Tuesday, February 28, 2012

ada orang gila


Ada orang gila di pinggir jalan. Ia tertawa-tawa sendiri. Ia senyum-senyum sendiri. Ia bicara-bicara sendiri. Dan saat aku lewat, ia menyapaku dengan giginya yang hitam-hitam. Orang gila tidak pernah sombong. Ia selalu menyapa orang-orang yang lewat di depannya dengan senyum, walaupun ia tak kenal dengan orang-orang itu.

Orang gila itu mengaduk-aduk tempat sampah yang baunya minta ampun. Ragu-ragu kutinggalkan ia karena perut ini sudah protes minta makan. Namun dari sudut mataku, ia mengambil sesuatu, kembali tertawa-tawa, kemudian makan sesuatu yang ia ambil dari tempat sampah itu dengan riang gembira.

Aku mau muntah.

Masuklah aku ke rumah makan dekat orang gila tadi bercengkerama dengan tempat sampah. Kupesan makanan. Kemudian aku merenung. Dari balik jendela, aku masih melihat orang gila tadi makan di dekat tempat sampah yang baunya minta ampun. Kembali aku merenung. Barangkali makanku tiap hari tidak selalu di rumah makan. Hanya kadang-kadang di restoran sedikit mahal. Namun tak sekalipun aku pernah makan sesuatu yang kuambil dari tempat sampah. Tak pernah. Sehingga orang gila itu membuatku hatiku ciut, bahwa sesungguhnya, hidupku ini sudah terlalu mewah. Dan kemewahan bukan sesuatu yang patut untuk dibanggakan. Kemewahan adalah bonus tak penting, jika dibandingkan dengan hidup itu sendiri.

Kuangkat tanganku memanggil pelayan rumah makan. Memesan satu paket nasi ayam goreng untuk dibungkus – sambil berjanji akan memberanikan diri memberikan itu untuk orang gila yang kutemui tadi. Orang gila yang selalu menyapa orang-orang asing baginya dengan senyum.

Kulirik kembali keluar jendela. Hatiku runtuh. Orang gila itu sudah tidak ada. Kupelototi jalanan depan rumah makan namun tak juga kutemukan. Aku menyesal. Aku menyesal harus merenung terlebih dahulu sebelum membelikan makanan untuknya. Aku menyesal.

Barangkali itu pertama kalinya aku iri pada orang gila. Orang gila akan memberikan senyum pada orang-orang lain meski ia tak kenal. Orang gila tidak perlu memikirkan apa kata orang lain jika melihat perbuatannya. Orang gila tak perlu repot-repot takut sakit perut karena makan dari tempat sampah. Orang gila tidak khawatir akan hari esok – apakah ia masih akan bertahan hidup, atau mati bertemu Sang Pencipta.

Merenung – memang tak selalu baik adanya.
Orang gila – memang tak selalu berbahaya, bisa jadi ia inspiratif sebagaimana adanya ia.


Tuesday. 28 Februari 2012
10.05 am

Monday, February 27, 2012

candu cabe

Apa kamu tahu bahwa sambal terasi itu sempurna sebagaimana adanya dia? Apa kamu tahu bahwa sambal terasi adalah penemuan paling jenius yang pernah ada di muka bumi ini? Dan apa kamu tahu bahwa merupakan tindak kriminal jika sambal terasi yang sempurna sebagaimana adanya dia itu dicampur dengan beberapa tetes kecap? Tidak usah beberapa tetes, setetes pun sudah tindak kriminal adanya. Sesalah soto ayam yang dicampur jeruk nipis. Sekeliru nasi yang ditaburi dengan keju. Dan juga sesembrono orang yang tidak mau antri.

Cabe adalah candu buatku. Aku selalu ada di pihak yang kalah jika sudah berhadapan dengan cabe. Tidak peduli berapa harganya, asal dia dapat meleleh di lidahku dan membuatku mendesah-desah, akan kubeli. Buatku, dia lebih candu dari tembakau, meski sama candunya dengan kafein. Sehingga aku berdoa keras-keras agar penanaman cabe lancar, petaninya makmur dan penjualan cabe tidak dilarang. Candu itu melekat seperti lintah dalam hidupku.

Mencandu cabe membuatku berpikir keras saat hari pertama puasa dalam masa pra Paskah dimulai. Karena bagiku berpuasa bukanlah sekedar menahan tidak makan sesuatu yang enak. Bukankah rasa enak itu tidak punya standar khusus? Rasa enak buatku, belum tentu rasa enak juga buatmu. Boleh-boleh saja aku dilarang untuk makan es krim. Hidupku tidak akan suram hanya karena selama beberapa waktu tidak mengkonsumsi es krim. Namun untukmu? Belum tentu. Tapi sejujurnya tak bisa kubayangkan hidupku tanpa cabe. Sungguh. Aku tidak bohong.

Tuhan tahu canduku yang paling berat. Ia tahu betapa berat aku untuk melepas cabe. Dan lagi-lagi, seperti yang sudah-sudah, aku kalah.

Barangkali itu sebabnya, PSK tidak bisa lepas dari tindak prostitusi, koruptor tidak bisa lepas dari tindak korupsi, perokok tidak bisa lepas dari rokoknya, peminum kopi tidak bisa lepas dari kafein. Karena candu melekat seperti lintah, tanpa peduli dan tanpa kau sadari sedikit demi sedikit ia menggerogoti hidupmu dari dalam.

Dan hanya mereka yang kuat yang bisa lepas.

Betul aku lemah, Tuhan. Ampun.


27 Februari 2012
4:18 pm

PS: Gambar dibuat oleh Pandu W.

Wednesday, February 15, 2012

semangkuk, dua mangkuk ronde

Ada yang istimewa dari semangkuk ronde di malam hari saat gerimis. 


Memang apa istimewanya? Warung rondenya juga tidak terletak di jalan besar sehingga ramai dikunjungi orang. Nama warungnya juga tidak terkenal. Sungguh tak sebanding dengan nama-nama besar yang memajang foto laki-laki tua berkumis atau badut berambut kribo berwarna merah. 


Semangkuk ronde ini jadi istimewa karena disandingkan dengan semangkuk ronde lainnya, dinikmati di malam hari saat gerimis di hari Valentine. Mengingatkan sepasang kekasih tersebut bahwa ungkapan cinta tak harus mahal. Merayakan cinta tak harus dengan makan malam di restoran glamor. Bercinta tak melulu seks. Cukup dengan dua mangkuk ronde. 


Sesederhana dan seistimewa itu.






Tuesday, 14 February 2012
11.47 pm
before the Valentine Day went away