Monday, September 15, 2008

tentang minyak telon dan kebiasaan

Saya enggak tahu asal mulanya bagaimana sampai jenis minyak yang satu ini menjadi salah satu yang wajib diberikan pada bayi yang baru lahir sampai beberapa tahun ke depan. Tiba-tiba saja ketika saya dulu berbelanja perlengkapan bayi, minyak telon itu juga salah satu yang ada di keranjang belanja saya. Makanya kalau mencium aroma bayi-bayi Indonesia kebanyakan orang bilan, "Hmm... enaknya bau bayi." Padahal itu bukan bau bayi! Itu bau minyak telon dicampur bedak bayi! Kakak ipar saya melahirkan di Sydney dan bayi-bayi disana jelas nggak lazim diusapin minyak telon. Dia pakai minyak telon juga selama minggu-minggu pertama bayinya lahir saja karena dibawakan mama mertua saya dari Indonesia pada waktu itu. Alhasil, sampai segede sekarang (sebaya dengan anak saya), udah nggak pernah lagi pakai minyak telon. Selain disana carinya juga susah kalaupun ada, tempatnya jauh dari tempat tinggalnya. Sekarang mereka sudah balik ke Indonesia sih, tapi karena sudah biasa nggak pake minyak telon ya tetap aja nggak pake. Mama mertua saya sempat berkomentar, "Itu lho nggak pernah dipakein minyak telon!" Seolah-olah aneh betul anak seumur itu enggak dipakein minyak telon. Tapi saya lihat anaknya nggak apa-apa juga tuh nggak dikasi minyak telon. Nggak ada efek samping yang bikin anaknya jadi nggak normal atau gimana, jadi saya memutuskan bahwa sebenarnya bayi itu enggak apa-apa kalau enggak pakai minyak telon! Dan enggak apa-apa juga kalau pakai minyak telon! Karena apa? Karena biasanya seperti itu.

Seringkali kita melakukan apa yang biasa kita lakukan sekarang hanya karena sebuah kebiasaan. Memang sudah seperti itu, jadi tidak suah lagi dipertanyakan karena jawabannya sudah jelas: memang sudah biasanya. Sama seperti kawan-kawan saya yang lagi single, suka sekali ditanya orang (terutama orang tua yang bukan parents tapi older people): "Gimana? Sudah ada calon?" Atau kalau sudah pacaran agak lama, harus siap-siap ditanya juga: "Kapan kawin nih?" Enggak ada yang salah dengan pertanyaan-pertanyaan itu, malah mungkin bagi beberapa orang, pertanyaan-pertanyaan macam itu bisa dianggap sebagai sebentuk perhatian. Tapi enggak sedikit juga yang terganggu. Dan semuanya itu berawal dari yang biasa. Memang biasanya umur segitu menikah. Memang biasanya kalau sudah pacaran lama itu sebentar kemudian akan menikah. Padahal yang biasanya-biasanya itu sebenarnya lama-lama jadi sesuatu yang boring membosankan. Manusia butuh sesuatu yang berbeda dalam menjalani hidup. Bayangkan saja kalau manusia hidup hanya berdasarkan dari yang biasanya. Mungkin bisa terjadi super fatigue!

Tapi jangan lantas mengira karena saya ngomong kayak begini maka saya tidak menganut asas biasanyaisme. Terkadang saya larut juga dengan itu. Buktinya sampai sekarang terasa kurang afdol kalau selesai memandikan anak saya, ia tidak saya crut-i minyak telon. Hanya menurut saya, kadang-kadang setiap tindakan dan pikiran saya terlalu saya batasi sendiri dengan itu sehingga pengembangan diri saya juga mandeg. Barangkali juga karena tidak dibatasi dengan yang biasanya-biasanya itu Che Guevara sampai sekarang masih jadi idola para idealis, revolusioner, reformis, sastrawan, pemikir dan lainnya. Posternya barangkali tertempel dimana-mana: di kamar kost, di dinding dapur, di kulkas sebagai tempelan magnit. Karena pemuda dari Argentina itu, meskipun berpendidikan dokter, ia tidak lantas ongkang-ongkang kaki dan buka praktek supaya dapat duit banyak, tapi ia malah ikut bergerilya dengan rombongan pemberontak Kuba, Fidel Castro atas nama sebuah revolusi. Tapi memang tidak mudah hidup ala Che Guevara, karena itu lebih banyak lagi orang yang memilih hidup dari biasanya.

Tak mengapa. Dunia ini juga butuh orang-orang yang meneruskan kebiasaan secara turun-temurun agar apa yang terjadi di masa lalu tidak dilupakan begitu saja oleh generasi terbaru. Karena terkadang, sebuah kebiasaan adalah bagian dari sejarah.


Monday, 15 September 2008
11:52 pm

PS: Happy Birthday to my mother-in-law! There are many things that make you so special to me. One of them is
"biasanya seperti itu".And that doesn't make me stop loving you. I love you. Really.

4 komentar ajah:

Anonymous said...

Buku Perang Tan Malaka dan Che Guevara

semoga bermanfaat..

Ketika memperingati sewindu hilangnya Tan Malaka pada 19 Februari 1957, Kepala Staf Angkatan Darat Mayor Jenderal Abdul Haris Nasution mengatakan pikiran Tan dalam Kongres Persatuan Perjuangan dan pada buku Gerpolek (Gerilya Politik Ekonomi) menyuburkan ide perang rakyat semesta. Perang rakyat semesta ini, menurut Nasution, sukses ketika rakyat melawan dua kali agresi Belanda. Terlepas dari pandangan politik, ia berkata, Tan harus dicatat sebagai tokoh ilmu militer Indonesia.
(sumber Tempo)

Dalam bentuk tanya jawab Tan Malaka di dalam bukunya Gerpolek menjelaskan itu secara gamblang. Menurut Malaka GERPOLEK adalah perpaduan (Persatuan) dari suku pertama dari tiga perkataan, ialah Gerilya, Politik, dan Ekonomi. Lebih lanjut dalam bentuk tanya jawab Malaka menjelaskan sbb :

Apakah gunanya GERPOLEK?

GERPOLEK adalah senjata seorang Sang Gerillya buat membela PROKLAMASI 17 Agustus dan melaksanakan Kemerdekaan 100 % yang sekarang sudah merosot ke bawah 10 % itu!

Siapakah konon SANG GERILYA itu?

SANG GERILYA, adalah seorang Putera/Puteri, seorang Pemuda/Pemudi, seorang Murba/Murbi Indonesia, yang taat-setia kepada PROKLAMASI dan KEMERDEKAAN 100 % dengan menghancurkan SIAPA SAJA yang memusuhi Proklamasi serta kemerdekaan 100 %.
SANG GERILYA, tiadalah pula menghiraukan lamanya tempoh buat berjuang! Walaupun perjuangan akan membutuhkan seumur hidupnya, Sang Gerilya dengan tabah-berani, serta dengan tekad bergembira, melakukan kewajibannya. Yang dapat mengakhiri perjuangannya hanyalah tercapainya kemerdekaan 100 %.

SANG GERILYA, tiadalah pula akan berkecil hati karena bersenjatakan sederhana menghadapi musuh bersenjatakan serba lengkap. Dengan mengemudikan TAKTIK GERILYA, Politik dan Ekonomi, tegasnya dengan mempergunakan GERPOLEK, maka SANG GERILYA merasa HIDUP BERBAHAGIA, bertempur-terus-menerus, dengan hati yang tak dapat dipatahkan oleh musim, musuh ataupun maut.

Seperti Sang Anoman percaya, bahwa kodrat dan akalnya akan sanggup membinasakan Dasamuka, demikianlah pula SANG GERILYA percaya, bahwa GERPOLEK akan sanggup memperoleh kemenangan terakhir atas kapitalisme-imperialisme.

-------------

Selain berhubungan cukup erat dengan Panglima Sudirman pimpinan gerilyawan yang tangguh (bahkan Adam Malik menyebutnya Dwitunggal), sebenarnya Tan Malaka pernah terlibat langsung dalam medan perang gerilya menjelang kematiannya. Silahkan baca liputan Tempo Persinggahan Terakhir Lelaki dan bukunya serta Misteri Mayor Psikopat. Sehingga sebenarnya lengkaplah Tan Malaka yang berperang dengan kata, organisasi, juga 'perang senjata'. Atau bisa dikatakan Gerpolek bukan hanya teori baginya, tetapi juga sebuah praktek perjuangan yang dilakukannya.

Dalam konteks ini saya setuju dengan ketika Harry Poeze mempersandingkan Tan Malaka dan Che Guevara. Walau saya agak terganggu ketika Poeze mengatakan Tan Malaka adalah Che Guevara Asia. Bagi saya Tan Malaka adalah Tan Malaka, Che Guevara adalah Che Guevara.


Sekedar memperbandingkan buku perang Gerpolek dan Esensi Perang Gerilya yang dituliskan oleh Che Guevara, saya kutipkan bagian tulisan Che Guevara tersebut

"Perang Gerilya, sebagai inti perjuangan pembebasan rakyat, mempunyai bermacam-macam karakteristik, segi yang berbeda-beda, meskipun hakekatnya adalah masalah pembebasan. Sudah menjadi kelaziman--dan berbagai penulis tentang hal ini menyatkannya berulang-ulang---bahwa perang memiliki hukum ilmiah soal tahap-tahapnya yang pasti; siapapun yang menafikannya akan mengalami kekalahan. Perang gerilya sebagai sebuah fase dari perang tunduk dibawah hukum-hukum ini; tapi disamping itu, karena aspek khususnya, sudah menjadi hukum yang tak hukum yang tak terbantahkan dan harus diakui kalau mau mnedorongnya lebih maju. Meskipun kondisi sosial dan geografis masing-masing daerah (country) menentukan corak atau bentuk-bentuk khusus suatu perang gerilya, tapi ada hukum umum yang harus dipatuhi jenis tersebut.

Tugas kita kali ini adalah menggali dasar-dasar perjuangan dari jenis (corak) ini, aturan-aturan yang harus di ikuti oleh rakyat yang berupaya membebaskan diri, mengembangkan teori atas dasar fakta-fakta, menggeneralisasikan dan memberikan struktur atas pengalaman tersebut agar bermanfaat bagi rakyat lainya.

Pertama kali adalah menetapkan : siapakah pejuang dalam perang gerilya ? Disatu sisi ada kelompok penindas dan agen-agennya, tentara profesional (yang terlatih dan berdisiplin baik), yang dalam beberapa kasus dapat diperhitungkan atas dukungan luas dari kelompok-kelompok kecil dari birokrat, para abdi kelompok penindas tersebut. Disisi lain ada populasi bangsa atau kawasan yang terlibat. Adalah penting menekankan merupakan sebuah perjuangan massa, perjuangan rakyat. Gerilya, sebagai sebuah nukleus bersenjata, merupakan pelopor perjuangan rakyat, dan kekuatan terbesar mereka berakar dalam massa rakyat. Gerilya hendaknya tidak dipandang sebagai inferior secara jumlah dibanding tentara yang ia perangi, meskipun kekuatan persenjataannya mungkin inferior. Itulah sebabnya mengapa perang gerilya mulai bekerja ketika kau memiliki dukungan mayoritas, sekalipun memiliki sejumlah kecil persenjataan yang dengan itu kau mempertahankan diri melawan penindas.

Oleh karena itu pejuang gerilya mendasarkan diri sepenuhnya pada dukungan rakyat di suatu area. Ini mutlak sangat diperlukan. Dan di sini dapat dilihat secara jelas dengan mengambil contoh kelompok-kelompok bandit yang bekerja di suatu daerah. Mereka memiliki semua karakteristik dari sebuah tentara gerilya : Homogenitas, patuh pada pemimpin, pemberani, pengetahuan tentang lapangan dan seringkali bahkan memiliki pemahaman lengkap tentang taktik yang harus digunakan. Satu-satunya kekurangan mereka adalah tidak adanya dukungan dari rakyat, dan tidak terhindari lagi kelompok-kelompok bandit itu ditangkap atau dihancurkan oleh kekuatan pemerintah."

---------
Akhir kata silahkan membaca lebih jauh Gerpolek, Massa Aksi dan buku-buku Tan Malaka lainnya untuk mengerti lebih jauh perkakas perjuangan rakyat yang digagas dan dipraktekannya, juga silah tengok lebih lanjut buku-buku Che Guevara yang sudah cukup banyak beredar di pasaran atau silah kunjung tulisan Che Guevara Online

Salam Pembebasan

Andreas Iswinarto


untuk link tentang tan malaka dan che Guevara silah akses Buku Perang Tan Malaka dan Che.

http://lenteradiatasbukit.blogspot.com/2008/09/buku-perang-tan-malaka-dan-che-guevara.html

Surti said...

Aduhh...ada yg ultah rupanya..salamin aja deh, met ultah :)..eh ya, info dari yang baru melahirkan, kata dokternya kalo bisa bayi di bawah umur 2 bln gak usah di pakein apa2 dulu *bedak bayi & minyak telon termasuk*..tp kayanya kalo gak bau minyak telon, gak kaya bayi hahaha...*biasaaaaaaaaaanya*

Anonymous said...

to Andreas: Halo Andreas!! Salam kenal! Wah berbobot sekali artikelnya. Thanks for stopping by, anyway.

to cc Surti: Wah, ce.. wes telanjur! Katane malah haruse nggak pake bedak.. tapi piye.. wes kadung ik. Hihihi.. itu deh yang namanya biasanya. ;D Ce, wes ga dipanggil tante lagi tho karene wes balek ke LV? =)) Oya, aku juga nggak suka lagu PUSPA. Tutup kupingg!!!!

leipzic said...

true, i agree with u... as long as we don't do something wrong..