Once in a lifetime means there's no second chance, so I believe that you and me should grab it while we can -Troy, Everyday, High School Musical 2-
Dalam hidup enggak selalu saya dapetin apa yang saya pengen. Enggak selalu juga saya bisa lakukan apa yang saya pengen. Dulu saya mengira selalu ada kesempatan kedua. Kenyataannya sekarang saya harus mengakui kalau ada kesempatan-kesempatan yang datang cuma sekali. Dan terkadang kalau saya renungin kesempatan yang lewat begitu saja itu karena saya cuma melihat aja kesempatan itu lewat di depan hidung saya.
Pernah suatu waktu saya dan keluarga pergi makan malam ke sebuah restoran. Restorannya ada di lantai dua. Waktu kami naik tangga, di tengah-tengah tangga ada anak kecil memakai seragam sekolah putih merah yang sudah kumal berjualan koran. Dia menawarkan dagangannya pada kami, tapi seperti biasa kami hanya menggelengkan kepala *ini kayak program otomatis udah ter-inject di otak kalo ada orang nawarin koran/ngamen di jalanan*. Entah kenapa saya keinget terus dengan anak itu. Bukan, bukan karena dia ganteng, tapi entah kesambet apa rasa kemanusiaan saya muncul. Saya lirik lagi anak itu, dia sedang menerima uang dari pengunjung lain yang membeli koran. Kemudian saya berpikir pengen beli korannya tapi nggak mau minta kembaliannya. Terus saya pikir itu sudah biasa, jadi saya kepengen beliin dia makanan di resto itu. Saya melirik lagi anak laki-laki tadi, dia sudah tertidur dengan beberapa lembaran uang di tangannya. Oke, saya memutuskan dalam hati, saya mau belikan dia makanan aja dari resto itu. Setelah melihat-lihat menu dan hendak memesan, saya lirik lagi anak laki-laki tadi. Dia sudah enggak ada disitu. Saya mencoba keluar dan mencari-cari tapi anak itu seperti raib, entah pergi kemana. Cinta memang enggak perlu dipikir, tapi dilakukan.
Cerita ini hampir mirip dengan kisah kasih di sekolah saya *ehm*. Maksudnya semasa saya di bangku sma dulu. Tapi ini dulu lho ya. Dulu. Jadi waktu itu saya dipasang-pasangin sama satu anak laki-laki (iya lah laki-laki, masa perempuan?), katakanlah namanya mr. X. Enggak disangka enggak dinyana mr X menganggap serius permainan teman-teman saya. Saya sendiri enggak tahu kalau dia serius sampai dia ngomong sungguhan via telepon *duileh, kenapa via telepon yah waktu itu?* Saya sempet aja sih ngomong iya coz menurut saya walaupun dia nggak ganteng, dia keren. Keren ini menurut saya: tinggi, pinter dan sedikit 'nakal'. Maksudnya 'nakal' bukan nakal jorok ya, tapi pernah dia dikeluarin dari pelajaran biologi gara-gara pe-ernya belom selesai dan dia malah bilang gini sama gurunya: ''Serius, Bu? Saya boleh keluar kelas? Horeeee..!!'' Dan dia menghambur keluar begitu saja keluar kelas. Di mata saya waktu itu dia keren betul waktu menghambur keluar kelas. Sementara si guru cuma geleng-geleng kepala. Errr... kok jadi ngelantur yak? Oke, jadi setelah saya ngomong iya, saya nggak bisa tidur berminggu-minggu *nah lho, lebay*, maksud saya hati saya nggak tenang, saya blom mau pacaran soalnya, mau mikirin karir dulu gitu. Eh, tapi saya masih sma ya? Kalo gitu, mikirin sekolah. Jadi akhirnya setelah beberapa hari menghindar, saya ngomong enggak sama dia. Enggak jadi maksudnya. Dan minggu-minggu setelah itu adalah minggu-minggu saya dihindari dia. Yang saya enggak sadari sih saya sebenernya suka juga sama dia. Sampai sekarang saya belum pernah ketemu lagi sama dia. And I think God forbids us to see each other. Oh, well. Tapi mungkin ini kejadian no second chance yang enggak pernah saya sesali coz my hubby is one of the best things that ever happened to me ^^.
Kepergian saya ke Bandung minggu ini, selain menunaikan tugas dari kantor, saya juga kepengen banget ketemu teman lama saya. Katakanlah namanya Ms. Y. Sehari sebelum berangkat saya udah kirim message ke dia via fb. Saya minta nomornya supaya ntar kalau saya disana saya bisa kontak dia dan bisa ajak dia ketemuan gitu loh. Tapi ternyata minta nomornya tuh sesulit melakukan serving pada pertandingan voli (sumprit, saya paling nggak bisa serving bola voli, tiap kali giliran saya, bola volinya enggak pernah melewati net, boro-boro melewati net, ngelewati pemain garis belakang aja udah untung). Saya udah coba berbagai cara, dari merayu sampe pura-pura bete saya tetep enggak dapet nomornya. Anehnya, dia enggak melakukan ini ke saya aja, dia melakukan itu ke hampir semua temen sma-nya. Sampai hari terakhir saya mau kembali ke Surabaya, dia telepon saya. Dia takut saya marah. Saya enggak marah sih, saya cuma enggak ngerti aja kenapa dia kayak gitu. Seinget saya, saya enggak pernah tuh buat salah sama dia. Tapi waktu ditelepon sama Ms. Y ini saya udah menyerah. Saya pikir buat apa sih ketemu sama orang yang nggak pengen ditemui? Dia tanya kapok nggak sama dia, saya jawab aja, saya enggak kapok ke Bandung, dan dia kerasa sendiri. Dia bilang susah ya ketemu dia. Batin saya, jauh lebih susah ketemu dia daripada ketemu yosi project pop! Saya bilang ke dia, udahlah kalau memang nggak bisa jangan dipaksain sambil dalam hati saya nyanyi lagunya High School Musical 2 yang Everyday: ''Once in a lifetime means there's no second chance, so I believe that you and me should grab it while we can.'' Karena siapa sih yang bisa pastiin saya akan ke Bandung lagi, bisa ketemu dia lagi? Siapa coba?
Bandung memang aneh. Dalam waktu empat hari saya menghasilkan tiga tulisan. Saya jadi mengerti kenapa Vicky rutin ngeblog, mungkin saya harus pindah ke Bandung supaya bisa lebih produktif ;) Ini sama anehnya dengan cerita yang siang ini saya dengar. Sepasang sahabat, katakanlah namanya Mr. S dan Ms. M di suatu siang yang menyengat berbincang-bincang di udara. Ms. M sudah menikah sementara Mr. S belum. Entah bagaimana, pembicaraan berbelok ke masa lalu. Saat Mr. S dan Ms. M masih satu kantor dan mereka boleh dibilang cukup dekat satu dengan yang lain. Mr. S tiba-tiba mengaku kalau dulu suka dengan Ms. M dan merasa brokenhearted ketika tahu Ms. M akan menikah. Ms. M enggak tahu kalau ternyata dulu Mr. S menyimpan getar-getar cinta (jadi inget lagu pertamanya Rossa nggak?). Mr. S bilang dia merasa lebih cocok jadi kakaknya aja *euh, classy banget ya?*, padahal Ms. M barangkali akan pertimbangkan Mr. S, kalau dia ngomong. Waktu dengar cerita ini, otak saya langsung bilang: ceritanya kayak cerpen di majalah Anita Cemerlang jaman dulu coy. Tapi ini yang dinamakan no second chance (btw, ini cerita beneran lho, bukan fiksi). Ms. M enggak mungkin meninggalkan keluarganya begitu tahu tentang perasaan Mr. S dan Mr. S juga nggak bisa ngapa-ngapain lagi. Seandainya saja waktu itu Mr. S ngomong atau Ms. M enggak hanya menunggu, barangkali lain ceritanya.
Tuan Waktu memang enggak mau tahu, dia akan terus maju apapun yang terjadi disekitarnya. Memang manusia hanya bisa mengikuti jalannya Tuan Waktu. Entah itu dengan santai, terengah-engah, terbirit-birit atau enggak sabar, Tuan Waktu tetaplah Tuan Waktu, dia nggak selalu menawarkan kesempatan kedua. Karena itu sebisa mungkin saya harus memilih, karena tidak semua kesempatan harus saya ambil dan sebaliknya ada kesempatan yang harus saya perjuangkan biarpun berat.
Friday, 28 may 2010
4:46 pm
Cipaganti 84 to Bandara Soekarno Hatta
Dedicated to my friends: Mr. X, Ms. Y dan Mr. S
PS: Dan kayaknya saya juga kehilangan kesempatan beli beanie ini, cuma saya coba aja tapi nggak jadi beli ;(
PPS: Gambarnya diambil dari sini, sini, sini,sini
Dalam hidup enggak selalu saya dapetin apa yang saya pengen. Enggak selalu juga saya bisa lakukan apa yang saya pengen. Dulu saya mengira selalu ada kesempatan kedua. Kenyataannya sekarang saya harus mengakui kalau ada kesempatan-kesempatan yang datang cuma sekali. Dan terkadang kalau saya renungin kesempatan yang lewat begitu saja itu karena saya cuma melihat aja kesempatan itu lewat di depan hidung saya.
Pernah suatu waktu saya dan keluarga pergi makan malam ke sebuah restoran. Restorannya ada di lantai dua. Waktu kami naik tangga, di tengah-tengah tangga ada anak kecil memakai seragam sekolah putih merah yang sudah kumal berjualan koran. Dia menawarkan dagangannya pada kami, tapi seperti biasa kami hanya menggelengkan kepala *ini kayak program otomatis udah ter-inject di otak kalo ada orang nawarin koran/ngamen di jalanan*. Entah kenapa saya keinget terus dengan anak itu. Bukan, bukan karena dia ganteng, tapi entah kesambet apa rasa kemanusiaan saya muncul. Saya lirik lagi anak itu, dia sedang menerima uang dari pengunjung lain yang membeli koran. Kemudian saya berpikir pengen beli korannya tapi nggak mau minta kembaliannya. Terus saya pikir itu sudah biasa, jadi saya kepengen beliin dia makanan di resto itu. Saya melirik lagi anak laki-laki tadi, dia sudah tertidur dengan beberapa lembaran uang di tangannya. Oke, saya memutuskan dalam hati, saya mau belikan dia makanan aja dari resto itu. Setelah melihat-lihat menu dan hendak memesan, saya lirik lagi anak laki-laki tadi. Dia sudah enggak ada disitu. Saya mencoba keluar dan mencari-cari tapi anak itu seperti raib, entah pergi kemana. Cinta memang enggak perlu dipikir, tapi dilakukan.
Cerita ini hampir mirip dengan kisah kasih di sekolah saya *ehm*. Maksudnya semasa saya di bangku sma dulu. Tapi ini dulu lho ya. Dulu. Jadi waktu itu saya dipasang-pasangin sama satu anak laki-laki (iya lah laki-laki, masa perempuan?), katakanlah namanya mr. X. Enggak disangka enggak dinyana mr X menganggap serius permainan teman-teman saya. Saya sendiri enggak tahu kalau dia serius sampai dia ngomong sungguhan via telepon *duileh, kenapa via telepon yah waktu itu?* Saya sempet aja sih ngomong iya coz menurut saya walaupun dia nggak ganteng, dia keren. Keren ini menurut saya: tinggi, pinter dan sedikit 'nakal'. Maksudnya 'nakal' bukan nakal jorok ya, tapi pernah dia dikeluarin dari pelajaran biologi gara-gara pe-ernya belom selesai dan dia malah bilang gini sama gurunya: ''Serius, Bu? Saya boleh keluar kelas? Horeeee..!!'' Dan dia menghambur keluar begitu saja keluar kelas. Di mata saya waktu itu dia keren betul waktu menghambur keluar kelas. Sementara si guru cuma geleng-geleng kepala. Errr... kok jadi ngelantur yak? Oke, jadi setelah saya ngomong iya, saya nggak bisa tidur berminggu-minggu *nah lho, lebay*, maksud saya hati saya nggak tenang, saya blom mau pacaran soalnya, mau mikirin karir dulu gitu. Eh, tapi saya masih sma ya? Kalo gitu, mikirin sekolah. Jadi akhirnya setelah beberapa hari menghindar, saya ngomong enggak sama dia. Enggak jadi maksudnya. Dan minggu-minggu setelah itu adalah minggu-minggu saya dihindari dia. Yang saya enggak sadari sih saya sebenernya suka juga sama dia. Sampai sekarang saya belum pernah ketemu lagi sama dia. And I think God forbids us to see each other. Oh, well. Tapi mungkin ini kejadian no second chance yang enggak pernah saya sesali coz my hubby is one of the best things that ever happened to me ^^.
Kepergian saya ke Bandung minggu ini, selain menunaikan tugas dari kantor, saya juga kepengen banget ketemu teman lama saya. Katakanlah namanya Ms. Y. Sehari sebelum berangkat saya udah kirim message ke dia via fb. Saya minta nomornya supaya ntar kalau saya disana saya bisa kontak dia dan bisa ajak dia ketemuan gitu loh. Tapi ternyata minta nomornya tuh sesulit melakukan serving pada pertandingan voli (sumprit, saya paling nggak bisa serving bola voli, tiap kali giliran saya, bola volinya enggak pernah melewati net, boro-boro melewati net, ngelewati pemain garis belakang aja udah untung). Saya udah coba berbagai cara, dari merayu sampe pura-pura bete saya tetep enggak dapet nomornya. Anehnya, dia enggak melakukan ini ke saya aja, dia melakukan itu ke hampir semua temen sma-nya. Sampai hari terakhir saya mau kembali ke Surabaya, dia telepon saya. Dia takut saya marah. Saya enggak marah sih, saya cuma enggak ngerti aja kenapa dia kayak gitu. Seinget saya, saya enggak pernah tuh buat salah sama dia. Tapi waktu ditelepon sama Ms. Y ini saya udah menyerah. Saya pikir buat apa sih ketemu sama orang yang nggak pengen ditemui? Dia tanya kapok nggak sama dia, saya jawab aja, saya enggak kapok ke Bandung, dan dia kerasa sendiri. Dia bilang susah ya ketemu dia. Batin saya, jauh lebih susah ketemu dia daripada ketemu yosi project pop! Saya bilang ke dia, udahlah kalau memang nggak bisa jangan dipaksain sambil dalam hati saya nyanyi lagunya High School Musical 2 yang Everyday: ''Once in a lifetime means there's no second chance, so I believe that you and me should grab it while we can.'' Karena siapa sih yang bisa pastiin saya akan ke Bandung lagi, bisa ketemu dia lagi? Siapa coba?
Bandung memang aneh. Dalam waktu empat hari saya menghasilkan tiga tulisan. Saya jadi mengerti kenapa Vicky rutin ngeblog, mungkin saya harus pindah ke Bandung supaya bisa lebih produktif ;) Ini sama anehnya dengan cerita yang siang ini saya dengar. Sepasang sahabat, katakanlah namanya Mr. S dan Ms. M di suatu siang yang menyengat berbincang-bincang di udara. Ms. M sudah menikah sementara Mr. S belum. Entah bagaimana, pembicaraan berbelok ke masa lalu. Saat Mr. S dan Ms. M masih satu kantor dan mereka boleh dibilang cukup dekat satu dengan yang lain. Mr. S tiba-tiba mengaku kalau dulu suka dengan Ms. M dan merasa brokenhearted ketika tahu Ms. M akan menikah. Ms. M enggak tahu kalau ternyata dulu Mr. S menyimpan getar-getar cinta (jadi inget lagu pertamanya Rossa nggak?). Mr. S bilang dia merasa lebih cocok jadi kakaknya aja *euh, classy banget ya?*, padahal Ms. M barangkali akan pertimbangkan Mr. S, kalau dia ngomong. Waktu dengar cerita ini, otak saya langsung bilang: ceritanya kayak cerpen di majalah Anita Cemerlang jaman dulu coy. Tapi ini yang dinamakan no second chance (btw, ini cerita beneran lho, bukan fiksi). Ms. M enggak mungkin meninggalkan keluarganya begitu tahu tentang perasaan Mr. S dan Mr. S juga nggak bisa ngapa-ngapain lagi. Seandainya saja waktu itu Mr. S ngomong atau Ms. M enggak hanya menunggu, barangkali lain ceritanya.
Tuan Waktu memang enggak mau tahu, dia akan terus maju apapun yang terjadi disekitarnya. Memang manusia hanya bisa mengikuti jalannya Tuan Waktu. Entah itu dengan santai, terengah-engah, terbirit-birit atau enggak sabar, Tuan Waktu tetaplah Tuan Waktu, dia nggak selalu menawarkan kesempatan kedua. Karena itu sebisa mungkin saya harus memilih, karena tidak semua kesempatan harus saya ambil dan sebaliknya ada kesempatan yang harus saya perjuangkan biarpun berat.
Friday, 28 may 2010
4:46 pm
Cipaganti 84 to Bandara Soekarno Hatta
Dedicated to my friends: Mr. X, Ms. Y dan Mr. S
PS: Dan kayaknya saya juga kehilangan kesempatan beli beanie ini, cuma saya coba aja tapi nggak jadi beli ;(
PPS: Gambarnya diambil dari sini, sini, sini,sini