Thursday, July 29, 2010

berdoa...mulai!

Pada sebuah rapat di organisasi Kristen, sang pemimpin rapat hendak mengakhiri setelah beberapa keputusan diambil. Ketika si pemimpin rapat bilang: "Kita akan tutup rapat ini dengan doa yang akan dipimpin oleh....". Entah seperti ada sesuatu yang menggerakkan, peserta rapat serentak pura-pura tak melihat si pemimpin. Sebagian besar langsung menunduk seolah-olah siap untuk segera berdoa dan yang lain melihat ke arah sebaliknya - mengalihkan pandangan mata dari si pemimpin. Si pemimpin tadi tiba-tiba ketawa dan berkata: "Baiklah, doa akan saya pimpin sendiri karena semuanya tiba-tiba menunduk. Entah karena takut saya tunjuk atau memang langsung siap untuk berdoa." Para peserta rapat lantas ikut tertawa mendengar sindiran si pemimpin rapat.

Kisah nyata ini bikin saya berpikir-pikir memangnya kenapa sih kalau disuruh berdoa? Apa sulitnya berdoa jika katanya doa itu komunikasi kita dengan Tuhan? Mengapa berdoa jadi semacam momok yang harus ditakuti? Saya sendiri mengakui kalau ada pertemuan-pertemuan seperti itu, jika bisa yang lain berdoa maka dengan senang hati biar yang lain berdoa. Kenapa? Ternyata saya lebih kepikiran dengan apa kata orang tentang doa saya nantinya! Apakah doa saya cukup layak untuk didengar banyak orang? Jangan-jangan nanti orang lain bakal bilang: "Eh doamu aneh banget sih... masa 'supaya sampai di tempat ini dengan selamat'? Emang ada yang namanya 'selamat' disini?" atau ada yang bakal bilang: "Duh doamu kepanjangan, aku sampai ketiduran tadi." atau "Ya ampun doa apa doa, kok pendek banget?" Kadang-kadang komentar yang sering dimaksudkan baik oleh yang berkomentar bikin orang jadi grogi campur nervous untuk berdoa di depan banyak orang. Padahal barangkali Tuhan - kepada Siapa saya berdoa - enggak terlalu peduli dengan tata bahasa saya, panjang pendek doa saya dan apapun yang saya katakan (kecuali kalau saya misuh dan memaki Tuhan). Saya sering sih mengingatkan diri sendiri, udahlah enggak usah dipeduliin, tapi kadang-kadang entah gimana pikiran-pikiran macam gitu masih saja menghantui padahal belum tentu orang-orangnya peduli juga apa yang saya doain.

Perkara terlalu memikirkan apa kata orang ini sering sekali dikeluhkan oleh teman-teman saya di dunia maya maupun dunia nyata. Bahkan ada yang terang-terangan mengeluh kalau ternyata susah banget menyenangkan hati semua orang. Dan kepadanya saya bilang, enggak akan pernah seumur hidup kita, kita bakal bisa menyenangkan hati semua orang. Selalu akan ada saja orang yang tidak setuju sama kita. Saya nggak bisa ngebayangin kalau saya terus berusaha untuk menyenangkan hati semua orang maka saya akan menjadi orang yang paling tidak menyenangkan di seluruh dunia. Saya jadi orang paling plin-plan sedunia. Dan saya akan terus membohongi diri saya terus menerus demi supaya orang lain bisa senang sama saya. Padahal rumus kehidupan dimana-mana sebenarnya sama: jadilah dirimu sendiri dan jujurlah pada dirimu sendiri, karena orang lain justru enggak akan pernah percaya pada saya kalau saya enggak jujur pada diri saya sendiri. Di lain waktu ada yang pernah berharap bisa membaca pikiran orang lain, dan lagi-lagi kepadanya saya ngomong, percayalah kadang-kadang ketidaktahuan merupakan sumber kebahagiaan manusia.

Menjadi diri sendiri di tanah air Indonesia yang saya cintai ini saya sadari penuh menjadi pergumulan tersendiri. Terkadang susah sekali menolak sesuatu yang sudah jelas-jelas tidak sesuai dengan pendapat saya hanya karena sungkan. Sungkan karena yang diajak bicara itu jauh lebih tua dari saya. Sungkan karena yang diajak bicara itu atasan saya. Sungkan karena takut menyakiti hati yang diajak bicara. Kenyataannya saya sering menemukan jauh lebih mudah untuk bilang setuju walau hati bilang sebaliknya hanya supaya orang itu tetap menyukai saya. Coba bayangkan, kamu enggak suka dengan seseorang dan suatu hari kamu harus ketemu dengan dia dan dia mengajak kamu pergi. Kira-kira apa yang bakal kamu lakukan? Sungkan menolak supaya dia enggak tahu kalau kamu enggak suka dengan dia atau bagaimana? Asal tahu aja, untuk perkara seperti ini, saya sering menolak dengan berbagai macam alasan jika saya merasa tidak nyaman pergi dengan seseorang. Dan entah bagaimana kejujuran sering dianggap sama dengan 'galak' atau 'unpleasant character'. Saya bisa bersikap ramah dengan orang yang enggak saya sukai dan saya enggak akan pernah stab dia dari belakang tapi untuk bekerjasama dan berkata setuju padahal di hati berkata tidak? I dont think so.

Sudahlah, apapun kata orang, enggak akan ada habisnya. Seperti kata iklan di tipi itu, waktu belum menikah ditanya "kapan kawin?", terus waktu sudah menikah ditanya lagi "udah isi belum?", nanti kalau sudah punya anak satu kayak saya tetep ditanya lagi "kapan nih adiknya?" Ngikutin kata orang enggak pernah ada habisnya. Jadi kalau saya sih jika sudah melewati garis batas privasi saya, saya akan bilang ke mereka, "Sori, lu udah ngelewati bates, silahkan mundur beberapa langkah...."

Jadi... berdoa... MULAI!

Monday, 2 August 2010
1:51 pm

11 komentar ajah:

wongmuntilan said...

Hehe... dulu aku juga pernah diminta mengucapkan doa di tengah keluarga mantan yang notabene papanya pendeta bo... sedangkan aku orang yang jarang berdoa dengan bersuara, biasanya doa dalam hati saja dengan bahasa yang kasual, hehe...
Untungnya doaku nggak katro-katro amat, hanya saja terlalu banyak kata 'semoga' (menurut bapak pendeta tersebut), tapi nggak papa, sebab kata 'semoga' ini memang banyak dijumpai dalam doa orang Katolik, hehe... ^^
Btw, sampe sekarang aku masih sering menghidar sebisa mungkin, kalo disuruh pimpin doa ^^

~ jessie ~ said...

Hehehe, Shanty, tapi tetep enggak kapok utk berdoa kan? ;)

Ariyanto S. said...

amin. doa selesai.

~ jessie ~ said...

Ri..udah amen.. cepet buka mata... loh Ri? Kamu kok malah tidur??

Grace Receiver said...

Hehe... Saya juga paling malas kalau berdoa sama-sama karena selesainya lama. Kalau kebiasaan di tempat saya kebaktian, biasanya sebelum mulai kebaktian berdoa bersama-sama, setelah selesai kebaktian ditutup dengan berdoa berdua atau bertiga. Jadi semua orang baik sebelum mulai atau sesudah kebaktian, mau atau pun tidak pasti berdoa, jadi orang yang tadinya tidak bisa berdoa pun lambat laun bisa berdoa dengan leluasa. Kalau soal menyenangkan hati orang, kadang memang perlu selfish sih. Tujuan hidup kan seharusnya buat menyenangkan Tuhan, bukan menyenangkan orang. Tapi prakteknya saya lebih senang menyenangkan diri sendiri :-p

~ jessie ~ said...

Padahal dari waktu SD di pelajaran PMP (yaelah pelajaran jaman kapan itu yah?) dibilangi enggak boleh egois, harus menolong nenek2 yang menyeberang jalan dan sebagainya. Tapi kalau menyenangkan hati semua orang kan impossible yah? ;)

Melinda said...

hahahahaha.... iya yah emank org2 pada gt yahhh... kl dsuruh mimpin doa pasti pura2 ga tau smua.

hm, emank bnr soalnya org ga mau dijudge macem2, kl doanya jlk ato gmn. Susahnya krn khas manusia tukang ngejudge seh. >,<

~ jessie ~ said...

Memprihatinkan ya, Mei? Sayangnya, sengaja enggak sengaja, kita juga kadang melakukannya. ;(

joanna said...

Kalau aku nih, pernah saking mikirin apa kata dunia..eh apa kata orang :) jadi lupa ama doa yg udah dirancang daritadi. Alhasil, doanya bnyk jeda..hehe..betul kata jessie, terlalu mikirin apa kata orang emang ga perlu juga. Yang penting,Tuhan tau apa yg kita inginkan dan maksudkan. :)

Nice artikel jessie..salam kenal ya.

~ jessie ~ said...

Hai, Joanna. Kalau nurutin apa kata orang enggak pernah ada habisnya deh. Dan akhirnya kita enggak bisa menjadi diri kita sendiri. ;)
Salam kenal juga ya!

Fanda said...

Duh..Jessie kalo disuruh mimpin doa pasti kayak gitu ya, berdoa..mulai! Jadi gak usah susah2 mikirin tata bahasa, kan tiap orang bisa berdoa sendiri2, hehehe...

Bagaimanapun manusia memiliki kebutuhan untuk diterima lingkungannya. Itulah yang kadang membuat kita sering merasa munafik. Asal kadarnya gak kebangeten, biasa aja sih.