Monday, October 13, 2008

100%? hell no!

"There's a history here, and history doesn't happen overnight." -Katie to Ben, after picking up their children from summer camp, talking about their divorcement, THE STORY OF US-

Bicara tentang pernikahan tidak akan pernah habis. Selalu ada pro dan kontra. Kalau suka nonton infotainment, masyarakat sering sekali dicekoki berita tentang artis yang kawin-cerai. Alasan boleh bermacam-macam, tapi yang paling sering jadi kambing hitam adalah: perbedaan. Entah itu perbedaan karakter, perbedaan prinsip. Pokoknya sudah beda sehingga sudah tidak bisa lagi hidup bersama. Saya nggak suka nonton infotainment, tapi kadang-kadang berita-berita semacam itu sampai juga ke  telinga saya. Saya nggak terlalu peduli sih. Mau cerai kek, mau jungkir balik kek, mau kawin lagi kek, emang gue pikirin? Peduli apa saya sama mereka? Wong mereka juga nggak peduli sama saya kok! *saya mulai esmosi lagi, kenapa kok saya nggak masuk infotainment, bwahahaha! males bok!*

Tapi telinga saya suka gatal kalau dengar artis-artis itu bilang: sudah beda, sudah tidak cocok, blah blah blah. Lha gimana, kita semua ini memang udah beda dari awalnya. Laki-laki dan perempuan itu memang beda. Enggak usah laki-laki dan perempuan. Perempuan satu dengan perempuan lainnya pun juga beda. Kenapa menyadari ketidakcocokan itu setelah menikah? Bukan sebelum menikah? Apa karena sebelum menikah merasa sudah mengenal? Makanya langsung tancap gas? 

Saya pacaran dengan laki-laki yang sekarang jadi suami saya itu 3 tahun. Satu tahun terakhir kita habiskan dengan LDR (Long Distance Relationship). Saya tahu hubby saya orangnya seperti apa. Kebiasaan-kebiasaannya. Dia kalau marah kayak gimana. Dia nggak suka kalau saya melakukan apa.Waktu saya menikah dengan dia, saya merasa saya cukup mengenal dia, tapi kenyataannya? Nonsense. Lima puluh persennya pun mungkin kurang. Saya pernah tanya sama mami saya. Dua puluh lima tahun hidup dengan papi saya sebelum meninggal kan cukup lama ya? Tapi waktu saya tanya, berapa persen mami mengenal papi, mami menjawab mungkin cuma delapan puluh lima persen. Saya lantas berpikir, seumur hidup saya tinggal dengan seseorang, saya NGGAK AKAN PERNAH mengenal dia sampai 100%. Coba tanya sama saya, warna favorit hubby saya apa, makanan kesukaannya apa, hobby-nya apa, kalau ada masalah yang seperti ini dia nanggepin kayak apa, jawaban saya pasti betul, tapi itu bukan tanda-tanda saya sudah mengenal dia 100%. Nggak usah orang lain, nggak usah suami sendiri, mengenal diri saya pun nggak akan bisa sampai 100%. Manusia berubah dari waktu ke waktu. Cara saya mengatasi masalah waktu dulu dan sekarang jelas beda, sehingga kadang-kadang saya mikir, bisa juga saya nyelesain masalah serumit ini. Atau sebaliknya, ternyata untuk mengatasi masalah seperti ini saya masih butuh bantuan orang lain. Dan segudang 'ternyata' lainnya. Yang mengenal manusia sampai 100%, sampai sedalam-dalamnya memang cuma Penciptanya manusia saja. 

Kemarin pas mampir di blog-nya Desi yang membahas tentang perselingkuhan (kayaknya waktu dia nulis lagi esmosi tinggi deh.. hehehe), saya sempat berpikir, kenapa sih orang memilih untuk berselingkuh? Selingkuh disini belum tentu dengan pihak ketiga lho, berselingkuh dengan hobby juga bisa. Kalau seorang suami/istri lebih mentingin hobby diatas segala-galanya, sampai mengabaikan tanggung jawabnya, dia juga SEDANG melakukan perselingkuhan. Pihak ketiga dalam perselingkuhan juga belum tentu WIL (Wanita Idaman Lain)/PIL (Pria Idaman Lain), tapi juga ORANG TUA. Kan ada tuh di Alkitab bilang, laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya untuk bersatu dengan istrinya. Jadi kalau yang laki-laki lebih mentingin ayah dan ibunya daripada keluarganya sendiri, ya itu selingkuh juga. Ayah dan ibu itu penting, tapi tidak lebih penting dari suami/istri dan anak-anak. Tapi disitu Desi lebih bicara tentang perselingkuhan dengan WIL/PIL, yang notabene kalau dilakukan, alasannya bisa bermacam-macam. Tapi sebenarnya, orang selingkuh itu kebanyakan karena dia mau lari dari masalah yang dihadapi di rumah. Padahal ketika dia selingkuh, dia nggak sadar kalau dia hanya sedang lari dari masalah satu dan kecemplung ke masalah lain. Ibaratnya, lolos dari cengkeraman harimau, masuk ke mulut buaya. Nah lho! Desi bilang pernikahan itu sulit. Memang! Kalau nggak siap punya masalah, ya jangan nikah deh. Serius. Biar nanti kalau sudah beberapa waktu menikah tidak ada lagi kata-kata sebelum perceraian: "sudah tidak cocok" atau "sudah beda" apalagi "sudah waktunya".

Talking abour marriage, do not give up because the history is not yet finished to be written. And love is not to be made but to fight for. 

And we're still fighting for it... even though we never know each other 100%. Seriously, who can, anyway?

Monday-Tuesday, 6-7 October 2008

5 komentar ajah:

dy_nita said...

Hei, i totally agree with you!
saya juga gemes tiap baca/denger berita ttg artis yg cerai dengan alasan: TIDAK COCOK
haduh...mana ada dua manusia yg cocok di dunia ini? bahkan adik saya yg kembar, yg ke mana-mana hampir selalu berdua aja masih bisa tengkar.
seumur hidup nggak perlu kawin deh kalo satu-satunya tujuan adalah KECOCOKAN!
Saya belum menikah, tapi dari yg saya tahu selama ini, dalam pernikahan pun proses terus berlanjut (spt yg Jc bilang).
makanya mending mikir mateng2nya itu ya pas masih pacaran (kayak saya sekarang ini hehehe..). kalo dah kawin, ga ada u turn, yg ada jalan lurus ke depan, apapun yg terjadi..
berjuang berdua, susah senang berdua, ketawa dan nangis berdua..

Anonymous said...

Benul, Des! Manfaatin waktu pacaran! Hehehe... Jangan pernah menikah hanya karena 'wes kadung pacaran bertahun-tahun, eman' tapi sebenarnya ada hal-hal yang tidak bisa diterima/ditolerir. Yang betul 'mumpung masih pacaran, putus masih gak papa, what the hell apa kata orang', hehehe.

Surti said...

jes, napa aku ngerasa mengenal pasangan sampe 95% ya? terlalu sombong mungkin? hahhaa :D

Anonymous said...

Hehehe... nggak tahu, ce...Apa mungkin cc blom sampai belasan tahun dengan dia? Hehehe... tapi kalau sampai bisa merasa mengenal pasangan sampe 95% ya bagus lho, ce, berarti dulu proses perkenalan pas pedekate dan pacaran betul2 dimanfaatkan dengan baik. ;D

Surti said...

gimana gak dimanfaatkan dengan baik, kenal aja 12 taun sebelum jadi pacar :D..pacarannya sih gak lama, LDR pulak :))..yang pasti, it was the most right decision I've ever made :).