Friday, September 30, 2005

menunggu

Selama perjalanan dari Semarang, kota tempat kereta apiku berhenti, aku melihat beberapa kali antrian. Dan kebanyakan di SPBU-SPBU yang ada. Aku jadi ingat cerita temanku. Dia bilang, dia jadi sering ketemu antrian sejak berita naiknya harga BBM diluncurkan. Tapi, berbeda dengannya, aku justru senang melihat antrian-antrian itu. Kadang-kadang, kalau aku memang sedang tak terburu-buru, aku menikmati mengantri. Hoho, jangan katakan aku sudah gila. Ketika aku mengantri itu, aku berpikir, seperti inilah kehidupan. Hidup ini sering membiarkan kita menunggu. Sadar atau tidak, kita selalu menunggu.

Tiap malam aku menanti pagi. Tiap pagi aku menanti matahari terbit. Kala musim kemarau aku menunggu hujan, dan saat air mengguyur kota tanpa henti aku menunggu matahari. Ketika aku ada dalam kandungan, aku menunggu mami mengeluarkan aku dari janin hangatnya. Ketika kecil, aku sering berangan-angan, seandainya besar nanti, akan jadi apa aku ini. Si kecil nakal papi mamiku. Aku menanti menjadi dewasa. Ketika aku remaja, aku menunggu kapan aku bisa keluar dari kota kecil tercintaku, Pekalongan, untuk kuliah dan belajar hidup mandiri. Ketika aku kuliah, dan aku masih saja belum mendapatkan pacar, sambil menatap teman-temanku yang sudah menggandeng pacar mereka masing-masing, aku bertanya pada diriku sendiri, kapan aku bisa seperti mereka. Ketika aku sudah mendapatkan pacar pun, aku menanti apa yang akan terjadi diantara kita berdua. Akan singkatkah hubungan kami berdua? Atau akan segera berakhir dan ini hanyalah kebahagiaan sesaat? Atau ia akan jadi pasangan hidupku seterusnya? Ketika kami berdua memutuskan untuk menikah, kami menanti saat-saat dimana kami hidup sebagai suami istri. Seperti apakah kita nantinya? Bagaimana dengan anak-anak? Cucu-cucu? Bagaimana kami kalau sudah tua? Bagaimana kalau sebelum sempat melihat cucu-cucu, kami sudah dipanggil oleh Yang Maha Kuasa? Hidup selalu menanti. Menunggu.

Jadi mengerti kan, kenapa kali ini tatkala aku melihat antrian, aku justru senang? Karena aku melihat diriku sendiri disitu. Dan kalau aku memperhatikan raut wajah yang mengantri itu satu persatu, aku bisa tersenyum. Ada yang tak berekspresi. Mungkin ia berpikir nggerundel dan cemberut juga tidak akan mengubah apapun. Ada yang mengomel panjang pendek. Ada yang mencerucutkan mulutnya yang monyong. Ada yang mengerutkan kening. Ada yang menghapus peluh. Ada yang ngobrol. Mungkin sepasang kekasih. Bersyukur dengan antrian panjang itu seperti aku tapi dengan alasan yang berbeda. Buat mereka, waktu berdua bisa lebih panjang.

Aku sendiri setelah menyadari bahwa hidup ini selalu memerintahku untuk menunggu, tak pernah lagi sering menggerutu (yah, sesekali aku masih menggerutu, jessie juga manusia….). Karena menunggu sepasti udara disekitarku. Yang tidak bisa aku sangkal keberadaannya. Dan karena aku tak punya kuasa untuk menghindar dari menunggu, maka aku memutuskan tidak menyia-nyiakan waktu-waktu dimana aku harus menunggu. Bukannya aku mau sok sibuk. Aku hanya berpikir, tak banyak manusia-manusia yang diberi kesempatan meraih dan melakukan banyak hal seperti aku oleh Yang Di Atas.

Wahai para pengantri, baik pengantri BBM ataupun pengantri kedamaian di Indonesia, jangan pernah putus asa mengantri. Karena akan tiba waktu kalian mendapatkan apa yang kalian tunggu. Mari menunggu bersama denganku.


Thursday, 29 September 2005
10:02 pm

Life is waiting… for the final terminal

0 komentar ajah: