Ada hal-hal yang indah karena ketidakabadiannya
Seperti senja di Pulau Merah
Seperti kue nastar di hari Natal
Seperti masa kanak-kanak dan cinta pertama yang datang hanya sekali
Seperti secangkir kopi segar di saat gerimis
Seperti rahasia-rahasia kecil dengan ayah yang terbawa mati
Seperti liburan di akhir tahun
Yang tak abadi lah yang kau dan aku selalu tunggu,
sambil berharap yang tak abadi itu menjadi abadi.
Tapi, keabadian yang kau dan aku harapkan itu tak lama akan membosankan adanya
Seperti senja yang tak kunjung tenggelam sementara kau dan aku menantikan bulan tambun di langit
Seperti kue nastar yang tersedia sepanjang tahun sehingga ia tak lagi istimewa
Seperti masa kanak-kanak anak perempuan tanpa adanya buah dada atau anak laki-laki tanpa mimpi basah
Seperti cinta pertama yang terjadi pada orang pertama, kedua, ketiga dan seterusnya, lalu kau dan aku bertanya: apa itu cinta? Apa bedanya dengan rasa penasaran?
Seperti liburan tanpa pekerjaan, sehingga otak dan otot tak lagi bekerja dengan baik; sehingga barangkali takkan muncul generasi masa kininya Leonardo da Vinci, Henry Ford, Stephen Sondheim, Ahok, dan Rowan Atkinson.
Ada hal-hal yang indah karena ketidakabadiannya
Seperti secangkir kopi segar di saat gerimis
Seperti rahasia-rahasia kecil dengan ayah yang terbawa mati
Hidup ternyata lebih indah karena banyak ketidakabadian di dalamnya.
Kau dan aku tak lagi perlu melihat orang lain susah untuk bisa bersyukur.
Seperti kata Sapardi: “Yang fana adalah waktu, kita abadi."
Dan yang tak abadi membuat kau dan aku abadi.
Banyuwangi – Surabaya, 30 Desember 2015