Sunday, May 31, 2009

orang-orang di balik layar

Saya suka sekali nonton film. Apalagi film dengan kata-kata yang bagus, yang bisa dikutip untuk diketik ulang di status fb, di status ym, maupun di blog. Tapi sebagus apapun dialog yang diucapkan pemain, sang penulis naskah bukanlah yang muncul dalam benak saya. Jika saya dengar kata-kata: "I believe there's a hero in all of us, that keeps us honest, gives us strength, makes us noble, and finally allows us to die with pride, even though sometimes we have to be steady, and give up the thing we want the most. Even our dreams…", maka yang muncul adalah Aunt May di Spiderman 2 yang mengucapkan dialog itu. Saya tidak akan terlintas Alfreg Gough, Miles Millar, David Koepp, Michael Chabon yang merupakan tim penulis naskah film tersebut. Jika saya dengar kata-kata: "Life is like a box of chocolate." maka yang saya ingat adalah Forrest Gump yang nunggu di halte bus dengan model rambutnya yang aneh itu, bukan Eric Roth, sang penulis naskah. Padahal kata-kata keren itu yang menciptakan ya penulis, bukan si aktor.

Saya jadi berpikir. Memang lebih sulit jadi kru produksi daripada pemain. Capeknya sama, bahkan mungkin lebih capek dari pemain, tapi siapa yang dapat nama? Ya pemainnya! Kalau film selesai, terus ada sederet nama yang muncul, sebagian penonton barangkali sudah meninggalkan tempat, jika ada yang tinggal, mereka bakal lebih memperhatikan nama-nama pemain ketimbang puluhan nama yang berjejer dibawah tulisan: STUNTS atau MUSIC DEPARTMENT atau TRANSPORTATION DEPARTMENT. Padahal peran mereka juga tak kalah pentingnya sehingga film dapat dinikmati penonton.

Saya suka berada di atas panggung. Saya menikmati. Tapi justru itu pergumulan terbesar yang harus saya hadapi. Karena diatas panggung, saya berjuang melawan diri saya sendiri. Saya yang kepingin diakui. Saya yang kepingin dipuji. Saya yang dibilang "bagus" oleh yang nonton. Saya yang dibilang "bisa nge-MC atau bisa akting" oleh penonton. Melayang sekali bukan jika kuping mendengar pujian?

Kadang-kadang, saya dipaksa untuk menjadi salah satu dari orang-orang di balik layar. Orang-orang yang barangkali tidak diperhatikan sama sekali oleh penonton. Paling banter, orang bertanya: "Sutradaranya siapa?" Tapi jarang sekali yang bertanya: "Pimpinan produksinya siapa?" atau "Penulis naskahnya siapa?" atau "Lightingnya siapa?" atau "Sie Dananya siapa?" atau "Sie Transportasinya siapa?" Jarang. Tapi justru orang-orang itu yang bikin pemain bersinar diatas panggung, bisa main bagus diatas panggung.

Tidak mengapa. Orang-orang dibalik layar diperlukan untuk tetap dibalik layar dan tidak diperhatikan, supaya saya bisa belajar dari mereka bahwa ketika pementasan atau sebuah proyek besar dilakukan, pementasan atau proyek besar itu berhasil bukan karena saya, tapi karena Yang Di Atas dan kerjasama antar pemain dan tim (yang kelihatan dan tak kelihatan).

Dan saya.. siap jadi orang di balik layar. Meski untuk itu, saya juga melawan diri saya yang lain.

Tuesday, 26 May 2009

3 komentar ajah:

Anonymous said...

nice artike. meski ga terllau ngerti tp cukup menghibur di sela2 kesibukan gw. Thanks. Salam kota pahlawan tercinta. :)

Mantan anak kuliahan sby.

rikes said...

Alfreg Gough, Miles Millar, David Koepp, Michael Chabon, Eric Roth...
siapa pula mereka?
n___n

joanne said...

wow...kesimpulan yg bagus di paragraph terakhir :D