Wednesday, May 05, 2010

ketika buah jatuh jauh dari pohonnya

Sibuk, sibuk, sibuk…

Sibuknya klasik. Membosankan dan terlalu biasa untuk diceritakan.


Tapi ini sibuk yang menyenangkan walaupun bikin stress. Ambigu ya? Betul. Saya jadi berpikir. Lebih baik stress karena banyak kerjaan daripada stress karena nggak ada kerjaan.

Anyway, festival kampus di tempat saya bekerja selesai juga (big phew, there). Satu bulan sebelum empat hari yang melelahkan itu berlangsung, saya diberitahu bahwa akan ada guest star yang hadir di malam penutupan acara tersebut. Ahai.. siapakah gerangan? *sambil berdoa: semoga yosi… semoga yosi.. semoga yosi.. semoga yosi..* Tapi ternyata yang saya dengar bernama: PETRA SIHOMBING. Dan saya harus mengakui, bahwa pertama kali saya mendengar nama itu yang terbersit dalam pikiran saya adalah: ini orang pasti orang Batak! Tapi yang jadi pertanyaan saya adalah: KENAPA BUKAN YOSI?? KENAPA?? Eh, bukan, pertanyaan saya adalah: SIAPA TUH PETRA SIHOMBING? GUA GA PERNAH DENGER NAMANYA. Kemudian setelah cari info sana-sini barulah saya tahu bahwa Petra Sihombing itu anaknya Franky Sihombing, penyanyi rohani yang cukup terkenal itu. Pluss… ketika saya sempat searching di google, nama Petra Sihombing muncul sebagai the rising star yang mungkin bisa menyaingi Derby Romero (kalau yang ini saya tahu, buat yang enggak tahu, berarti sampeyan juga bukan ABG, hehehe, dia dulu main film Petualangan Sherina). Petra Sihombing seorang penyanyi (juga) dan lagi beken di antara ABG. Baiklah, kejadian ini bikin saya sadar bahwa saya bukan lagi ABG yang singkatannya Anak Baru Gajah, eh Anak Baru Gede sehingga saya tidak tahu siapa yang lagi beken di kalangan ABG. Padahal saya masih umur tujuh belas tahun, (iya, just info, saya berhenti nambah umur sejak dua belas tahun yang lalu).

Tapi memang yah… bener kata pepatah: Buah jatuh enggak jauh dari po’onnya. Jadi kalau buah belimbing jatuhnya pasti di dekat pohon belimbing, bukan di dekat pohon mangga. Uhm, kalau enggak salah ingat waktu pelajaran bahasa Indonesia dulu, pepatah itu artinya sifat, karakter dan kebiasaan anak itu enggak jauh-jauh dari sifat, karakter dan kebiasaan orang tuanya. Jadi reaksi saya waktu tahu kalau Petra Sihombing itu anaknya Franky Sihombing adalah: ooo… pantesan. Biasa banget emang. Bagi beberapa orang barangkali malah reaksi saya itu nyebelin. Soalnya saya lebih tahu bapaknya ketimbang anaknya (ini menunjukkan bahwa saya ikutan generasinya si bapak ughhh..).


Kalau dilihat-lihat berapa banyak sih anak yang ikutan jejak orang tuanya? Cukup banyak saya kira. Petra Sihombing itu salah satunya. Gita Gutawa dan Sherina juga contoh lain dari anak-anak yang mengikuti jejak orang tua mereka. Ada lagi Megawati Soekarnoputri, Puan Maharani dan Benazir Butto yang mengikuti jejak orang tua terjun di bidang politik. Nana dan Naysilla Mirdad juga contoh lain di bidang pesinetronan. Bukan hal yang aneh kalau anak ikutan orang tuanya. Anaknya pengusaha biasanya juga kerjanya seputar itu. Keponakan saya kalau ditanya cita-citanya apa dia selalu jawab: kayak papa. Pendeta saya dulu waktu masih kecil disuruh menulis tentang cita-cita nulisnya pengen jadi pendeta (kayak papanya), dan sekarang dia beneran mengikuti karir papanya. Anaknya dokter juga biasanya salah satu orang tuanya (atau kedua orang tuanya) jadi dokter. Lazim deh, lazim.

Dulu saya sendiri pernah mengalaminya. Mami saya guru piano, jadi kalau misalnya saya pas ditanya: mami kamu kerja apa, terus saya jawab guru piano, biasanya orang yang tanya itu bakal ngomong: wah.. berarti kamu pinter main piano juga dong ya. Ini kalimat yang bikin saya serba salah buat ngejawab balik. Ntar kalau saya bilang ya saya bisa main piano, maka orang itu kemungkinan bakal bilang lagi: iya dong harus bisa, kan anaknya guru piano…. Tapi kalau saya bilang enggak bisa main piano maka yang ada komentarnya kemungkinan: anaknya guru piano kok ga bisa maen piano? Fyi juga, papi mami saya sudah bertahun-tahun ikutan Paduan Suara. Suara papi saya enak gila. Dan mereka agak-agak kecewa sepertinya waktu tahu ketika di Surabaya (lepas dari pandangan mereka, ceilah), saya enggak aktif di Paduan Suara. Saya malah nyemplung di teater. Jadi ibaratnya, saya buah belimbing yang jatuh di dekat buah rambutan (oke, saya tahu ini ilustrasi yang aneh bin nggak nyambung, kalau kata Ria dan Kristina, ini masih sodaraan dengan Jaka Sembung). Tapi begitulah. Menurut saya sih, sah-sah dan wajar saja kalau anak mengikuti jejak orang tua. Karena dari kecil mereka hidup di lingkungan tersebut. Namun, enggak salah juga buat anak-anak yang enggak mengikuti jejak orang tua mereka. Karena mereka toh punya kehidupan sendiri, punya hak asasi sendiri untuk menentukan masa depan mereka. Seperti kata Kahlil Gibran: For their souls dwell in the house of tomorrow, which you cannot visit, not even in your dreams.

Mam, I’m sorry to let you down. ;(


Wednesday, 5 May 2010
11:18 am

11 komentar ajah:

alice in wonderland said...

aku juga contoh anak yang jatuh jauh dari pohonnya...bapakku berkecimpung di dunia pendidikan tapi aku di dunia kesehatan... dan keliatannya mereka fine2 aja... mungkin mereka udah baca Khalil Gibran kali ye^^

jc said...

My mom sebenernya sih nggak kecewa-kecewa or sampe nggak bisa makan dan tidur gara2 anak2nya kaga ada yang ngikutin jejaknya hehehe, tapi somehow aku lihat dia sedikit nyesel kenapa kok akhirnya emang beneran ga ada yang ngikutin dia gitu.. hehehe
Iye mungkin your parents udh baca Kahlil Gibran, apalagi orang pendidikan, bacaannya kan sangar2 hehehe

Anonymous said...

Menurutku sah-sah saja kaqlau buah jatuh dari pohonnya, malah bagus juga tuch, bisa semakian menambah keanekaragaman. Siapa tau buah itu bermutasi menjadi sesuatu yang baru, iy kan ^ ^ Ok, have a great day ! ~Oka~

jc said...

Hai Okaaaa... ^^
Been a long time ya we didnt catch up hehehehe. Apa kabar?

The Michi said...

ngalir bik sungai di ciliwung..

jc said...

Hi, Michi.. barusan berkunjung ke blog kamu, blognya rame banget hehehe.. Iya kamu bener, saya sok sibuk, jadi ga bisa update blog. Bolehlah dibilang intelejensi saya belum cukup kayak Fanny untuk management waktu antara kerjaan di kantor, kerjaan di rumah urus anak yg balita dan suami juga jadi panitia di gereja plus blogging.
Uhm.. saya kok jadi curcol ya? Hehehe..
Anyway, thanks for blogwalking! ^^

The Michi said...

terimakasih sangad udaaaah berkunjuung....

saya bukan apa apa tanpa kalian,,(puiih gayanya kaya artis aja..)

haapy bloging....*_*

Sri Riyati Sugiarto & Kristina Melani Budiman said...

hi jes...walah..aku baru tau nek mamahmu guru piano..hihihi...nek aku si ga jatuh deket dari pohonnya karena aku kerja jadi accounting sementara papi mamiku buka mie ayam. yo dulu mamiku pernah buka salon juga..tapi kalo ditanya apa aku bisa motong rambut aku bakalan bilang..bisa sih tapi cuma motong poni doang.
papiku dulunya juga pernah jadi sales...tapi aku paling males berjualan. jadi ya sama ama kamu jes..apa yang aku lakukan ga mirip ama ortu..eh kalo soal itung2an duit mungkin ada miripnya deh..paling nggak papi mamiku pinter ngitung duit kembalian mie ayam..aku ngitung duit orang

jc said...

Kris.. sebenernya sih ini bukan soal pekerjaan. Tapi lebih ke hobi juga. Papiku kan kerjaan tetapnya bukan jadi anggota Paduan Suara tapi bikin besi. Kalau yang ini kami berdua (aku dan adikku) jelas-jelas jatuhnya jauh dari po'onnya. Enggak ada satu pun dari kami yang tertarik berkutat dengan besi. Hehehehe..
Mie ayam masih on kan, Krisss...?

wongmuntilan said...

Wah, senasib kita Jess ^^
Ortuku lumayan pintar dagang, aku kalo dagang paling gak beres. Tapi kita semua punya satu kesukaan yang sama, yaitu makan tongseng dan sate kambing (di Muntilan, 2 jenis makanan itu uenak-uenak banget), hehe... gak gitu nyambung ya ^^

jc said...

Santhy, itu berarti masih ada buah yang jatuh dekat po'onnya, hehehe. Tapi kalo dalam hal makanan, special case kayaknya, San ;)