Monday, December 21, 2009

perempuan, hargailah dirimu sendiri

Oke, saya memang sudah sering mendengar hal yang baru saya dengar. Tapi itu tidak terjadi di sekitar saya. Atau paling nggak, saya sendiri dan orang-orang yang saya kenal tidak mengalaminya. Biasanya lebih sering saya baca di surat kabar atau dengar di televisi, baik melalui berita nasional maupun infotainment. Saya bicara tentang kekerasan dalam rumah tangga (KDRT - Sumpah, ga ada hubungannya sama KD-Anang).

Perempuan ini cantik. Ia juga lulus dengna nilai diatas rata-rata. Dan pada waktu ia kuliah, ia punya pacar yang tampan. Orang tuanya juga tidak mengalami kesulitan yang berarti secara ekonomi. Maka tak heran jika semua mengira hidup perempuan ini bahagia.

Tapi ada yang orang-orang tidak tahu. Orang-orang tidak tahu bahwa sudah sejak berpacaran, kekasihnya yang tampan itu suka memukulnya jika ia marah. Yang tahu barangkali hanya sahabat dan orang tuanya. Dan mereka sudah memberikan nasehat dan saran berkali-kali untuk meninggalkan kekasihnya itu. Mereka memang pernah putus, tapi atas nama cinta mereka kembali menjalin hubungan sampai akhirnya memutuskan untuk menikah. Tidak sedikit yang urun pendapat untuk mempertimbangkan ulang keputusannya untuk menikahi lelaki itu. Tetapi, lagi-lagi atas nama cinta dan pengakuan lelaki itu untuk sebuah perubahan yang positif menyebabkan perempuan ini mengucapkan janji setia di depan altar bersama kekasihnya itu.

Beberapa tahun kemudian. Anaknya sudah dua. Yang kedua baru berumur beberapa bulan. Ia pulang ke rumah orang tuanya bersama kedua anaknya. Matanya sembab dan di beberapa tempat ada biru-biru lebam yang mencurigakan. Tapi setiap kali ditanya ia bilang ia hanya jatuh. Pernah juga ia menjawab tidak sengaja terkena seterika panas. Banyak yang tidak percaya tentu saja, tapi perempuan ini bersikeras bahwa itu semua hanya kecelakaan belaka. Beberapa waktu kemudian ia meninggal. Visum membuktikan bahwa luka-luka di sekujur tubuhnya bukan karena jatuh, bukan pula karena seterikaan panas yang 'tidak sengaja' mengenai tubuhnya. Dan saksi-saksi yang ada bilang bahwa ia disiksa oleh suaminya, tapi ia tidak punya keberanian untuk mengatakan pada orang-orang, bahkan kepada orang tuanya sendiri, karena ia hanya akan disiksa lebih keras. Lelaki tampan itu sekarang buron. Entah dimana dia sekarang.

Saya miris. Barangkali karena sebegitu dekatnya kisah itu nyata terjadi di dekat saya. Sepasang suami istri itu dulu mahasiswa di kampus tempat saya bekerja. Tapi barangkali yang menyebabkan lebih miris adalah ketidakberanian perempuan itu untuk melapor. Memang ada agama-agama yang melarang untuk bercerai, tapi untuk kasus seperti ini butuh terapi dan perhatian khusus. Jangan pernah meniru perempuan-perempuan lemah basuhan sinetron yang sering nongol di televisi. Yang bisanya hanya berdoa, menangis dan menanti uluran tangan saja - dengan dalih: pembalasan ada dalam tangan Tuhan. Berdoa tentu sah-sah saja. Oke-oke saja. Kita memang harus berdoa untuk tiap hal yang kita harapkan dan kerjakan. Tapi berdoa saja tidak cukup! Lakukan sesuatu! Perempuan diciptakan tidak dari tulang tumit laki-laki untuk diinjak-injak, tidak juga dari kepala laki-laki untuk menginjak-injak, tapi perempuan diciptakan dari tulang rusuk laki-laki karena di mata Sang Pencipta, yang menyebabkan laki-laki dan perempuan adalah SEPADAN.

Perempuan, hargailah dirimu sendiri. Setinggi apa kamu menghargai dirimu? Setinggi apa yang sudah kamu lakukan untukmu sendiri. Jangan pernah, jangan pernah biarkan siapapun termasuk suamimu, anak-anakmu, keluargamu, siapapun menginjak-injak martabatmu. Tidak menghargai keberadaanmu. Tapi juga jangan pernah kamu sendiri melecehkan dan bahkan tidak menghormati mereka.

Monday, 21 December 2009
6:34 pm

Sunday, December 20, 2009

anak-anak itu...

Saya kasihan sama anak-anak kecil jaman sekarang. Kenapa? Begini ceritanya.

Tadi siang saya pergi ke mal deket rumah saya untuk makan siang bareng hubby dan om. Kebetulan di Food Court situ lagi rame banget. Setelah dilihat-lihat ternyata ada anak yang ulang tahun di depan stand KFC. Banyak balon dan musik-nya berdentum-dentum. Agak mengganggu sih, tapi namanya juga pesta ulang tahun anak-anak ya. Kalau mau sepi mah ke kuburan aja. Setelah beberapa waktu, sambil menunggu pesanan makanan datang, kuping saya menangkap sesuatu yang ganjil (bukan, bukan lalat kok). Gendang telinga saya mendengar lagu yang lagi diputar. Dan karena cukup familiar, maka saya kaget juga kalau lagu itu sampai diputar di pesta ulang tahun anak-anak.

Begini reffrain lagunya:
jangan jangan kau menolak cintaku/ jangan jangan kau ragukan hatiku/ ku kan selalu setia menunggu/ untuk jadi pacarmu

jangan jangan kau tak kenal cintaku/ jangan jangan kau hiraukan pacarmu/ putuskanlah saja pacarmu/ lalu bilang i love you padaku

Sama sekali enggak nyangka kalau lagu macam itu diputar di dalam pesta ulang tahun anak-anak! Dalam pesta pernikahan juga enggak cocok! Saya dan hubby sampai geleng-geleng sendiri. Lebih geleng-geleng lagi, waktu acaranya sudah mulai dan pembawa acaranya, instead of ngajakin anak-anaknya nyanyi selamat ulang tahun buat yang berulang tahun, malah lebih heboh ngajakin nyanyi ini:

Lupa, lupa lupa lupa, lupa lagi syairnya
Lupa, lupa lupa lupa, lupa lagi syairnya

Ingat, ingat ingat ingat, cuma ingat kuncinya
Ingat, aku ingat ingat, cuma ingat kuncinya

C A minor D minor ke G ke C lagi

A minor D minor ke G ke C lagi

A minor D minor ke G ke C lagi

(Note: asal tahu aja, saya sampe tanya om Google dulu lirik lagu ini, karena saya SAMA SEKALI nggak hapal!)


Saya tahu sih anak-anak Indonesia sedang krisis lagu-lagu yang sesuai untuk umur mereka. Dulu jaman saya masih ada Enno Lerian, Agnes Monica, Bondan Prakoso, Melisa 'Si Tukang Bakso', Meissye, Trio Kwek-kwek, Susan dan Ria Enes. Lirik yang mereka nyanyikan juga sederhana dan memang sesuai dengan umur mereka masing-masing. Makanya saya kasihan sama anak-anak jaman sekarang. Mereka kekurangan lagu. Mereka lebih kenal dengan lagu-lagunya es teh dua gelas, eh maksudku ST 12, Wali, Kangen Band, Kuburan Band, dsb, yang kebanyakan mengumbar lagu-lagu untuk orang dewasa (orang dewasa yang lagi cinta-cintaan). Makanya nggak heran kalau anak-anak jaman sekarang fasih sekali nyanyi lagu-lagu yang biasa ditayangkan di tipi-tipi atau lagu-lagu sinetron. Karena yang ada memang cuma itu! Tapi malah mengherankan kalau ada orang tua yang ngomong dengan bangga bahwa anaknya yang baru berumur tiga tahun bisa nyanyi tema lagunya sinetron dengan lengkap. Kemana sih Papa T. Bob yang biasa ciptain lagu anak-anak itu? Seandainya anak-anak sekarang enggak krisis lagu-lagu yang sesuai dengan umur mereka, mungkin pesta ulang tahun anak itu tadi enggak perlu memutar lagu-lagunya ST 12. Tapi hanya untuk pesta ulang tahun saja lho, enggak masalah kan pakai lagu anak-anak yang sudah ada biarpun jadul? At least, itu lebih cocok untuk mereka gitu loh. Seandainya anak saya diundang ulang tahun yang lagu-lagunya pake lagu-lagu yang tadi diputar, kira-kira apa yang bakal saya lakukan ya? Diam saja sambil senyum-senyum kecut? Atau pamitan dengan dalih ada acara lain?

Let's worry about that when I have to. ;)

Sunday, 20 December 2009
5:57 pm

Tuesday, December 15, 2009

saya nggak benci dia

Saya membaca kalimat itu, tapi sama sekali tidak terpikirkan bahwa saya akan memikirkannya sampai beberapa hari ke depan.

Bunyi kalimatnya begini: "Kasihilah seterumu; Peduli amat?"

Iya. Saya = "Peduli amat?" Saya duduk di bangku belakang organ karena bertugas mengiringi dan saya duduk manis mendengarkan khotbah hari Minggu itu.

Saya tahu. Saya tahu bahwa sebagai orang Kristen saya seharusnya mengasihi orang yang membenci saya atau orang yang saya benci atau orang yang mbencekno. Saya tahu bahwa kalau saya hanya menyayangi mereka yang baik pada saya, saya sama saja dengan orang-orang 'biasa' lainnya. Saya juga tahu bahwa lebih baik saya mendoakan berkat buat orang yang saya benci, bukan malah merencanakan balas dendam. Saya juga tahu bahwa saya diperintahkan seperti itu not for my enemy's sake, tapi for my sake; supaya saya bisa tidur tenang tiap malam, supaya saya enggak melulu berpikiran jelek tentang orang-orang tertentu. Dan saya tahu bahwa mengasihi dan mendoakan orang yang saya benci itu NGGAK REALISTIS.

Saya pernah begitu percaya dengan seseorang. Saya menganggap dia paling mengerti saya. Dia sahabat saya sekaligus saudara saya biarpun enggak ada ikatan darah. Dan saya enggak pernah (ini betul, saya tidak berlebihan) ngomong jelek di depan atau di belakangnya dengan maksud serius. Tapi ada satu waktu. Satu waktu yang kalau barangkali memang sudah waktunya kamu akan beranggapan bahwa seseorang yang kamu percaya dan kamu anggap sahabat ternyata tidak sesuci dan semulia yang kamu kira. Ada satu waktu kamu berpikir bahwa kamu totally wrong tentang dia. Bahwa ternyata dia sama sekali enggak memahami kamu, dan lebih lagi kamu menemukan juga bahwa dia itu backstabber.

Dan satu waktu itu, ketika saya mengalaminya sendiri, saya harus akui. Itu adalah saat dimana saya pernah membenci orang sepanjang hidup saya. Bahkan melihat wajahnya pun saya muak. Dengar suaranya pun bisa bikin perut saya mual. Membaca statusnya di facebook pun bisa bikin saya pengen banting komputer (untung saya masih punya akal sehat). Saya pernah menangis semalaman gara-gara bertengkar dengan dia. Saya menangis karena saya membodohi diri saya sendiri karena sudah begitu percaya padanya. Seumur-umur, baru kali itu saya rasakan. Dan memang benar. Rasa benci bisa lebih kuat berkali-kali lipatnya daripada rasa-rasa lainnya. Dan rasa benci itu betul-betul seperti racun yang menggerogoti dirimu pelan-pelan.

Ada banyak hal, banyak pemikiran dan banyak ucapan yang bisa bikin saya berpikir normal kembali. Tidak. Saya masih belum bisa melupakan apa yang terjadi di malam naas itu, tapi paling tidak saya merasa saya tidak membencinya. Saya sudah bisa melihat wajahnya. Sudah bisa ngomong santai kalau ketemu dengannya. Dan sudah enggak kepengen banting komputer kalau baca statusnya di facebook. Tapi ada satu rasa baru. Saya enggak benci dia. Saya cuma kehilangan rasa percaya atas dirinya. Dan rasa ini menimbulkan konsekuensi baru: sebisa mungkin saya nggak mau melakukan hal-hal yang berhubungan dengannya. Sebisa mungkin. Bahkan jika di suatu waktu, saya harus ke toilet dan nggak ada orang lain yang barangkali bisa dititipin anak saya selain dia, saya akan memilih untuk membawa anak saya ke toilet daripada saya nitipin anak saya ke dia.

Saya nggak bisa tidur cuma semalam itu saja setelah pertengkaran dengannya. Selebihnya saya bisa tidur nyenyak. Saya bisa makan banyak. Intinya, saya nggak mengalami apa-apa saja yang biasanya dialami oleh orang yang punya musuh dan rasa benci yang berurat dan berakar. Yang saya masih nggak bisa lakukan adalah: saya nggak bisa mendoakan berkat buat dia. Ini bikin saya miris. Kenapa? Karena saya tahu apa yang baik dan benar untuk dilakukan, tapi saya nggak bisa melakukan. Saya bukan malaikat. Saya bukan orang suci.

Saya tanya sama Tuhan: Tuhan, apa kalimat itu buat saya? Kalau betul, maafin saya, Tuhan.. kasi saya sedikit waktu lagi, supaya saya bisa betul-betul lupa dan bisa ngedoain dia. Saya enggak benci dia. Saya cuma kehilangan rasa percaya.

Barangkali itu pe-er buat saya untuk sebuah resolusi di tahun yang baru.

Tuesday, 15 December 2009
1:04 pm

Thursday, December 03, 2009

tangga

Anakku suka sekali dengan tangga. Tiap kali melihat tangga ia selalu menggapai-gapai tanganku, supaya aku mau menemaninya naik, mengeksplorasi dunia apa yang ada di ujung tangga. Kadang-kadang, karena kekhawatiranku yang berlebihan, aku lebih sering melarangnya untuk naik. Ngeri rasanya membayangkan ia memanjat tangga itu dan jatuh berdebam karena langkahnya belum seteguh langkah orang dewasa. Suara tangisannya bisa bikin hatiku remuk. Apalagi suara tangisan karena menahan sakit.

Tapi aku tahu mengapa ia suka sekali dengan tangga. Setidaknya barangkali kesukaannya dia akan tangga itu bisa merupakan persoalan genetik. Aku pun dulu tergila-gila dengan tangga. Setiap kali melihat tangga aku selalu bergegas ingin memanjat. Berkali-kali ayah dan ibuku berteriak-teriak melarang, karena tidak semua tangga aman untuk anak kecil. Kadang-kadang selain tidak aman, tangga itu berada dalam area asing. Di rumah orang lain misalnya. Tidak mungkin orang tuaku membiarkanku berkeliaran menaiki anak tangga.

Jika ditanya mengapa aku tergila-gila dengan anak tangga, maka jawabku begini. Aku ingin tahu apa yang ada disana. Di ujung tangga sebelah atas maksudku. Apakah disana ada ruangan serupa dengan dibawahnya? Apakah ruangan biasa saja? Atau malah lebih menarik? Atau jangan-jangan disana ruang angkasa yang tidak bisa sembarangan manusia masuk? Seringkali bahkan aku berimajinasi bahwa ujung tangga adalah pintu menuju dunia yang tidak pernah kulihat sebelumnya. Dimana lingkarannya berbentuk segitiga, sementara yang berbentuk kotak dibilang hati dan yang berbentuk hati dibilang trapesium. Bayangkan jika ujung tangga itu adalah ruang masa depan. Pasti aku akan nekad memanjat untuk barang sejenak mengintip seperti apa masa depan itu. Sampai sekarang aku masih suka dengan tangga meskipun tidak segila-gila dulu. Mengapa? Karena aku sudah tumbuh dewasa. Pikiranku jadi lebih cupet. Ada rasa takut, rasa khawatir, rasa sungkan dan rasa-rasa tak enak lainnya. Lagipula, imajinasiku akan ujung tangga sudah tak lagi menarik. Ah, imajinasi anak kecil selalu jauh lebih menarik daripada imajinasi orang dewasa. Dalam pikiran orang dewasa, tangga hanyalah alat untuk menuju lantai dua. Apa yang ada di lantai dua itu tergantung dari apa yang ada di lantai pertama. Jika lantai pertama adalah toko baju anak-anak, maka kemungkinan besar lantai kedua adalah toko mainan anak-anak. Jika lantai pertama hanya ada ruang tamu, ruang tengah dan ruang makan, maka hampir bisa dipastikan lantai kedua berisi kamar-kamar tidur. Kamar tidur orang tua dan kamar tidur anak. Tidak menarik bukan?

Buatku, penemuan tangga jauh lebih brilian daripada penemuan lift/elevator. Penemu elevator si Elis G. Otis itu pasti orang yang malas memanjat tangga, makanya berpikir daripada dia yang tersengal-sengal menggerakkan kedua kakinya untuk naik tangga satu persatu, biar tangganya saja yang bergerak. Seperti yang kadang-kadang kulihat pada mahasiswa-mahasiswa dikampusku. Naik ke lantai tiga dari lantai dua saja naik lift, padahal jalan menuju lift lebih jauh daripada jalan menuju tangga. Lagipula, masih menurutku, lift dan elevator itu hanyalah merupakan pengembangan dari ‘bentuk’ anak tangga. Tugasnya sama, dengan tujuan yang sedikit ditambahkan. Setidaknya manusia yang menggunakan lift/elevator tidak perlu ngos-ngosan untuk naik ke lantai berikutnya, juga tidak membuang terlalu banyak waktu. Tapi, tetap saja, buatku tangga masih lebih menarik dan lebih brilian. Asal tahu saja, konsep tangga diciptakan pertama kali untuk mengambil madu dari sarang lebah diatas pohon. Dan ini dilakukan oleh manusia-manusia zaman batu dulu. Kata siapa manusia modern lebih pintar dari manusia zaman dulu? Keliru. Manusia modern justru lebih manja dan tinggal menikmati dan mengembangkan hasil penemuan-penemuan manusia terdahulu.

Kenapa aku masih suka dengan tangga? Karena tangga juga mengingatkanku tentang hidup. Jangan pernah memikirkan lelahnya menaiki anak-anak tangga karena rasa lelahnya akan terbayar jika sudah sampai di ujung anak tangga. Setidaknya rasa penasaranmu terjawab. Dan tak ada yang lebih menyenangkan daripada rasa penasaran yang terjawab, meskipun jawabannya tidak kau sukai sekalipun. Apa yang akan terjadi tahun depan? Apa yang akan terjadi tahun 2012? Apa yang akan terjadi jika aku sudah tua, peyot dan tidak terlihat cantik lagi? Itu urusan nanti. Naiki saja anak tangganya satu persatu. Karena tiap anak tangga memiliki pemandangannya sendiri-sendiri, kesulitannya sendiri-sendiri. Apapun yang terjadi di akhir anak tangga, itu urusan nanti.

Gitu aja kok repot.

Thursday, 3 December 2009
3:03 pm