Thursday, March 02, 2006

bush dance vs p3kmaba

Aku sama sekali tidak bermaksud membandingkannya. Sungguh! Tapi setelah beberapa kali erwin membawaku berkeliling kampusnya, mau tak mau aku sedikit membandingkannya.

Ketika aku pergi ke kampus erwin hampir dua minggu yang lalu, aku baru sadar bahwa waktu itu adalah masa orientasi mahasiswa baru. Tapi pada waktu aku datang kesana, klub-klub sedang memamerkan kebolehan mereka masing-masing. Di Petra, kau bisa membayangkan dengan Open House Unit Kegiatan Mahasiswa. Aku menonton klub break dance, girl’s dance (mereka punya nama sendiri, tapi aku tidak ingat), juggling (semacam keahlian sirkus seperti mengendarai sepeda roda satu, melemparkan beberapa bola hanya dengan dua tangan, dll) dan theater. Sangat impresif dan berbeda dengan Open House di Petra yang tiap klub-nya kebanyakan hanya diberi satu atau dua stand untuk dihias secara tematik sesuai dengan klub tersebut dan menyebarkan brosur tentang keuntungan-keuntungan yang akan didapatkan selama ikut dalam klub.

Siang itu juga, erwin mengajakku ke suatu acara, masih dalam rangkaian masa orientasi. Hanya saja, acara ini khusus didisain dan diadakan untuk international students atau overseas students. Namanya bush dance. Waktu pertama kali aku dengar namanya, kupikir aku hanya harus duduk diam dan menonton orang-orang menari. Tapi ternyata aku salah. Tiap orang yang mau mengikuti acara tersebut diberi stiker untuk nama yang ditulis sendiri. Dan masuklah aku ke aula yang luas dengan kursi berjejer-jejer melingkar, menyisakan tempat kosong yang luas dan sama sekali tak ada panggung. Aku duduk di salah satu kursi dan diam. Erwin bilang, seharusnya aku mengajak berkenalan satu atau beberapa orang atau paling tidak menyapa orang yang duduk di sebelahku. Orang yang duduk di sebelahku ini cewek yang kuduga berasal dari China, melihat ia terus ngobrol ngalor-ngidul bersama teman-temannya dengan bahasa lokal. Dan kapan aku bisa mengajaknya berbicara? Jadilah jessie menjadi seseorang yang pendiam dan pemalu sebelum acara itu dimulai.

Seseorang menyapa erwin dan mengajaknya mengobrol. Dia cewek dari Malaysia (disini kami banyak sekali bertemu dan berkenalan dengan orang-orang dari Malaysia), salah satu anggota panitia dan ketika erwin memperkenalkanku sebagai istrinya, ia hanya membelalakkan matanya yang sipit sambil berseru: “You’re kidding me? Are you married??” Disini orang menikah muda seperti kami malah dianggap aneh. Umumnya orang-orang menikah diatas dua puluh delapan atau bahkan tiga puluh.

Acara itu mulailah. Yang memimpin acara ini seorang wanita yang kemungkinan besar berwarga negara asli Australia, melihat dari logat bicaranya, yang didampingi oleh grup musik lokal yang memainkan lagu-lagu Australia. Kami diminta untuk membuat lingkaran dalam dan lingkaran luar. Kemudian kami juga diminta supaya sebelah kanan dan kirimu adalah mereka yang berlawan jenis denganmu. Jadilah aku berada di sebelah erwin dan seseorang yang tak kuingat namanya karena merupakan nama china tapi ia berasal dari Malaysia. Kami hanya berbicara sebentar, saling memperkenalkan diri dan permainan itu mulailah. Sebelum suatu tarian diajarkan, kami harus bergandengan berpasang-pasangan. Guess what, aku tidak kebagian berpasangan dengan erwin, tapi malah dengan cowok Malaysia itu. Si pemimpin acara kemudian menjelaskan aturan mainnya. Setiap pasangan akan menari berputar-putar seperti yang akan diajarkannya kemudian berganti pasangan. Terus seperti itu sesuai dengan perintah dan musik.

Seperti yang sudah bisa ditebak, aku dan erwin berpisah. Ia harus ke kiri dan aku harus ke kanan mengikuti arus. Semakin jauh dari erwin, semakin aku lupa diri. Apalagi aku bertemu dan berkenalan dengan banyak orang dari berbagai negara. Malaysia. Philippines. USA. Africa. Canada. India. Sri Lanka. China. Japan. Indonesia. Menyenangkan sekali. Cowok yang paling lama berpasangan denganku bernama Hubert. Ia dari Malaysia (again!!) dan merupakan salah satu panitia acara. Berpasangan dengan dia cukup enak karena ketika aku tidak terlalu menangkap maksud dari pemimpin acara, ia dengan sabar dan senang hati menerangkannya kembali. Ketika berpasangan dengannya, kami menarikan permainan “Good Day”. Kami harus berpelukan dengan pasangan masing-masing sambil meneriakkan “Good Day!” kemudian menari berputar-putar. Awalnya aku agak canggung berpelukan dengan seorang pemuda asing. Tapi nampaknya semua begitu menikmati permainan ini dan ketika permainan tersebut diulang, aku sudah lebih rileks. Di akhir acara, aku baru tahu kalau ternyata erwin keberatan dengan apa yang aku lakukan. Lagipula karena ia sendiri juga tidak melakukan hal yang sama yang seperti aku lakukan dengan pasangannya yang sama-sama orang Indo. Well. Kemudian kami berganti pasangan lagi. Begitu terus dengan pola permainan yang sama tapi tarian yang berbeda.

Yang paling aku suka dalam acara ini adalah suasananya. Aku sama sekali tidak merasakan suasana tertekan, canggung (kecuali pada awalnya, tapi tidak pada waktu permainan sudah dimulai) dan asing. Aku jadi ingat ketika aku menjalani masa orientasiku sebagai mahasiswi baru yang bernama p3kmaba di Petra. Disini, tidak ada aturan tentang pakaian harus berwarna putih (dengan benang putih juga) dan berbentuk kemeja, celana standard dan rok dibawah lutut, rambut yang harus dikuncir, memakai tas yang sudah ditentukan supaya tidak menimbulkan rasa iri hati karena yang satu memakai tas bermerk, sedang yang lain beli di pasar loak, rambut yang harus hitam dan tak boleh berwarna, wajib mengenakan sepatu kets dan tidak yang berhak tinggi. Disini, aku melihat berbagai macam kostum dan gaya. Ada yang mengenakan tank top, ada yang mengenakan sweater, ada yang memakai celana tiga perempat, ada yang pakai rok panjang dan pendek, ada yang hanya memakai kaos tanpa lengan. Ada juga bermacam-macam model dan warna rambut yang kuyakin sebagian besar dicat, direbonding dan dikeriting. Mereka juga memakai model sepatu dan sandal yang berbeda. Tidak melulu sepatu kets. Bahkan ada yang memakai sandal jepit. Tapi tak ada yang peduli. Seolah-olah menyadari bahwa perbedaan tidak harus disamakan, tapi tetap bisa disatukan.

Kadang-kadang aku merindukan suasana tanpa pura-pura seperti itu di Indo. Hanya itu.

- jessie -
Thursday, 2 March 2006
12:35 pm

0 komentar ajah: