Wednesday, June 25, 2008

milik-ku, -mu, -nya

Yong : (MASUK KE PANGGUNG – BINGUNG) Saya sedang heran. Bukan sekali ini mereka memperlakukan saya seperti ini. Dan yang melakukan juga orang-orang itu saja. Padahal saya cuma numpang lewat di depan mereka. Itu pun pakai kata: permisi. Tapi kemudian tak ada hujan tak ada angin mereka berteriak: DASAR CINA! Yang lain juga ikutan: CINA BUSUK! Saya bingung. Kata orang tua saya, saya memang keturunan cina, tapi sumpah! Saya lahir di Indonesia, makan beras hasil petani lokal – biarpun katanya pakai pemutih, dapat pendidikan juga dari sekolah di Indonesia dan saya juga tidak bisa bahasa CINA! Wo pu hue! (BERANGSUR-ANGSUR MARAH) Saya jelas marah! Ini tidak adil! Bukan mau saya mata saya sipit begini, kulit saya kuning mulus begini! Bukan mau saya! Dulu bu guru di sekolah bilang kita harus mencintai tanah air kita Indonesia! Lha, buat apa saya mencintai kalau mereka tidak mencintai saya! Mereka bahkan membenci saya! Mengasingkan saya! Mereka… (TERPUTUS)

Lelaki : Maaf mengganggu, mas…

Yong : Mas.. mas.. sekarang kamu panggil saya ‘mas’! Katamu saya cina?! Jangan panggil saya mas!

Lelaki : Maaf mas… eh maaf, saya cuma mau minta tolong…

Yong : (TERSADAR BAHWA YANG DIHADAPANNYA BUKAN SALAH SATU DARI MEREKA YANG MENCINA-CINAKAN DIA) Oh maaf pak.. saya kira bapak…

Lelaki : (MAHFUM) Tidak apa. Saya mengerti. Saya malah mau minta tolong.

Yong : Minta tolong apa, pak? Kalau bisa saya bantu, pasti saya bantu.

Lelaki : Mas ini kan kelihatannya masih akan lama disini ya? Saya mau titip bungkusan-bungkusan ini, mas. Mereka akan mengambilnya disini.

Yong : Isinya apa ya mas, kalau boleh tahu?

Lelaki : (BERBISIK, RAHASIA) Isinya sangat berharga mas! Saking berharganya, jadi priceless! Tidak bisa dikasi harga!

Yong : (KETAKUTAN) Wah.. saya nggak berani kalau gitu, pak!

Lelaki : Mas tidak perlu khawatir! Tidak ada yang mau repot-repot merampok barang ini kok. Dikasi aja barangkali cuma disimpan sama mereka karena sungkan menolak, padahal mungkin cuma dipakai jika dibutuhkan saja. Kita ini kan bangsa yang sungkanan, betul mas? Tapi mungkin ada juga yang akan menolak, mas!

Yong : (HENDAK MENOLAK) Wah.. kalau begitu..

Lelaki : Mas siapa namanya?

Yong : Yong.

Lelaki : Mas Yong! Jadi saya titip ya! Terima kasih lho! (BERBISIK) Jaga dengan nyawa ya, mas! Ini betul-betul barang berharga! (PERGI MENINGGALKAN YONG)

Yong : Pak! Lho, pak! (MEMANDANG KE TUMPUKAN BUNGKUSAN YANG DITINGGALKAN SI LELAKI) Waduh… kenapa saya jadi ketiban sial begini?

PAUSE. HANYA MUSIK. YONG CELINGUKAN. INGIN TAHU ISI BUNGKUSAN-BUNGKUSAN DALAM KOTAK WARNA-WARNI BERPITA INDAH ITU TAPI TIDAK BERANI MEMBUKA.

Bisnismen : Selamat siang!

Yong : Siang!

Bisnismen : Sekretaris saya bilang, saya diminta mengambil sesuatu disini. Dengan… (MELIHAT CATATAN YANG DI TANGANNYA) Saudara Yong?

Yong : (TERKEJUT) Kok tahu nama saya, pak?

Bisnismen : Sekretaris saya yang mencatat. Tadinya saya mau menyuruh pegawai saya saja kemari, tapi sekretaris saya bilang harus saya sendiri yang kemari mengambil.

Yong : (MASIH BINGUNG) Kalau begitu, silahkan ambil satu, pak!

Bisnismen : (MENERIMA BUNGKUSAN – INGIN TAHU) (MENGINTIP) Wah! Ternyata barang beginian masih ada!

Yong : (INGIN TAHU, TAPI TIDAK DIPERBOLEHKAN) Isinya barang langka ya, pak?

Bisnismen : Langka sekali! Saya saja jarang melihat barang ini! Di rumah saya sepertinya ada satu, jarang juga saya lihat! Setiap kali dibutuhkan, saya tinggal suruh kacung saya mengeluarkannya. Tapi…

Yong : Tapi apa, pak?

Bisnismen : Hadiah ini memberi saya ide bisnis yang mantap dan menguntungkan!

Yong : (INGIN TAHU, BERSEMANGAT) Bagaimana pak?

Bisnismen : (TIDAK PEDULI LAGI DENGAN YONG, SIBUK DENGAN PIKIRANNYA SENDIRI) Saya bisa memotong-motong barang ini jadi beberapa bagian. Tapi bagian yang sudah sesak manusia, biarlah tetap begitu saja. Sudah tidak lagi menguntungkan. Udaranya sudah tidak segar. Tanahnya sudah penuh ditindih bangunan-bangunan. Lebih sering banjirnya daripada enggaknya! Bagian-bagian yang lain lebih baik dibebaskan saja, dimerdekakan, dijual pada perusahaan asing! Biarpun yang merasa memiliki bagian itu ngotot ingin dikelola sendiri. Bule-bule itu lebih bisa mengelola bagian-bagian itu dengan lebih baik! Keuntungannya tentu saja untuk saya!

Yong : Saya juga dapat pak?

Bisnismen : (SEPERTI BARU TERSADAR ADA ORANG LAIN) Eh kamu! Mau untungnya saja, tapi tidak mau ikut berpikir! Kayak begini ini tipikal orang di negara ini! Mau duitnya saja, tapi bekerja malas-malasan! Sudah! Saya harus pergi. Ide ini mau saya implementasikan menjadi kenyataan! Doakan saya! (PERGI)

Yong : Wah… apa semua bisnismen kayak begitu ya. Bisa tiba-tiba punya ide untuk mendapatkan untung. (JEDA) Eh, tapi belum tentu dia bisnismen! Pakaiannya saja yang seperti bos! Berjas, berdasi, gendut perutnya, tapi belum tentu! Jaman sekarang banyak juga penipu yang berpenampilan keren!

Wanita : Maaf, mas… katanya disini ada pembagian sembako dan minyak curah gratis?

Yong : Tidak ada, bu.

Wanita : (BERSIKERAS) Tapi tadi saya dapat pesan dari anak saya disuruh kemari ambil sesuatu yang berharga katanya!

Yong : Oh, itu. (MEMBERIKAN BUNGKUSAN LAIN) Yang dititipkan ke saya bukan sembako, bu, tapi ini.

Wanita : (MENGINTIP ISI BUNGKUSAN) Walah… untuk apa barang seperti ini diberikan ke saya? Saya nggak perlu! Keluarga saya nggak perlu barang kayak beginian, mas! Keluarga saya butuh makanan! Butuh uang! Bukan barang beginian!

Yong : Tapi orang tadi bilang ini barang berharga, bu!

Wanita : (MARAH) Berharga dari mana?! Dijual saja belum tentu uangnya bisa dipakai buat beli beras! Barang beginian di toko juga banyak, mas! Di pinggir-pinggir jalan kalau mau harinya, juga berceceran! Saya bikin sendiri juga bisa! Mau yang warna apa? Harganya juga lain-lain, mas! Biru? Kuning? Atau batik? Sekarang lagi musim lho!

Yong : Lho, kok jadi jualan, bu?

Wanita : Habis mas ini ada-ada saja! Masa barang beginian dibilang berharga! Yang berharga buat saya sekarang uang, mas. Buat beli beras. Beli makanan sehari-hari susahnya minta ampun. Harga naik semua! Nggak ada yang turun! Pemerintah janji manisnya cuma waktu kampanye saja…

Yong : (KEWALAHAN) Maaf… maaf bu… saya cuma dititipin..

Wanita : Kok ya mau dititipin barang kayak begini! (NGELOYOR PERGI)

Yong : Aneh… kok jadi saya yang dimarah-marahin… Tapi ya diambil… lumayan kali bisa dijual. Orang tadi kemana pula.. tidak kembali-kembali, bikin saya tambah senewen saja disini.

RAMAI-RAMAI DARI KEJAUHAN.

Yong : Siapa lagi itu…

A : Tabik, mas! (MEMBERIKAN PARCEL, BROSUR PARTAI DAN KAOS) Ini baru ala kadarnya, mas. Kalau bapak Budiman ini sudah jadi gubernur, mas dan orang-orang tidak akan ditelantarkan lagi!

B : Sekolah gratis!

C : Harga pangan turun!

D : Lebih banyak lapangan kerja!

E : Eh.. uhm… apa lagi tadi? (MELIHAT CATATAN) Lumpur musnah!

Yong : Betulan, pak??

CaGub : Tentu saja betul… eh tapi itu kalau saya yang jadi gubernur lho… Kalau kamu coblos nama lain ya belum tentu…

Yong : Mas-mas dan mbak-mbak ini pendukung bapak ini toh?

E : Tidak hanya mendukung, mas! Kami tim sukses pak Budiman! Kalau beliau jadi gubernur, beliau janji bakal kasi…

Yang lain : Ssshhhh!!!!

Yong : (MANGGUT-MANGGUT)

CaGub : Tadi saya disuruh kemari oleh siapa? (BERTANYA PADA TIM SUKSESNYA)

A : Istri bapak!

CaGub : Ahh.. ya betul, istri saya bilang saya disuruh kemari mengambil sesuatu yang mahal harganya.

E : Kata ibu, mungkin minyak, pak! Kan lumpur yang….

Yang lain : Ssshhh…!

Yong : Oh, betul! Silahkan, pak. (MEMBERIKAN BUNGKUSAN)

CaGub : (MENGINTIP ISI BUNGKUSAN – MENGANGGUK-ANGGUK) Hmm… memang betul ini sangat berharga. Sangat berharga!

Yong : Kata ibu-ibu tadi, malah tidak ada harganya, pak!

CaGub : Tidak betul itu. Ya memang kadang-kadang kelihatannya tidak berharga sama sekali, tapi sebetulnya sangat berharga. Barang ini bisa menyatukan semua manusia di negara kita tercinta ini!

B : Yang betul, pak?

CaGub : Tentu saja betul! Saya bawa saja. Saya memang butuh barang ini untuk kampanye saya. Sebenarnya saya sudah punya yang serupa, tapi tak apa. Yang ini kelihatan lebih baru!

C : Kalau kelihatan baru kan malah sepertinya tidak pernah dipakai, pak!

CaGub : Tak apa. Yang kelihatan baru, bisa bikin semangat baru. Walaupun nantinya mungkin akan luntur lagi. Mari, dik, saya duluan.

CAGUB DAN PARA PENDUKUNGNYA PERGI MENINGGALKAN TEMPAT SAMBIL MENYORAK-NYORAKKAN YEL-YEL.

Yong : (KEHERANAN) Aneh.. ada yang bilang berharga, ada yang bilang nggak ada gunanya… yang ini bilang barang penting… Memang isinya apa sih? (PENASARAN, MENCOBA MENGINTIP LAGI)

Anak 1 : Permisi, Kak!

Yong : (TERLONJAK KAGET) Ya?

Anak 2 : Kakek bilang kami disuruh kemari.

Yong : Ambil barang?

Anak 1 : Iya. Katanya barang mahal! Jadi kami harus hati-hati membawanya.

Yong : (MEMBERIKAN BUNGKUSAN YANG DIPEGANGNYA) Ini.

Anak 1 : (MENGINTIP ISI BUNGKUSAN)

Anak 2 : Bagaimana?

Anak 1 : Masa begini dibilang mahal?

Anak 2 : Jadi tidak mahal?

Anak 1 : Ada dua sih…

Anak 2 : Bisa buat mainan tidak?

Anak 1 : Pak Guru bilang, barang kayak begini tidak boleh dibuat mainan…

Anak 2 : Ah, tapi pak guru kan tidak tahu!

Anak 1 : (RAGU-RAGU SEJENAK) Boleh deh! Daripada nggak ada mainan kan?

Anak 2 : Ke lapangan saja! Disana sudah ada Agus dan kawan-kawan!

Anak 1 : Ayo!

KEDUA ANAK BERLARI PERGI TANPA BILANG APA-APA PADA YONG.

Yong : Weleh… ditinggal pergi gitu aja. Nggak ngomong terima kasih… nggak pamit… anak-anak jaman sekarang… Tuhanku! (KAGET KARENA TIBA-TIBA ADA ORANG MENGENAKAN TOPI PET YANG MENUTUPI WAJAHNYA) Pak.. pak.. jantung saya cuma satu, pak! Kalau saya ini sakit jantung, saya sudah mati, pak! Apa bapak lantas mau bertanggung jawab?

Orang : Maaf, Dik.

Yong : Bapak kemari mau mengambil barang juga? (BERUSAHA MELIHAT WAJAHNYA, TAPI SI EMPUNYA TERUS MENGHINDAR)

Orang : Iya, Dik.

Yong : Sebentar, Pak. (MEMBERIKAN BUNGKUSAN LAIN)

Orang : (MENGINTIP ISI KOTAK, WAJAHNYA TAK SENGAJA TERLIHAT)

Yong : (TERBATA-BATA) Wa..a wa… h… PAK PRESIDEN!!

Presiden : (MENUTUP MULUT YONG, CELINGUKAN, TAKUT-TAKUT) Diam!

Yong : Ehmm!! Ehmm!! Uhmm!!!

Presiden : Kalau kamu berjanji untuk diam, saya akan lepaskan.

Yong : Hai’la, hai’la. (Baiklah, baiklah.)

Presiden : Maaf, Dik. Tapi saya tidak mau mereka tahu saya ada disini.

Yong : Pak presiden.. sedang bersembunyi?

Presiden : Kadang-kadang seorang presiden juga membutuhkan waktu untuk sendiri. Yang mereka lakukan itu hanya menuntut, menuntut, menuntut. Meminta, meminta, meminta. Demo dimana-mana. Mereka semua ingin saya turun!

Yong : Tapi menurut yang saya dengar… maaf ya, pak presiden, keadaan di negara ini tidak jadi lebih baik dengan bapak menjadi pemimpin.

Presiden : Saya tidak bisa bekerja sendiri. Saya butuh kerjasama dari rakyat. Dukungan dari rakyat. Kamu tahu tidak, pada tahun 1930, keadaan rakyat Amerika lebih parah dari rakyat Indonesia sekarang. Butuh waktu hampir delapan puluh tahun untuk membangunnya jadi seperti sekarang ini! Semua ingin serba instan! Lama-lama bikin anak juga maunya instan!

Yong : (HANYA MENDENGARKAN, MELONGO KARENA MENDENGARKAN SEORANG PRESIDEN CURHAT)

Presiden : Sekarang ini lagi! Barang ini menyindir saya! Mengejek saya! Seolah-olah saya tidak berbuat apa-apa untuk negara ini! Saya bekerja keras! Tapi saya tidak bisa melakukan semuanya sendirian! Saya butuh kerjasama dari rakyat!

RAMAI-RAMAI DARI KEJAUHAN.

Presiden : Mereka menemukan saya. Saya harus pergi. Terima kasih karena sudah mendengarkan saya. Teruslah berjuang, negara ini butuh orang-orang muda seperti kamu yang mengingatkan orang-orang tentang barang sepenting ini. (BERGEGAS PERGI)

Yong : Saya malah tidak tahu isi barang ini apa… (MENCOBA MENGINTIP BUNGKUSAN YANG LAIN)

Pemudi : Halo..

Yong : Eh.. halo… (TERPESONA) Ada yang bisa saya bantu?

Pemudi : Ehm.. tadi saya terima SMS, katanya disuruh ambil barang disini?

Yong : Oh, ya. Tunggu sebentar.

Pemudi : Saya sebenarnya malas sih kemari. Sedang ada audisi jadi pemain sinetron. Dari dulu saya pengen jadi pemain sinetron lho. Tinggal nangis-nangis bombay aja, duit datang. Enak. Ditonton jutaan pemirsa di seluruh tanah air. Kalau nggak lulus audisi, ya tinggal ikut audisi Idola Masa Kini. Saya tinggal jual cerita sedih biar dapat dukungan SMS banyak. Abis itu kalau gagal jadi penyanyi kan masih bisa banting setir jadi pemain sinetron juga.

Yong : Ini. (MEMBERIKAN BUNGKUSAN LAIN)

Pemudi : (MENGINTIP ISI KOTAK, MENGELUH) Hari gini masih butuh barang kayak begini?? Nggak berguna! (MELEMPAR KOTAK) Sialan! Sia-sia saya nyetir jauh-jauh kemari hanya untuk ditipu! (MELENGGANG PERGI, MARAH-MARAH)

Yong : Lho, Non! Kok ditinggal! Non! Wah.. bener juga kata bapak tadi. Akan ada yang menolak hadiah ini! Jadi semakin penasaran…

Geng A : Hei, Cina!

Yong : (TERKEJUT, KETAKUTAN)

Geng B : Ternyata kamu!

Yong : Eh.. ehm.. ada perlu apa ya?

Geng C : Tidak usah pura-pura tidak tahu!

Geng D : Kamu mau balas dendam ya? Main-main dengan kami?

Yong : Enggak! Enggak!

Geng B : Kami mau ambil barang!

Yong : Baik, baik, tunggu sebentar. (MEMBERIKAN SATU KOTAK)

Geng A : Hei, Cina. Apa mata kamu itu saking kecilnya sampai tidak bisa melihat kami ini ada berapa? Empat! Empat!

Yong : Baik, baik. (MENGAMBILKAN TIGA KOTAK LAGI)

Geng ABCD: (MENGINTIP MASING-MASING KOTAK, TERTAWA TERBAHAK-BAHAK)

Geng D : Paling-paling dia tidak tahu isinya, Tong, kalau dilihat dari mukanya.

Geng B : Biar saja. Barang ini toh bukan miliknya. Barang ini milik kami. Penduduk asli negeri ini.

Yong : Maksud kalian?

Geng C : Kasi liat aja!

Geng A : (MEMBERIKAN KOTAKNYA PADA YONG, SAMBIL SENYUM MENGEJEK) Tapi ingat, ini bukan milikmu! Jelas berharga! Tapi hanya untuk kami. Tidak untukmu!

Yong : (MEMBUKA KOTAK, MENGELUARKAN BENDERA MERAH PUTIH, DAN GULUNGAN BERTULISKAN PANCASILA)

Geng A : Benar kan?

Geng D : Memang bukan buat kamu!

Yong : (MENGELUS BENDERA ITU DENGAN HATI-HATI) Ini punyaku juga.

Geng B : Bukan! (MENCOBA MEREBUT BENDERA)

Yong : Punyaku! Aku lahir disini! Biar mataku sipit, kamu bilang aku keturunan cina, tapi aku lahir dan besar disini!

Geng C : Kamu bukan orang Indonesia! Kamu tidak berhak memiliki bendera ini! Bendera ini kebanggaan kami!

Yong : Tidak! Kalian sudah bikin malu bendera ini! Kalian meludahi kesuciannya! Malah kalian sudah membuang juga pancasila! Pancasila apanya! Kemanusiaan yang adil dan beradab apanya! Kalau memang kalian beradab, kalian tidak akan meneriaki orang hanya karena kami keturunan cina!

Geng A : Berani kamu!

Yong : Jelas berani! Pancasila bikin saya ingat tentang Tuhan Yang Maha Esa! Tentang manusia yang adil dan beradab! Tentang Indonesia bersatu! Tentang kerakyatan yang berhikmat! Tentang keadilan di seluruh tanah air! Wajah saya boleh keturunan cina! Tapi saya orang Indonesia! Saya mencintai negeri ini! Biarpun manusia-manusianya berpikiran picik dan sempit seperti kalian!

Geng D : (MAU MEMUKUL YONG, TAPI DITAHAN KAWAN-KAWANNYA)

Geng B : Ada orang, Don. Ayo lari!

Yong : (TERPAKU AKAN KEBERANIANNYA SENDIRI)

Lelaki : (TEPUK TANGAN) Saya bangga. Saya tidak salah memilih orang.

Yong : (MASIH MEMANDANG BENDERA DAN PANCASILA DI TANGANNYA, TAK PERCAYA)

Lelaki : Bendera dan pancasila itu lebih pantas ada di tanganmu daripada di tangan orang-orang itu. Mereka tidak tahu apa arti sebuah bendera. Bendera bukan hanya simbol suatu bangsa yang besar, tapi juga wakil dari jiwa-jiwa bangsa itu sendiri. Merah itu berani, putih itu suci. Apa artinya berani kalau itu merusak perdamaian? Apa artinya suci kalau tidak ada keberanian untuk terus berjuang? Terima kasih sudah repot-repot menjaga barang-barang ini. Saya ambil sisanya.

Yong : (MENGEMBALIKAN BENDERA DAN PANCASILA YANG DIPEGANGNYA)

Lelaki : Benda-benda itu akan lebih berguna di tangan mas Yong. Biarpun cina, Mas Yong lebih nasionalis daripada orang-orang yang mengaku penduduk asli itu. Negara ini butuh manusia-manusia seperti mas Yong. Tidak peduli umurnya, tidak peduli sukunya, tidak peduli agamanya. Bukankah perbedaan seharusnya menyatukan?

Yong : Benar, pak. Pelangi itu indah, karena warna pelangi tidak hanya satu. Tapi banyak. Terima kasih sudah mengingatkan saya lagi akan cinta saya pada negeri ini, Pak. Betul apa kata John F. Kennedy. Jangan bertanya seberapa besar cinta negara pada anda, tapi bertanyalah seberapa besar cinta anda untuk negara anda.

Lelaki : (TERBAHAK) Saya setuju sekali! Baiklah, saya harus pergi. Masih banyak orang-orang yang harus mengambil barang-barang ini. Sudah saya bilang, priceless kan?

LELAKI PERGI KE ARAH KANAN, YONG SEBALIKNYA. BISA DIBOLAK-BALIK. YONG MENINGGALKAN TEMPAT SAMBIL MEMBACA PANCASILA.

By: Jessie
Wednesday, 18 June 2008
11:10 pm
Terima kasih untuk Putu Wijaya, yang sudah bikin saya sadar akan rasa kebangsaan yang seharusnya sudah ada dalam diri ini sejak dulu.
Untuk orang-orang yang pernah meneriaki saya ‘CINA!’: “Saya bukan Cina, saya Indonesia.”

0 komentar ajah: