Wednesday, February 22, 2006

a new comer

Hari Minggu lalu merupakan minggu ketiga di bulan Februari. Yah. Biasanya aku ditelpon Steven untuk diingatkan bahwa aku tugas bermain organ di gereja. Tentu aku sedikit merasa kehilangan. Disini aku belum pelayanan sama sekali. Masih belum terbiasa dengan bahasanya. Berulang kali harus mengatakan: “Sorry?” atau “Pardon me?” atau “I beg your pardon?” Something like that.

Erwin membawaku pergi ke gereja tempat ia beribadah. Namanya Church of Christ. Sebelum kesitu, aku membayangkan sebuah gereja klasik dengan tiang-tiangnya yang besar, tempat duduk dari kayu berikut mimbar yang dari kayu juga di tengah-tengah. Langit-langit yang tinggi. Seperti itulah. Surprise juga ketika pertama kali memasuki gereja itu, tempatnya seperti ruangan teater. Cukup besar. Untuk enam ratus sampai tujuh ratus orang. Bayangkan sebuah teater. Pertama kali kau masuk, untuk duduk di tempat terdepan, kau harus turun lewat beberapa anak tangga. Tidak ada mimbar, Saudara-saudara. Yang ada hanya panggung. Di pojok panggung, ada segerembolan anak muda sedang latihan lagu-lagu. Yap. Mereka para pemusik gereja. Drum, piano, keyboard, guitar, bass. Those are the main music instrument for the Sunday service.

Oke. Kalau kalian ingin membayangkan panggungnya…, buat kalian yang sudah pernah ke Auditorium UK Petra, lebih mudah bagi kalian untuk berimajinasi. Panggung gereja tersebut mirip dengan panggung yang ada di Auditorium UK Petra. Kira-kira sebesar itulah. Panggung itu dihiasi bendera-bendera (sebenarnya bukan bendera juga sih, tapi kain yang menjulur dari atas ke bawah, seukuran bendera) yang berwarna-warni. Mimbarnya kecil dan mungkin terbuat dari plastik atau aluminium atau kaca, pokoknya sesuatu yang transparan dengan hiasan salib didepannya. Kursinya bukan dari kayu, tapi lebih mirip kursi bioskop. Empuk. Di beberapa tempat, tersedia meja yang menyatu dengan kursi. Tempat untuk para orang tua yang membawa anak kecil juga khusus disediakan. Mereka bahkan dihimbau untuk tidak melarang anak-anaknya bermain-main dan membuat sedikit keributan. Sungguh berbeda dengan gereja yang biasa kudatangi di Surabaya.

Kebaktian itu mulailah. Erwin bilang, nanti salah satu seorang petugas akan maju ke depan dan bertanya siapa yang baru pertama kali hadir di tempat itu. Ia menyarankan aku untuk tunjuk tangan, karena siapa tahu aku bisa dapat voucher makan gratis setelah kebaktian. Hehehe.

Masih terbiasa dengan adat GKI dengan votum dan salam sebagai pembuka, aku agak canggung mengikuti kebaktian di gereja itu. mereka menyanyikan beberapa lagu yang kemudian diulang-ulang pada tiap lagunya. Yang memimpin biasanya seorang penatua. Mereka menyebutnya: Elder. Jujur nih, aku tidak bisa menyanyikan sebagian besar lagu-lagu yang mereka nyanyikan. Hanya satu lagu yang kukenal: I have a vision. That’s it! Where are you, Lydia and Desi??? Seperti yang kuduga, kebanyakan lagu-lagu mereka ambil dari Hillsong, grup musik lagu rohani yang terkenal dari Australia.


Setelah beberapa lagu, seorang pendeta (yang tidak bertugas) maju dan ngomong beberapa patah kata, yang hanya bisa kumengerti satu atau dua patah kata saja, ugh. Tapi yang jelas, aku tahu kapan harus mengangkat tanganku untuk menunjukkan bahwa aku baru pertama kali hadir di gereja tersebut. Ketika aku menunjukkan tanganku, semua yang hadir bertepuk tangan dan seorang petugas menghampiriku dan memberikan amplop besar berisi brosur-brosur kegiatan mereka juga formulir yang harus kuisi. Di dalamnya ada… voila! yap, voucher makan gratis seperti yang tadi erwin bilang. Para petugas itu sigap sekali menemukan orang-orang yang baru pertama hadir dan memberikan amplop besar itu.

Setelah penyambutan orang-orang baru, ada beberapa iklan lewat mengenai kegiatan-kegiatan yang akan diadakan dalam waktu dekat, seperti camp, pengumuman tentang cell group. Disini yang tergabung dalam cell group tidak hanya orang-orang muda saja, tapi semua yang rindu dan mau bisa bergabung dalam kelompok manapun. Pengumuman dan iklan mengambil beberapa menit yang kemudian disambung oleh seseorang yang mengajak jemaat menyiapkan hati untuk mengikuti perjamuan kudus. Disini setiap minggu ada perjamuan kudus. Dan yang disediakan bukan roti tawar seperti di Indo, tapi semacam cracker yang kutahu setelah kugigit rasanya sangat tidak enak. Ukh…, kalau memungkinkan, aku tidak ingin mengambilnya lagi. Setelah perjamuan kudus, mereka mengedarkan ember untuk persembahan. Sungguh! Mereka menggunakan ember, dan bukannya kantong persembahan lazimnya di Indo. Aku tidak tahu kenapa mereka menggunakan ember. Agak aneh, kupikir.

Perjamuan kudus selesai. Persembahan selesai. Pemimpin kebaktian kembali mengajak kami menyanyikan beberapa lagu sebelum khotbah. Seorang pendeta tua yang berkhotbah. Temanya tentang: How to fulfill your vision. OK! Aku jujur!!! Aku hanya menangkap poin utama saja, dan tidak kata-kata lain. Itupun dibantu dengan apa yang ditayangkan di layar LCD. Aku harus belajar mendengarkan dengan sungguh-sungguh.

Setelah khotbah, kami hanya menyanyikan singkat satu lagu penutup, kemudian pendeta itu memberi kami berkat. Selesai.

Sangat berbeda kan? Yang jelas, disitulah aku akan beribadah tiap minggunya. Tiap jumat aku akan bergabung dalam cellgroup untuk bible study. Dan…, ohya! Ketika aku hendak keluar dari gedung gereja, seseorang menyapaku. Dia salah satu petugas yang sigap memberikan amplop beserta formulirnya untuk para pendatang baru. Dia menanyakan namaku dan aku berasal darimana dan apakah aku akan datang lagi minggu depan. Tentu saja ia menanyakan dalam bahasa inggris. Aku menjawab sebisaku dan cukup senang bahwa aku diperhatikan dan merasa disambut. Tidak ada yang memperlakukanku seperti itu ketika aku menjadi pendatang baru di gerejaku yang lama. Oops… no hard feeling. Dan aku juga tidak melakukan hal yang sama seperti yang ia lakukan kok ketika aku menjadi pengurus komisi. I think that’s a good thing to do.

- jessie -
Wednesday, 22 February 2006
10:25 pm

0 komentar ajah: