Friday, October 17, 2008

orang-orang yang bergegas


Teman saya yang baru saja tiba di Melbourne berkata pada saya di area messenger. “Dingin banget ya, disini.” Begitu katanya. Padahal, ketika pertama kalinya ia injakkan kaki di kota empat musim itu, penduduk disana sedang menikmati musim semi. Tapi musim semi di Melbourne yang terkenal dengan cuacanya yang nasty (panas, hujan, berangin dan kering bisa terjadi dalam satu hari), memang cukup dingin bagi orang yang terbiasa hidup di negeri tropis macam Indonesia. Apalagi yang terbiasa dengan udara panas Surabaya. Saya jadi teringat ketika untuk pertama kalinya saya merasakan musim gugur/autumn. Kalau lihat di gambar-gambar di internet, musim gugur itu kelihatannya romantis, banyak daun berguguran (iya lah, namanya juga musim gugur!), suasananya jadi cokelat keemasan, tapi kenyataannya saya tidak begitu menikmati musim gugur. Karena pada musim itulah transisi dari cuaca panas ke cuaca dingin. 


BERGEGAS DI MUSIM DINGIN

Di Melbourne pada waktu saya tinggal disana, musim gugur sudah berhasil bikin saya menggigil di pagi hari. Tapi di musim dingin, saya tidak berani nekad keluar dengan busana selapis. Karena saya bekerja, saya tetap harus bangun pagi-pagi, dan keluar rumah juga pagi-pagi, dimana udara segar bercampur dingin dapat menusuk tulang. Yang paling saya perhatikan di kala musim dingin adalah, orang-orang yang berjalan dengan bergegas-gegas sambil memasukkan tangan dalam kantong jaket. Berbeda dengan musim panas, dimana orang-orang lebih santai ketika berjalan bahkan terkadang berhenti sejenak untuk menontoni etalase toko. Jadi pada waktu musim dingin, orang-orang memang kelihatan lebih tidak peduli, padahal mereka hanya berusaha cepat-cepat sampai ke tempat tujuan atau ke tempat yang lebih hangat. 

BERGEGAS DIBALIK MEJA KASIR SUPERMARKET

However, di luar semuanya itu, masih bicara ketika saya hidup di Melbourne, saya paling kagum dengan orang-orang yang bekerja dibalik meja kasir supermarket. Dengan cekatan mereka menghitung belanjaan saya, menerima uang dan memberikan kembalian supaya antrian tidak makin memanjang karena berlama-lama menghitung belanjaan saya. Tanpa bermaksud membandingkan, saya perhatikan orang-orang yang duduk di meja kasir supermarket di Indonesia, tidak bisa se-cepat dan se-cekatan orang-orang disana. Barangkali budaya alon-alon asal klakon begitu mendarah daging sehingga sudah tidak bisa lagi diubah. Pernah saya belanja di Hero Supermarket di TP (Tunjungan Plaza), saya sudah ditunggu hubby diluar, tapi si mbak kasir dengan santainya menghitung uang kembalian, kemudian diulanginya lagi di depan saya, satu per satu lembaran uang itu dihitungnya kembali untuk menunjukkan pada saya bahwa ia tidak salah hitung. Well, that’s good but not that good for a hasty customer like me at that time. What a waste of time.

BERGEGAS MENCEGAH GLOBAL WARMING

Manusia yang sadar bahwa bumi mulai menua dan tak lagi segar seperti dulu pun bergegas pula melakukan sesuatu. Kampanye tentang Global Warming dimana-mana. Pesan untuk menjaga alam tetap hijau dengan mengurangi menggunakan kantong plastik dan air-conditioner (syulit sungguh syulit, dengan udara sepanas ini...), membuang sampah sembarangan, illegal logging, penanaman kembali pohon-pohon yang sudah ditebang juga diseru-serukan. Es di kutub yang sudah mencair yang menyebabkan permukaan air laut lebih tinggi juga digembar-gemborkan, supaya orang-orang merasa bahwa sudah waktunya kita tak lagi memikirkan keuntungan diri kita sendiri di masa sekarang, tapi juga kehidupan anak cucu kita kelak. 

Indonesia sebagai Negara kepulauan, seharusnya lebih serius menghadapi isu Global Warming ini. Karena jika ramalan para ahli itu terjadi beberapa tahun mendatang, Indonesia termasuk salah satu dari beratus-ratus ribu pulau lainnya yang akan tenggelam. Tapi dari apa yang saya lihat di keseharian saya, saya tidak melihat keseriusan itu dalam gaya hidup masyarakat Indonesia. Orang-orang yang buang sampah ke sungai, ke sembarang tempat yang kebetulan dilalui, dari jendela mobil, masih banyak. Puntung rokok juga banyak berserakan di jalan. Ternyata, manusia-manusia yang tinggal di Indonesia bukan termasuk mereka yang bergegas melakukan tindakan pencegahan Global Warming. Ironis. 

BERGEGAS? 

Saat ini, krisis ekonomi global yang berpusat di Amerika membuat orang-orang di seluruh dunia tertegun. Ekstrimnya barangkali diam sejenak untuk mencoba memahami apa yang sebenarnya sedang terjadi di negeri Paman Sam sana. China mungkin sedang kalang kabut karena ekspor barang ke sana berkurang yang menyebabkan sumber devisa menurun. Pabrik mobil di Jerman barangkali juga menurunkan produksi mobilnya karena pembelian mobil di Negara maju tersebut mengalami kemunduran. Alih-alih mobil, rumah pun sedang ramai-ramai dijual di sana. Ketika saya nonton Metro TV kemarin, saya tahu kalau stasiun TV ini bikin program baru dengan judul OPPORTUNITY IN CRISIS. Barangkali memang waktunya. Bukan karena senang dengan krisis global yang sedang terjadi (alisa bersenang-senang diatas penderitaan orang lain) tapi lebih kepada kesempatan yang tiba-tiba ada. 

Sayangnya, instead of menggunakan kesempatan itu sebaik-baiknya untuk menangani banyak masalah yang sebenarnya sudah terjadi di Indonesia, ada orang-orang yang lebih ribut dan bergegas-gegas mengurusi moral orang lain ketimbang ribut dan bergegas-gegas mencari cara bagaimana perekonomian di Indonesia semakin membaik, tingkat kriminalitas di Indonesia menurun, pendidikan yang layak di Indonesia bisa diberikan pada seluruh lapisan masyarakat, dan pembangunan lebih merata ke seluruh tempat di Indonesia, bukan hanya di pulau Jawa saja. Orang-orang dibalik pembuatan RUU Anti Pornografi yang bergegas-gegas memaksa bapak presiden untuk mensahkannya jadi UU. Seriously, saya nggak tahu musti ngomong apa. Membaca draft-nya yang sudah diperbarui itu pun bikin saya mual. Mereka memberi arti sendiri tentang pornografi. Padahal menurut Wikipedia (yang memberikan arti global), pornography or porn is the explicit depiction of sexual subject matter with the sole intention of sexually exciting the viewer (pornografi adalah penggambaran eksplisit menurut subyek secara seksual dengan tujuan yang murni untuk menyenangkan pelihat secara seksual).Which means, yang menjadi masalah adalah bukan gambar atau obyek-nya, tapi subyek yang terangsang. Ibaratnya, pisau yang diciptakan untuk memotong sayur-sayuran dan daging di atas meja dapur, tapi digunakan untuk membunuh manusia. Apa yang salah pisaunya? Pencipta pisaunya? Tentu penggunanya kan? Dan seriously, apa dengan dilarang semuanya tiba-tiba akan baik-baik saja? Sekarang saja, angka pemerkosaan di Indonesia masih lebih tinggi daripada Negara-negara lain yang barangkali norma agamanya tidak sekeras yang digembar-gemborkan di Indonesia. Tapi tak banyak yang peduli dengan masalah ini, lebih banyak yang peduli dengan artis-artis yang kawin cerai. 


Saya sendiri merasa bahwa memang ada kalanya perlu sekali untuk bergegas. Tapi bergegas dalam hal yang positif. Yang tidak mengutak-utik moral orang lain dan hak asasi masing-masing individual, karena moral adalah hal yang sangat pribadi dan tidak ada yang dapat mengubah moral seseorang selain orang itu sendiri. Bergegas menentukan prioritas, yang mana yang harus diperbaiki lebih dahulu. Tapi jangan sampai bergegas sehingga lupa menikmati hidup. Itu saja.  
 

Friday, 17 Oktober 2008

0 komentar ajah: