Wednesday, November 09, 2005

tuhan menjitakku

Bulan November sudah hampir menyentuh tengahnya. Rasanya cepat sekali waktu berlalu. Masa lajangku tinggal beberapa minggu. Tapi entah mengapa aku justru menikmatinya. Maksudku, setelah liburan yang agak membosankan lebaran kemarin. Enam hari musti di kost-kostan, sendirian karena teman-teman lain pada minggat ke kampung halaman masing-masing, menikmati liburan bersama keluarga. Sesuatu yang juga kurindukan tapi tak bisa kulakukan karena harus duduk manis bersama calon-calon pasangan suami istri lainnya dalam suatu acara bertitel bina pra nikah dalam satu hari di tengah-tengah liburan itu.

Meskipun terlihat membosankan, setelah kupikir-pikir, liburanku tidak semembosankan itu. Maksudku, kalau waktu itu aku tidak merasa sendiri di kost, aku tidak akan cabut dari situ dan menginap di rumah tanteku. Yang berarti tidak pernah mengenal lebih dekat kedua keponakan dari sepupuku yang di Surabaya. Mengenal keduanya sama seperti mengamati sesuatu yang menarik. Dua gadis kecil kakak beradik. Sama-sama manis. Yang satu begitu lincah, banyak bicara, dan rame. Satu lagi begitu pendiam, misterius, dan hanya mengamati orang ketika sedang berbicara. Hanya saja, yang lincah malam itu sedang rewel. Merindukan mamanya yang tak kunjung datang. Cara apapun ternyata tidak dapat membuatnya berhenti menangis dan berteriak-teriak. Padahal jarum jam pendek hampir menunjuk angka sembilan, yang berarti sudah waktunya gadis kecil seperti mereka untuk tidur. Adiknya, hanya diam saja melihat kakaknya menjerit-jerit dan berguling-guling di lantai. Seolah-olah sudah terbiasa dan menikmatinya selagi bisa. Malam itu juga aku belajar bahwa menjadi seorang ibu tidak semudah yang kubayangkan. Ketika kau hamil dan punya anak, kau mungkin hampir-hampir tak punya waktu untuk dirimu sendiri. Atau kalau kau mau tetap memiliki waktu untuk dirimu sendiri, kau harus merelakan anak-anakmu kehilangan dirimu sepanjang hari dan mungkin ketika mereka dewasa dan kau sudah tua, mereka akan memperlakukanmu persis seperti apa yang sudah kau lakukan semasa mereka kecil.

Haha. Tapi jangan pikir aku stres karena keponakan-keponakanku itu. Aku bahkan menikmati waktu-waktuku bersama dengan mereka. Membacakan cerita yang kukarang sendiri untuk salah satu keponakanku sebelum tidur dan yang lain ditangani oleh neneknya. Tak kuduga, si bungsu mendengarkan ceritaku sampai akhir dengan mata terbelalak. Senang sekali melihat ekspresi wajahnya ketika mendengarkan ceritaku. Aku berharap, ketika aku menjadi seorang mama nanti, aku tetap punya waktu setiap malam menemani anakku sebelum tidur dan menceritakan banyak cerita buatnya. Tapi, hei, aku tak menyangka aku bisa punya perasaan ingin memiliki anak waktu membacakan cerita karanganku sendiri pada keponakanku itu. Sudahlah. Aku sendiri tak pernah membayangkan diriku dengan perut membuncit dan akhirnya menggendong bayi mungil yang akan diamat-amati oleh keluarga dan teman-teman sambil menebak-nebak mirip siapa bayi itu. Ah, well….

Hari berikutnya kubiarkan diriku berkelana bersama kawanku. Bahkan sampai menginap di rumahnya. Ohya! Semasa liburan ini, aku juga ternyata harus menengok bekas pengasuh San yang tergeletak sakit di rumah sakit. Tapi yah… karena aku sendiri tidak terlalu punya ikatan emosional yang dekat dengannya, maka kedatanganku tak lebih tak kurang adalah sebagai pengganti San. Jadi biarkanlah aku melanjutkan cerita petualanganku bersama kawanku. Namanya Nita. Dan ketika aku menginap di rumahnya, kami sama-sama belajar tentang pria, wanita dan keluarga dalam film A Story of Us. Two thumbs up for that movie. Begitu real, begitu nyata. Tidak dibuat-buat dan aku menganjurkan film ini untuk ditonton para pasangan (calon) suami istri, baik yang akan menikah, baru saja menikah ataupun sudah menikah bertahun-tahun. Sungguh. Ada satu kalimat yang menggelitik hatiku. Michelle Pfeiffer bilang, perkawinan itu layak untuk diperjuangkan, karena ketika kita menikah dan membangun keluarga, kita sedang menulis sejarah dan sejarah tidak dibangun dalam waktu sehari. Kalimat itu sedikit menghapus ketakutanku soal perkawinan dan keluarga. Banyak hal yang harus dikorbankan untuk membangun perkawinan dan keluarga, tapi akan banyak pula yang akan didapat. Harus memaksa San untuk menonton film ini, haha. Sekarang ia sedang berkutat dengan test akhirnya. Semoga ia bisa mengerjakan test-testnya dengan baik.

Baiklah. Aku harus mengakui satu hal disini. Selama liburan, dan bahkan berhari-hari sebelum itu, aku agak meninggalkan saat teduh. Entahlah. Mungkin merasa tugasku sebagai ketua komisi pemuda hampir selesai dan kerajinanku itu menjadi kendor. Jangan meniruku. Sungguh. Aku tahu merupakan kesalahan besar aku tidak membangun persekutuan yang intim dengan Dad in Heaven ketika aku merasa tidak memiliki tanggungan apa-apa. Akibatnya, karena rasa sayang-Nya yang terlalu besar padaku, maka dengan keras Dad memukulku untuk segera kembali padanya. Entah bagaimana datangnya, tiba-tiba timbul masalah yang harus segera diselesaikan. Dan masalah ini betul-betul memaksaku untuk kembali ke pelukan Dad setelah lama bermain-main tanpa ingat Dia. Aku tahu mungkin Ia sakit hati, tapi yah. Aku mengaku salah. Banyak cara yang Ia lakukan untuk menyeretku kembali padaNya. Dan sampailah aku pada hari ini. Sudah kukatakan, jika Tuhan mau mengatakan sesuatu padamu, Ia bisa mengatakannya dengan cara apapun. Dan kali ini, Ia justru bekerja lewat mulutku sendiri. Sungguh malu aku. Betapa nakalnya aku, tapi betapa sayangnya Ia padaku. Betul-betul aku bersyukur masalah ini ada untukku. Seolah-olah kepala ini dijitak oleh tangan Dad dengan sayang. Karena rupanya hanya dengan masalah-lah, aku menjaga persekutuan intimku dengan Dad. Tapi kupikir, akan tiba waktunya, Ia tak perlu menjejaliku dengan masalah bertumpuk-tumpuk gara-gara aku menjauh karena aku sendiri yang akan terus membangun persahabatan dan cinta itu pada-Nya. Sulit memang. Karena aku masih hidup dalam daging.

Saat ini aku hanya berharap tidak akan menyia-nyiakan masa lajangku yang tinggal beberapa minggu ini. Sungguh-sungguh berharap demikian.

Wednesday, 9 November 2005
10:22 pm

“Tetapi kita bukanlah orang-orang yang mengundurkan diri dan binasa tetapi orang-orang yang percaya dan yang beroleh hidup.”
- Ibrani 10:39 -

0 komentar ajah: