Kadang aku tak paham mana yang lebih baik:
tahu sedikit namun bahagia atau tahu banyak namun senantiasa gelisah?
Maksudku begini. Pernah pada suatu masa aku
tak terlalu paham tentang bahaya plastik dan sampah-sampah non-organik yang
dihasilkan oleh manusia. Dan masa-masa itu adalah masa dimana hidupku lebih
sederhana dan bahagia. Bagaimana tidak; karena aku tak paham maka untuk tiap
pembelanjaan yang aku lakukan, aku tak pernah merasa terganggu jika diberi
kantong plastik sebagai wadah hasil belanjaku. Hidupku juga lebih sederhana.
Otakku tak perlu bekerja terlalu keras untuk berpikir bahwa kantong plastik membutuhkan belasan tahun untuk terurai dan karenanya tak seharusnya aku memakainya secara boros. Dan bayangkan, berapa banyak manusia seperti
aku yang membuang plastik-plastik seenak jidat? Sehingga mari kita visualisasikan
bumi ini ternyata penuh dengan… ah, sudahlah.
Tapi, tahu maksudku kan?
Ketika kau tahu banyak hal, hidupmu tak
lagi mudah. Gerakmu lantas terperangkap dengan pengetahuan-pengetahuanmu
sendiri. Kau jadi gelisah atas banyak hal. Hal-hal yang dulu kau nikmati dan yang
dulu tak kau pikirkan tak lagi sama. Tiba-tiba kau menjadi seseorang yang terlalu sibuk untuk bersenang-senang. Benakmu terlalu sibuk untuk santai. Barangkali kau lantas menjadi idealis. Dan
karenanya kau tak lagi jadi orang yang menyenangkan. Kau tak lagi cukup
menuntut dirimu sendiri untuk terus lebih baik menurut kau. Kau pun mulai
menuntut orang lain mengikuti alur pikirmu. Mengikuti idealismemu. Lalu
tiba-tiba kau dan orang-orang lain menjadi sekumpulan orang-orang yang tidak
bahagia dan selalu gelisah. Dan makin kau tahu, kau makin lapar, makin haus
mencari-cari lebih banyak. Kau makin gelisah.
Kau tahu ujung dari ini semua? Tak lain tak
bukan adalah sekelompok orang-orang yang terus menerus gelisah dan makin
menuntut. Orang-orang yang takkan pernah puas bahkan atas pencapaian mereka
sendiri dan karenanya sengaja atau tidak tak puas juga dengan pencapaian orang
lain. Padahal orang lain itu juga sedang berusaha menyamai gerak langkah
mereka.
Kebahagiaan dan kesederhanaan pun tinggal
kenangan.
Sampai saat ini, aku masih tak paham mana
yang lebih baik: tahu sedikit namun bahagia atau tahu banyak namun senantiasa
gelisah? Be damned Thomas Gray who wrote
“Ignorance is a bliss” in his poem
because he could be right all this time!
Barangkali karena itu aku masih mencari
tahu. Yang menyebabkan kegelisahan ini mengikat kaki, tangan dan kepalaku. Dan
seperti virus yang belum ada penangkalnya, ia menular.
Surabaya, 26 November 2017
0 komentar ajah:
Post a Comment