tahu mengapa. Justru ketika aku diperbolehkan mencicipi semua peran itu, aku betul-betul mencecap indahnya hidup. Hidup jadi tak monoton. Setiap hal dapat dinikmati. Bahkan ketika kau marah, kau menangis dan kau sedih sekalipun, kalau kau tahu caranya, kau akan tahu betapa nikmatnya itu semua.

Jangan percayai sinetron-sinetron itu. Hidupmu jauh lebih indah dari yang kau lihat dan bayangkan.


Wednesday, 7 September 2005
07.48 pm
after watching rubbish called 'sinetron', when will those rubbish thrown away from this country?

0 komentar ajah: