Wednesday, October 14, 2009

batik

Sebenarnya saya mau tulis ini sudah lama, sejak saya tahu kalau UNESCO menetapkan batik adalah warisan budaya bangsa yang berasal dari Indonesia. I also found this in UNESCO website.

"Indonesian Batik has a rich symbolism related to social status, local community,
nature, history and cultural heritage; provides Indonesian people with a sense of identity and continuity as an essential component of their life from birth to death; and continues to evolve without losing its traditional meaning."
Selanjutnya pada tanggal 2 Oktober, ditetapkan menjadi hari Batik - untuk merayakan keputusan dari UNESCO tersebut. Thanks to UNESCO - and our neighbour.

Pada waktu saya mendengar ini, sebenarnya saya cukup senang dan bahagia *ceilah bahasanya*. Karena akhirnya budaya kita diakui dunia luar! Akhirnya kita berhasil 'ngecup
' atau klaim duluan bahwa batik adalah budaya negara kita, bukan budaya negara tetangga yang suka ngaku-ngaku itu! Akhirnya Pekalongan rules! Karena eh karena Pekalongan adalah kota batik dan kampung halaman saya! Akhirnya!

Tapi kemudian saya berpikir ulang. Sebenarnya, diakui tidak diakui, diresmikan tidak diresmikan BATIK tetap produk Indonesia kok. Tari pendet biarpun di-klaim sama negara tetangga juga tetap produk Indonesia kok. Yang ciptain juga orang Indonesia. Warisan budaya bangsa yang berasal dari Indonesia kok. Kita gembira dan menetapkan hari batik, kemudian ribuan orang turun ke jalan dan mengenakan baju batik, pertanyaan yang menggelitiki adalah: KENAPA BARU SEKARANG? Kenapa baru sekarang sih kita bangga bahwa kita punya batik? Dulu sebelum baju batik jadi trend, jarang sekali saya lihat anak-anak muda pakai batik. Jangankan anak-anak muda, yang tua-tua *baca: dewasa* juga jarang. Paling-paling kalau cuma mau kondangan atau menghadiri pemilihan lurah atau waktu lebaran. Kenapa baru bangga sekarang setelah bertahun-tahun batik itu secara turun-temurun diproduksi oleh anak-anak bangsa Indonesia? Kenapa baru menetapkan batik day itu tahun ini? Kenapa? Enggak, saya enggak bilang kalau hari memakai batik tanggal 2 Oktober kemarin itu sia-sia dan useless. Saya pakai rok batik hari itu, dan senang sekali sejauh mata memandang terlihat orang pakai batik. Kampus tempat saya bekerja jadi lautan batik. Saya senang. Ini awal yang bagus. Tapi ya itu tadi.. kenapa baru sekarang?

Bolehlah dibilang saya skeptis, saya berpikiran negatif, tapi saya merasa euforia batik day beberapa waktu yang lalu itu euforia karena akhirnya kita berhasil mendahului negara tetangga untuk dapat 'pengakuan' dari UNESCO. Sudah cukup tari pendet, rendang, aksara jawa yang di-klaim sebagai milik mereka. Sudah cukup! Tapi kalau dipikir ulang lagi *kebanyakan mikir ulang nih*, mereka boleh meng-klaim, tapi yang sebenarnya itu semua asli produk Indonesia! Yang menciptakan juga orang Indonesia!

Saya sempat membaca blog-nya marcell siahaan (yang menikah dengan artis asal negara tetangga tersebut). Pada waktu rakyat Indonesia marah karena banyak budaya Indonesia diaku-akui sebagai budaya negara tetangga, ia sedang dalam persiapan bekerjasama dengan musisi asal negara tetangga tersebut. Entah yang dikatakannya ini wujud pembelaan diri dia atau memang pemikirannya saja, tapi dia bilang begini: Jangan seperti anak kecil yang merengek dan langsung marah-marah, banting-banting barang ketika mainannya diambil. Padahal kalau mainannya tidak disentuh, anak itu juga lupa kalau dia pernah punya mainan. Jangankan diurus, diingatpun tidak (Marcell's blog).Dan terus terang saja, maaf jika pembaca mungkin tidak setuju, tapi saya akur dengan kalimat ini. Selama ini saya melihat juga budaya Indonesia sudah tidak terlalu lagi menjadi kebanggaan. Modernity! Tarian jawa mah kuno! Musik dangdut itu musik kampung! Aksara jawa itu bahasa dan tulisan yang ribet! Bikin nilai pelajaran bahasa daerah saya dulu menghiasi rapor karena jadi satu-satunya yang warnanya merah *wah ketauannnn*. Kalau datang ke pernikahan, biasanya musiknya pakai lagu-lagu barat *saya juga lhooo hehehehe, jadi malu*, jarang saya dengar pakai musik dangdut *uhm, mungkin kecuali kalau di desa dan di kampung-kampung gitu yah*. Rata-rata kalau diusulin untuk pakai dangdut atau gending jawa suka bilang aihhh kampungan bangett sihhh *iya saya tahu enggak semua lah*, Padahal, tahu nggak, waktu saya di Melbourne dan saya sempat datang ke pernikahan teman gereja yang married sama bule setempat, mereka pakai musik dangdut untuk disko time. Tamu-tamu yang bule juga pada 'melantai' pake musik itu lho! Dan seru aja, sih. Balik ke kalimat-nya Marcell, barangkali memang perlu ada satu moment yang menyadarkan rakyat Indonesia betapa banyaknya budaya Indonesia yang sudah hampir dilupakan. Yang melulu dipikirkan sekarang malah MIYABI, PORNOGRAFI *bahkan kemben khas bali katanya pernah hendak di'musnah'kan karena bisa dianggap porno*, PORNOAKSI, SINETRON. Kenapa? Kenapa enggak menghabiskan waktu untuk memelihara budaya bangsa Indonesia yang unik dan cantik-cantik ini? Kenapa lebih ribut tentang sesuatu yang diberi nama MORAL karena helloooo... moral itu bukannya urusan pribadi masing-masing individu? Kalau memang kita bermoral, bukankah jauh lebih berguna jika menggantikan waktu untuk demo menentang kedatangan miyabi dengan terjun ke daerah gempa untuk nolongin mereka yang sedang kesusahan? Bukankah lebih bermoral jika waktu untuk demo 'bikini untuk putri indonesia di miss universe competition: perlu atau tidak?' itu diganti dengan waktu untuk memikirkan bagaimana mempopulerkan kembali budaya Indonesia dan mengembalikan nama baik Indonesia yang lekat dengan terorisme?

Saya pikir, barangkali memang rakyat Indonesia butuh tamparan dari negara tetangga *sorry about that* karena dengan begitu, kami jadi bangun dari lamunan dan mati suri serta ketidaksadaran bahwa betapa kayanya Indonesia dengan berbagai hal: perbedaan-perbedaan yang ada, suku-suku dengan keunikan masing-masing, banyak agama dan penganutnya yang saling menghormati, makanan-makanan kaya rempah, tari-tarian yang indah dan beraneka ragam. Saya akui, kadang-kadang saya tidak bangga atau mungkin bangga tapi cuek dengan budaya-budaya yang ada di Indonesia, tapi memang sudah saatnya mencintai apa yang ada di negeri sendiri *kecuali sinetron! wkakakak teteppp* , tidak melulu berkiblat pada western culture.

Anyway, I really love this song!

NEGERI IMPIAN
by: PROJECT POP (
ha!)
Alkisah sebuah negeri di jaman prasasti

Yang dulu hijau makmur gemah ripah loh jinawi

Namun tiba-tiba datang raksasa sakti

Menghancurkan negeri adu domba sana sini

Raksasa tertawa hahahahaha

Gembira karena membuat orang2 jadi sengsara
Rakyat pun menangis hihihihihi

Ksatria bertikai membela diri dan golongannya sendiri

Reff:
Ada
kah negeri impian, negeri khayalan
Negeri yang kudambakan
Disana tak ada perang dan kejahatan
Rakyatnya aman dan tentram

Menyenangkan, mengasyikkan


Nafsu serakah raksasa semakin menjadi
Tiga kali sehari dia minta upeti

Raksasa menjawab, perut buncit kayak demit

Bikin lari terbirit-birit

Adakah negeri impian, negeri khayalan

Idaman semua orang
Semua cukup sandang pangan

Bergandengan tangan

Menjunjung persaudaraan

MERDEKA!!!

Wednesday, 14 October 2009
4:01 pm

0 komentar ajah: