Thursday, February 16, 2006

jc: as a girl, a woman, a bride and a wife

Hohohoho…!!

A new jessie… starting from 7 January 2006, jessie will be…:

Jessie as a girl
Jessie is still a little girl. Maksudku, ia tetap gadis kecil yang hanya memakai sebentuk cincin kawin yang melingkar manis di jari kanannya. Orang yang baru saja bertemu dengannya dan belum kenal dengannya bakalan berpikir kalau ia mungkin masih SMA atau masih kuliah. Paling banter ya masih kerja en lajang ting-ting. That is a physical appearance. Dan tentu saja, aku dilarang memberitahumu hanya soal fisik. Kita teruskan.

Jessie as a woman
What?? Jessie is a woman? No way…! Mungkin itu sih yang dikatakan teman-temannya. Lebih cocok dibilang a girl daripada a woman. That’s ok. Up to you. Tapi sekarang jessie harus belajar lebih dewasa. Tidak lagi memikirkan dirinya sendiri. Tidak lagi hidup untuk diri sendiri, tapi juga untuk seseorang. Seseorang dimana ia dan orang itu mengikat janji seumur hidup di depan altar

Jessie as a bride
A very talkative bride! Dan banyak maunya. Mana mau ia menggelar acara pemberkatan nikah dan pesta resepsi yang biasa-biasa saja?? Harus ada sesuatu yang berbeda!!! Karena itu lahirlah sebuah tema dalam acara pernikahannya: ... a cup of blended souls. Hei, apa artinya sih itu? Hmm… let me explain. Ini tentang sebuah filosofi baru yang tercipta diantara jessie dan calon suaminya (waktu itu). Ketika biji kopi diolah sedemikian rupa menjadi kopi dan susu dimurnikan sedemikian rupa sehingga menjadi susu yang siap dinikmati, mereka menemukan bahwa dua minuman ini tidak hanya bisa dinikmati seperti itu. Ketika mereka diaduk dan disatukan, butuh pengolahan yang lebih rumit untuk menjadi secangkir cappuccino yang siap untuk dihidangkan. Anggaplah, biji kopi itu seorang erwin yang baru lahir dan belum diolah untuk menjadi kopi, sebuah jiwa yang perlu diproses. Dan anggaplah susu murni itu seorang jessie yang juga masih perlu diolah sebelum bisa diminum, jiwa lain yang perlu juga diproses. Ketika kedua jiwa itu disatukan, butuh proses yang lebih rumit lagi buat mereka untuk menjadi berkat bagi orang lain. That’s the philosophy! 7 January 2006 is jessie’s her big day for a transformation. Kesensitifan hatinya menjelang hari besar itu menyebabkan erwin, the groom wanti-wanti menasehatinya jauh-jauh hari: whatever happens, keep smiling. Jessie tidak hanya smile! waktu itu. Lebih tepat dibilang cengengesan daripada tersenyum. Meskipun wajah serasa berlapis-lapis, gaun berat yang ujungnya robek (oops!!!) gara-gara harus main ayunan pada waktu difoto, bibir yang mulai kering, dan kaki yang hampir putus karena harus berdiri berjam-jam mengenakan sepatu hak tinggi 9 cm! (Note: seandainya bisa, carilah calon suami yang tingginya sepadan denganmu kalau kau tak merasakan penderitaan jessie selama hari pernikahannya itu… kidding man!!!) Banyak masalah terjadi, tapi jessie bukan orang yang suka ingkar janji. Ia telah berjanji untuk tetap tersenyum apapun yang terjadi, so… dia tetap tersenyum. Most of her friends came to her matrimony and party. She’s also a very happy bride! Not just happy but joyful.

Jessie as a wife
Ask erwin!! Cobalah tanya erwin, bagaimana jessie sebagai istri. Malam pertama dihabiskan di sebuah apartemen. Untuk pertama kalinya merasakan bagaimana menghabiskan waktu berdua saja tanpa orang lain. Melakukan sesuatu yang sangat dilarang ketika mereka pacaran (whoops, apaan tuh?? I cant tell you… ;p). Jujur saja, jessie belum benar-benar merasakan bagaimana menjadi seorang istri. Bagaimana tidak, setelah semalam berdua dengan suami, esoknya ia harus tinggal di rumah mertua untuk sementara waktu. Beberapa hari kemudian harus ke pekalongan, jessie’s hometown untuk acara yang berkaitan dengan pernikahannya itu. Ngunduh mantu, orang jawa bilang. Tapi menurutku jessie masih kekanak-kanakan. Sebuah insiden terjadi di hari itu. Jessie bete banget begitu keluar dari salon setelah sesi make-up. Tak ada masalah dengan make-up-nya. Maksudku, masih bisa diperbaiki sendiri sesuai keinginan-lah. Yang jadi masalah bagi jessie adalah rambut! Entah bagaimana, dari dulu jessie selalu mempermasalahkan rambut. Dulu sekali, semasa SMP, ia minta diantar emaknya untuk potong rambut. Ia lupa kalo janjian dengan temannya untuk memanjangkan rambut. Begitu kres kres kres, sadarlah ia bahwa mestinya ia tidak harus memotong rambutnya. Ia menyesal dan marah-marah karena rambutnya dipotong kependekan. Sekarang, setelah bertahun-tahun berlalu, kejadian itu terulang lagi. Pasalnya, jessie menginginkan model rambut yang bahkan salonnya tak punya alat untuk mengubah rambutnya jadi seperti yang ia mau. Jadilah, rambutnya itu diatur sedemikian rupa menjadi seperti yang punya salon mau bukan yang jessie mau. Hanya bisa menangis dan marah-marah karena nggak pede. Woah! Seperti itu tuh jessie sebagai istri? Pulang dari pekalongan, kembali ke Surabaya yang panas karena harus masuk kerja. Apa yang terjadi? Tiap pagi, ketika ia dan suaminya bangun, sarapan sudah tersedia. Bagaimana tidak, memiliki mertua yang pandai memasak ada untungnya dan ada tidaknya. Untungnya ya itu tadi, tak perlu repot-repot masak, semua sudah tersedia. Enak lagi. Belum tentu kalau masak sendiri, bisa jadi makanan seperti itu. Tidak untungnya adalah jessie jadi bergantung. Malas berusaha. Buat apa? Sekali waktu pernah membuat jelly dan salah. Lupa dinaikkan diatas kompor yang panas sehingga ketika dimasukkan ke lemari es, jelly tetap cair. Dan ia ditertawakan habis-habisan. Mau bagaimana lagi?

Nah… bagaimana? Meskipun semuanya berubah, sepertinya jessie belum betul-betul bertransformasi ya? Apa kau mau sabar menunggu? Mungkin Melbourne dan erwin dapat mengubahnya….


- jessie -
Thursday, 16 February 2006
12:56 am

0 komentar ajah: