Thursday, April 02, 2009

rasa itu

Pagi itu masih seperti biasa. Saya datang agak telat *hehehe* juga masih rada biasa. Saya duduk juga di kursi biasa. Saya nyalain komputer dan ngecek email, juga hal biasa. Hati juga masih biasa-biasa saja. Tenang dan damai. Kemudian, mata ini tertumbuk pada satu email. Membaca subject-nya saja saya sudah bisa menduga. Dan hati yang tenang itu mulai sedikit beriak. Sedikit ada ombak. Koneksi internet yang selambat siput bahkan tidak membantu menenangkan. Voila! Akhirnya terbuka juga. Saya baca perlahan-lahan. Ombaknya semakin lama semakin besar. Semakin dahsyat, tapi tentu saja tak sedahsyat tanggul jebol di Situ Gintung. Karena apa? Karena saya mencoba menahannya. Sekuat mungkin. Perasaan apa ini? Ahh.. perasaan ini sering muncul, tapi tentu saja tidak sebesar saat ini. Perasaan ini bernama: IRI HATI.

Betul. Iri hati, itu yang saya rasakan. Pada email itu, si penulis mengatakan bahwa ia mendapatkan kesempatan lagi untuk studi lanjut *setelah post doctoral yang dia ambil..glek* di New Zealand - negeri dimana Lord of the Ring versi layar lebar lahir.

Jujur saja, siapa sih yang nggak pernah iri? Semua manusia pasti pernah. Yang sudah berkecukupan pun bisa iri juga kok. Barangkali memang sudah sifat dasar manusia sejak zaman Adam yang juga iri dengan kemahakuasa-an Tuhan, dan karena itu Adam menggigit buah yang diberikan istrinya. Itu pula yang menyebabkan Tuhan mencetak salah satu perintah di loh batu: JANGAN MENGINGINI MILIK ORANG LAIN. Karena pada kenyataannya sulit sekali untuk tidak mengingini milik orang lain.

Dari dulu saya kepengen studi lanjut. Dulu sekali, sebelum suami dapat beasiswa S2 di Melbourne, Australia, saya sudah bermimpi ingin sekolah lagi. Dulu saya pengen kuliah di USA. Mendengar banyak cerita oleh tante saya yang pernah bertahun-tahun tinggal di USA bikin saya ngiler. Saya pengen kuliah di San Francisco State University - just like my auntie. Meskipun barangkali otak saya enggak seencer beliau. Kemudian ketika saya sempat diberi kesempatan untuk menemani suami menyelesaikan S2-nya dan tinggal di Melbourne selama setahun, saya pindah haluan. Saya pengen kuliah di University of Melbourne - just like my husband. Tapi ketika untuk ketiga kalinya application letter saya untuk mendapatkan beasiswa di kampus itu ditolak, saya mulai berpikir untuk pindah haluan lagi. Apalagi mendengar cerita sepupu suami yang ambil S2 di Belanda dan melanjutkan hidup disitu dengan bekerja. Saya juga jadi kepengen kuliah di Belanda. Kenapa? Karena kalau bisa tinggal di Belanda, dekat kemana-mana. Ke Prancis bisa - buat ketemu Nyonya Besar Eiffel *pinjam istilahnya Andrea Hirata*, ke Jerman bisa. Eh, bisa nggak sih? Teman-teman saya bilang bisa soalnya, hehehe. Jadi kesimpulannya, saya memang suka iri dan it's not something to be proud of. Dan yang kali ini, keirian saya cukup besar. Cukup besar sehingga April Mop kemarin, saya ngerjain teman-teman kantor dengan bilang bahwa saya dapat beasiswa sekolah di London jurusan Creative Writing. Yang mana tentu saja saya harus berakting seolah-olah saya dapat beneran supaya looked convincing. Sungguh seperti orang bodoh, meskipun untuk sesaat seolah-olah saya memang hendak terbang ke negeri itu. Sama artinya dengan menipu diri sendiri. Beginilah orang bodoh yang sedang menipu diri sendiri.

Dari itu semua, saya mengambil kesimpulan bahwa saya ini PLIN-PLAN. Saya kepengen apa aja nggak jelas, bagaimana Tuhan mau mengabulkan permintaan saya! Saya kepingin disini, disitu, itu semua karena orang lain, bukan karena saya sendiri kepingin kesitu! Jauh di ruang hati saya yang terdalam, saya menjerit. Saya memohon. Saya menuntut. Ironisnya, saya tidak pernah mendoakan jeritan saya, permohonan saya, tuntutan saya.

Saya masih kepengen studi lanjut. Tapi bukan karena iri. Karena saya masih ingin melihat dunia. Saya masih ingin banyak belajar. Saya merasa belum cukup dengan apa yang sudah diserap oleh otak saya. Saya masih kepingin bertemu dengan banyak orang dari banyak negara dengan banyak latar belakang. Saya kepingin melihat langit biru di sisi lain bumi ini.

Dan rasa iri itu sudah tergantikan saat ini. Semangat. Never give up. Pray.

Thursday, 2 April 2009
8:50 pm


PS: Thanks to Jusak, who has reminded me to never stop trying...

8 komentar ajah:

Santi said...

Halo Jessie, salam kenal ^^
Aku sering mampir ke blog-mu, biasanya setelah bertandang ke blog-nya Ria dan Kristina. Suka banget baca tulisan-tulisanmu, terutama yang ini. Aku juga sering merasa iri dan pengen banget sekolah ke luar negeri... Mulai saat ini, rasa iri diganti dengan semangat, harapan dan doa... yuuukkk... ^^
Thanks for sharing such an inspiring article ^^

jc said...

Hai Santi!! Salam kenal juga. Terima kasih sudah sering mampir ke blog saya, hehehehe. Jadi wong Muntilan itu anda.. ;D. Bukan asli Pekalongan tho? Kok kayak familiar gitu..
Yukk mari bersemangat, berharap dan berdoa.. Amennnnn...!

kristina said...

hai jes..hai san..ternyata dirimu sering mampir di blognya jessie juga ya hehe. bener jes..rasa iri itu emang ga enak banget. jadinya kita selalu ga bersyukur atas apa yang kita punya. aku juga sering iri ama temen2 yang bisa ke luar negeri karena dari kecil dulu aku pengen banget liat salju. dan kemaren2 ada kesempatan buat ke luar negeri tapi aku terpaksa melepaskan karena ada hal laen yang lebih penting yang harus aku lakukan. aku juga masih sering stres deh kalo inget udah melepaskan impian.
tapi...baca artikel kamu ini aku jadi menyadari mungkin itu juga bukan rencana Tuhan. rencana Tuhan adalah aku melakukan apa yang sekarang aku lakukan ini....pasti kalo udah dikehendaki Tuhan..aku bisa ke luar negeri hehe....amin.

jc said...

Wah, Kriss.. "sempat melepaskan impian" dan masih terus berjuang smp sekarang itu ruar biasa lohh!!! Tetaplah bermimpi, karena suatu saat, mimpi itu yang meraihmu! Hehehehe.
Mari kita berdoa bersama-sama.. amennnn!!! *soalnya kita pada pengen keluar negeri yah??*

Santi said...

Iya nih, pengen banget ke luar negeri, tapi yang jauh ke benua lain. Soalnya kalo cuma ke Singapore memang tidak terlalu mahal (nabung setahun udah bisa pergi) tapi situasi dan kondisinya mirip-mirip Indonesia, jadi gak terlalu berasa ke luar negerinya, hehe... ^^
Aku asli Muntilan, tapi punya temen asal Pekalongan juga, Lili dan Leony, mereka kuliahnya angkatan '96.
Kenal ga? ^^

jc said...

to Santi: Wew.. angkatan 96?? Saia mah angkatan 99 hehe.. lebih muda. Seangkatan ama Fani dong ya? Kenal ga? Malah ga kenal lagi wong kamu dari Muntilan kok ya.. ngaco dah.. hehehe.
Iyah setuju. Singapore, Malaysia dan Thailand, ampir2 mirip yah?? Pasti maunya ke Eropa, US, Australia.. hihihihi..

dy_nita said...

T.T
kita mirip dalam hal ini
T.T

aku suka nggak jelas pingin ini itu, dan suka iri sama orang yang bisa ini itu...

GOSH!!
ayo berjuang melawan iri!

jc said...

Marilah berjuang denganku, dekap aku dan hanyutkanku.. *hoh? kok jadi lagunya aura kasih?* Asikk ada kembaran lagii.. hehehehe