Friday, March 26, 2010

manusia yang lentur

Manusia mana sih yang sama sekali lepas dari masalah? Alladin pernah bermimpi bahwa suatu hari ia akan menjadi kaya, tinggal di istana dan bebas dari masalah. Tapi benarkah menjadi kaya dan tinggal di istana itu bebas dari masalah? Karen sebaliknya Jasmine merasa menjadi putri dan tinggal di istana adalah suatu masalah karena ada banyak hal yang ia ingin hindari tapi tidak bisa, contohnya: dia harus kawin meskipun tak ingin. Tapi begitulah. Dari yang miskin hingga kaya, jelek hingga cakep, semuanya pasti pernah punya masalah. Termasuk saya sekarang ini.

Tetapi saya pikir ma
nusia itu seperti karet. Lentur. Semakin ditarik seharusnya ia takkan putus melainkan semakin panjang. Saya mulai berpikir ini sejak beberapa waktu yang lalu. Pada waktu itu saya dan mami saya pergi ke kantor pajak di daerah Jagir-Wonokromo (orang Surabaya pasti tahu). Menurut saya, jarak antara rumah saya yang di daerah Surabaya Selatan ke kantor pajak itu enggak terlalu jauh - kalau naik kendaraan, kalau jalan kaki ya memang ajubileh jauhnya, sampai di kantor pajak yang ada malah nggak jadi bayar pajak tapi petugas pajaknya yang heboh nanganin saya yang pingsan sambil melolong-lolong minta sego sambel. Oya, intermezzo, ngurus pajak enggak seribet yang selama ini orang kira. Hanya lima menit, nggak pakai antri, ruangan pake asi, eh ase dan petugasnya juga rampi - ramah dan rapi (kok saya jadi ngiklanin pajak yah?). Karena sebentar itu mami saya komentar begini: ''Udah? Cuma gitu aja? Ga cucuk ambek adohe (ga seimbang dengan jauhnya).'' Mami saya ini seumur hidupnya tinggal di Pekalongan, jadi arti kata 'dekat' buat mami saya ya perjalanan yang bisa ditempuh dengan kaki dan lima menit nyampe. Dulu saya juga begitu. Buat saya Pekalongan-Comal itu jauh, tapi ternyata masih lebih jauh rumah saya yang sekarang ke Kenjeran padahal kedua tempat itu masih berada dalam satu kota. Saya yang dulu barangkali sependapat dengan mami saya, kalau jarak dari rumah saya ke kantor pajak memang jauh. Kenyataannya hampir sepuluh tahun saya tinggal di Surabaya saya jadi sadar bahwa jarak itu enggak jauh. Jauh itu berarti rumah saya ke Pasar Atum atau rumah saya ke Jembatan Merah Plaza. Saya jadi terbiasa. Tanpa saya sadari saya sudah menyesuaikan diri dengan kota Surabaya. Pekalongan-Comal dirasa sudah tak jauh lagi.

Itulah sebabnya saya bilang manusia itu lentur, karena sebenarnya manusia didisain untuk dapat mengatasi apapun yang terjadi dalam hidupnya. Kalau saya pikir-pikir, sadar enggak sadar ternyata saya berhasil juga melewati s
etiap masalah yang lewat dalam hidup saya. Bahkan jika ingin lebih direnungkan, masalah-masalah yang ada itu justru bikin saya lebih dewasa, lebih mengerti tentang hal-hal yang semula sama sekali enggak terpikirkan. Hidup di dunia ini memang seperti belajar di sebuah sekolah yang dinamakan school of life. Karena itu ada yang namanya ujian. Saya benci ketika masalah datang. Apalagi jika datangnya serombongan langsung, enggak satu-satu, enggak mau tahu, enggak sabaran dan enggak pergi-pergi padahal udah diusir-usir. Tapi ketika masalah itu akhirnya berlalu saya jadi orang yang sedikit berbeda dari saya sebelumnya.

Makanya saya enggak pernah menggunakan roda untuk mengibaratka
n jalan hidup ini. Bagi beberapa orang barangkali datangnya masalah itu adalah saat-saat sedang dibawah. Buat saya masalah ibarat ujian untuk naik kelas, karenanya saya menggunakan sekolah untuk mengibaratkan kehidupan saya. Buat saya tidak ada kehidupan atas dan bawah, bahwa saat di atas adalah saat-saat sukses, saat-saat sehat, saat-saat uang menggunung seperti punyanya paman gober dan saat di bawah adalah saat-saat sebaliknya. Buat saya tidak seperti itu. Bahkan saat-saat yang biasa dianggap sukses itu pun pasti ada juga masalah menghadang.

Karena itu juga saya masih heran jika ada yang bertanya: ''Does God exist?'' Mau percaya tidak percaya Ia tetap ada. Coba perhatikan diri sendiri, sekeliling dan semesta ini. Begitu rumit dan kompleksnya sistem kehidupan di semesta ini. Bahkan sistem perputaran planet mengelilingi matahari pun begitu mengesankan. Tidak usah jauh-jauh, bagaimana mata manusia melihat sesuatu kemudian mengirimkannya pada otak untuk menterjemahkan sesuatu itu menjadi sebuah kata kemudian dikirimkan kembali ke lidah untuk berbicara hanya dalam hitung sepersepuluh atau barangkali seperseratus detik dengan cara kerja yang sedemikian rupa. Dengan segala sistem yang berjalan secara simply extraordinary ini masihkah percaya bahwa tak ada yang mengatur semuanya ini? The Being behind all of these things?

Manusia itu memang lentur. Ia didisain untuk kuat menghadapi setiap masalah. Jadi jangan pernah menyerah. Menyerah hanya untuk orang yang malas. Dan saya sedang berusaha mengatakan itu pada diri saya sendiri.

Thursday, 25 March 2010
11:21 pm

5 komentar ajah:

Grace Receiver said...

Ya, malah ada motto rohani "Pemenang makan masalah". Harusnya masalah membuat kita makin dekat pada Tuhan, bukan mempertanyakan eksistensi Tuhan.

jc said...

T_T walaupun sebenernya saya sendiri selalu pengen masalah cepat berlalu kalau lagi menghadapi.. ;(

Ariyanto S. said...

Deal!

jc said...

Hahahah.. Deal too!!

wongmuntilan said...

What doesn't kill you will make you stronger... ^^
Masalah memang menyebalkan, tapi justru dengan menghadapi masalah, kita jadi tambah pinter, atau tambah kuat, atau tambah tabah.
Yakinlah Tuhan akan membuat segala seuatu indah pada waktunya...^^