Thursday, September 04, 2008

sejarah

Suatu hari, tak sengaja saya menonton The Candidate di Metro TV. Para calon presiden (orang-orang yang mengajukan diri menjadi Presiden) diberi kesempatan untuk mensosialisasikan pemikiran dan program-programnya jika dia terpilih menjadi presiden. Hari itu giliran Ratna Sarumpaet. Saya memang sudah pernah mendengar kalau seniman ini pernah berdeklarasi untuk menjadi presiden. Sebagai seorang perempuan sekaligus seniman juga *eh, saya juga seniman lah, ga percaya?*, saya jelas mendukung dia. Apalagi saya juga mendengar kalau pada jaman orde baru itu dia sudah berani mengemukakan opini-opininya dan ketidaksetujuan akan program pemerintah saat itu yang menyebabkan dia dilemparkan ke penjara. Paling enggak, dia pernah merasakan ketidakadilan sebuah sistem pemerintahan, dan karenanya harapan saya, dia tidak akan menerapkan sistem serupa jika dia betul-betul terpilih jadi presiden nantinya.

Hampir mirip dengan apa yang dijanjikan dan diucapkan calon presiden lainnya, Ratna Sarumpaet bicara tentang Indonesia mandiri dan pengoptimalan sumber daya alam yang dimiliki negara Indonesia. Jangan lagi hutang dan terlalu bergantung pada negara-negara asing. Dia bilang sekarang ini sebesar 30% *buset, besar juga ye?* dari APBN dipakai untuk membayar hutang yang dilakukan pemerintahan orde baru. Seharusnya yang 30% itu bisa dipakai untuk pendidikan, pembukaan lapangan kerja untuk rakyat Indonesia sendiri. Saya berpikir, lah kalau sudah telanjur hutang, gimana? Ada seorang audience bertanya serupa dengan yang saya pikirkan dan jawaban Ratna agak diluar dugaan saya.
Well, saya agak berekspektasi tinggi sih kepada dia. Dia bilang, seharusnya hutang itu tidak usah dibayar, kan yang berhutang orang-orang zaman orde baru.

Sampai disini, saya jadi setuju dengan apa yang pernah ditulis Goenawan Mohamad tentang sejarah. Di Indonesia, sejarah seolah-olah bukan selarik garis waktu yang saling terhubung. Karena itulah ada yang namanya angkatan 45, angkatan 66 dan angkatan pujangga baru. Karena itulah ada yang namanya orde lama, orde baru dan orde reformasi. Sebenarnya kalau nama-nama itu dipakai hanya untuk menandai lahirnya generasi baru dan pemikiran baru, tidak menjadi masalah. Tetapi terkadang tersirat bahwa angkatan yang satu tidak ada hubungannya dengan angkatan yang lain. Orde yang lama tak ada hubungannya dengan orde yang baru. Lebih baik yang jelek-jelek yang sudah terjadi di masa lampau dibuang saja, dilupakan. Kita bikin sistem yang baru, yang lebih baik. Saya rasa pemikiran tersebut sedikit keliru. Maaf kalau saya bilang keliru, karena saya masih berpendapat bahwa kesalahan di masa lampau tidak seharusnya dilupakan, tetapi dipakai sebagai bahan pembelajaran, ditelaah betul-betul dan diteliti dengan seksama mana yang masih bisa dipakai dan mana yang tidak perlu diulang. Bukankah pengalaman adalah guru yang terbaik? Karena itulah sejarah penting untuk diceritakan turun-temurun, agar generasi baru tidak lagi mengulang kesalahan yang sama, dan bahkan belajar dari kesalahan tersebut. Sejarah tidak seperti lapisan-lapisan tanah, dimana yang satu diatas yang lain sehingga terkubur dalam-dalam, dilupakan begitu saja.


Bicara soal hutang yang dibuat oleh pemerintah zaman orde baru, pertanyaannya bisa jadi seperti ini: kalau orang tua yang berhutang, apa lantas anak yang harus membayar hutangnya jika mereka sudah mati? Kalau pertanyaan yang ini, ya jawabannya: harus. Hanya mungkin perlu perencanaan yang lebih matang dan teliti dalam pengalokasian dana untuk membayar hutang dan kebutuhan primer lainnya. Yang tidak terlalu penting atau bersifat sekunder ya mungkin harus 'menunggu giliran'. Saya memang bukan ahli ekonomi dan pengatur keuangan yang baik, tapi saya tahu lah yang mana
urgent, yang mana prioritas, yang mana yang cuma untuk kesenangan alias kebutuhan tertier.

Buat Ratna Sarumpaet, saya masih mendukung anda. Dan atas nama perempuan Indonesia, saya berharap jika anda terpilih nanti, Indonesia ini bisa menjadi lebih mandiri, lebih maju seni dan budayanya dan perempuan-perempuannya tidak hanya bisa 3M (macak, masak, manak).


Thursday, 4 September 2008
11:31 am

0 komentar ajah: