Sebab tanah menerima siapapun dalam diam. Tanah tak hanya
menerima orang-orang baik seperti Suster Teresa, tapi juga orang jahat seperti
Hitler. Tanah tak pernah memandang latar belakang keluargamu, status sosialmu,
dan profesimu. Tanah tidak menghujat. Tidak juga menghakimi. Ia berdenyut
hidup, namun senyap.
Tanah menerimamu dalam diam. Dengan keanggunannya.
Menerima pelajar.
Menerima pelacur.
Menerima doktor.
Menerima koruptor.
Menerima seniman.
Menerima ilmuwan.
Menerima pendeta.
Menerima politikus.
Menerima tuan tanah.
Menerima buruh.
Menerima ateis.
Menerima teroris.
Menerima feminis.
Menerima komunis.
Menerima protagonis.
Menerima pelajar.
Menerima pelacur.
Menerima doktor.
Menerima koruptor.
Menerima seniman.
Menerima ilmuwan.
Menerima pendeta.
Menerima politikus.
Menerima tuan tanah.
Menerima buruh.
Menerima ateis.
Menerima teroris.
Menerima feminis.
Menerima komunis.
Menerima protagonis.
Kelak tanah menerimamu, tanah menerimaku. Tanpa banyak
tanya. Meski syarat dan birokrasi diberikan oleh
negara.
Jika kau ingin belajar tentang penerimaan, jangan belajar
dari aku. Belajarlah dari tanah.
Surabaya, 24 Mei 2016
Terinspirasi dari
puisi Sapardi Djoko Damono
“Tentang Seorang Penjaga Kubur yang Mati”
“Tentang Seorang Penjaga Kubur yang Mati”
Gambar diambil dari sini
0 komentar ajah:
Post a Comment