Thursday, February 23, 2006

memasak itu...

… ternyata menyenangkan!!

Hehehe… kau pasti tak menyangka bahwa seorang jessie bisa bilang bahwa memasak itu menyenangkan. Semua orang juga tahu bahwa nasi goreng buatan jessie itu kalo nggak kurang asin ya terlalu asin. Ngaku nih….

Hidup di Melbourne dengan mata uang dollar, membuat kami harus hidup hemat. Kalau hanya mengandalkan stipend saja, tentu kami takkan punya apa-apa ketika pulang ke Indo nanti. Karena itu kami sepakat untuk makan di luar hanya sekali dalam seminggu, yaitu selama weekend. Sisa hari lainnya? Tentu saja memasak!

Memasak itu unik. Semuanya berawal dari satu atau dua butir bawang putih dan jadilah satu masakan dengan berbagai macam rasa.

Masakan pertamaku disini adalah ayam yang digoreng dengan bumbu kecap manis pedas. Hasilnya? Erwin nggak mau makan. Grrrr…., kenapa coba? Selidik punya selidik, ternyata daging dalamnya belum sepenuhnya matang meskipun daging luar sudah kecoklatan dan sedikit gosong. Jadilah aku mencemplungkan lagi beberapa potong ayam itu ke dalam minyak panas dan menggorengnya sekali lagi, baru erwin mau memakannya.

Kemudian kupakai resep yang paling kuingat yang kupelajari dari mama mertua untuk hari berikutnya. Orak-arik tongkol. Tapi karena aku tak tahu disini tongkol bernama apa, maka aku membeli fillet tuna. Rasanya agak mirip dengan tongkol. Sesampai di rumah, kuperintahkan erwin untuk menyingkir dari dapur daripada ia terus ribut mengatakan harus mencemplungkan ini dan itu dan akhirnya ia yang mengerjakan. Hasilnya? Ueenakk, Saudara-saudara. Nggak sombong nih! Sungguh! Yah… mungkin hanya sedikit kebanyakan bawang putih. Hehehehe. Tapi paling nggak, bisa dimakan dan dinikmati. Lagipula, tidak memalukan untuk diberikan pada orang lain.

Sebenarnya aku membawa buku resep dari Indo, tapi…. Ini tip dari jessie ya, Friends. Kalau kau mau belajar memasak, bolehlah menggunakan buku resep, tapi biasanya kau harus menyediakan bahan-bahan yang cukup banyak dan mungkin tidak terlalu kau pakai nantinya, macam kecap ikan, tepung terigu, tepung maizena, arak. Well, tidak setiap hari kau akan memasak dengan menggunakan bahan-bahan itu kan? Maksudku, dari bahan-bahan yang sederhana pun, kau bisa memasak sesuatu yang enak. Buatlah masakan yang sederhana. Pokoknya semua serba secukupnya. Tidak ada ukuran berapa sendok teh atau berapa sendok makan atau berapa liter air dan minyak atau yang lainnya. Semuanya berdasarkan intuisi dan lidahmu. Setelah lidahmu bilang ok, kau bisa minta tolong orang lain untuk ikut mencicip. Dan yang terpenting, memasaklah dengan gembira karena kau sedang memasak untuk seseorang yang kau cintai. Kalau kau memasak untuk dirimu sendiri pun, dirimu juga seseorang yang kau cinta kan? Intinya sih, memasaklah dengan cinta, karena hasilnya lebih dari seperti yang kau bayangkan.

Happy cooking!!

- jessie -
Wednesday, 22 February 2006
10:40 pm

Wednesday, February 22, 2006

a new comer

Hari Minggu lalu merupakan minggu ketiga di bulan Februari. Yah. Biasanya aku ditelpon Steven untuk diingatkan bahwa aku tugas bermain organ di gereja. Tentu aku sedikit merasa kehilangan. Disini aku belum pelayanan sama sekali. Masih belum terbiasa dengan bahasanya. Berulang kali harus mengatakan: “Sorry?” atau “Pardon me?” atau “I beg your pardon?” Something like that.

Erwin membawaku pergi ke gereja tempat ia beribadah. Namanya Church of Christ. Sebelum kesitu, aku membayangkan sebuah gereja klasik dengan tiang-tiangnya yang besar, tempat duduk dari kayu berikut mimbar yang dari kayu juga di tengah-tengah. Langit-langit yang tinggi. Seperti itulah. Surprise juga ketika pertama kali memasuki gereja itu, tempatnya seperti ruangan teater. Cukup besar. Untuk enam ratus sampai tujuh ratus orang. Bayangkan sebuah teater. Pertama kali kau masuk, untuk duduk di tempat terdepan, kau harus turun lewat beberapa anak tangga. Tidak ada mimbar, Saudara-saudara. Yang ada hanya panggung. Di pojok panggung, ada segerembolan anak muda sedang latihan lagu-lagu. Yap. Mereka para pemusik gereja. Drum, piano, keyboard, guitar, bass. Those are the main music instrument for the Sunday service.

Oke. Kalau kalian ingin membayangkan panggungnya…, buat kalian yang sudah pernah ke Auditorium UK Petra, lebih mudah bagi kalian untuk berimajinasi. Panggung gereja tersebut mirip dengan panggung yang ada di Auditorium UK Petra. Kira-kira sebesar itulah. Panggung itu dihiasi bendera-bendera (sebenarnya bukan bendera juga sih, tapi kain yang menjulur dari atas ke bawah, seukuran bendera) yang berwarna-warni. Mimbarnya kecil dan mungkin terbuat dari plastik atau aluminium atau kaca, pokoknya sesuatu yang transparan dengan hiasan salib didepannya. Kursinya bukan dari kayu, tapi lebih mirip kursi bioskop. Empuk. Di beberapa tempat, tersedia meja yang menyatu dengan kursi. Tempat untuk para orang tua yang membawa anak kecil juga khusus disediakan. Mereka bahkan dihimbau untuk tidak melarang anak-anaknya bermain-main dan membuat sedikit keributan. Sungguh berbeda dengan gereja yang biasa kudatangi di Surabaya.

Kebaktian itu mulailah. Erwin bilang, nanti salah satu seorang petugas akan maju ke depan dan bertanya siapa yang baru pertama kali hadir di tempat itu. Ia menyarankan aku untuk tunjuk tangan, karena siapa tahu aku bisa dapat voucher makan gratis setelah kebaktian. Hehehe.

Masih terbiasa dengan adat GKI dengan votum dan salam sebagai pembuka, aku agak canggung mengikuti kebaktian di gereja itu. mereka menyanyikan beberapa lagu yang kemudian diulang-ulang pada tiap lagunya. Yang memimpin biasanya seorang penatua. Mereka menyebutnya: Elder. Jujur nih, aku tidak bisa menyanyikan sebagian besar lagu-lagu yang mereka nyanyikan. Hanya satu lagu yang kukenal: I have a vision. That’s it! Where are you, Lydia and Desi??? Seperti yang kuduga, kebanyakan lagu-lagu mereka ambil dari Hillsong, grup musik lagu rohani yang terkenal dari Australia.


Setelah beberapa lagu, seorang pendeta (yang tidak bertugas) maju dan ngomong beberapa patah kata, yang hanya bisa kumengerti satu atau dua patah kata saja, ugh. Tapi yang jelas, aku tahu kapan harus mengangkat tanganku untuk menunjukkan bahwa aku baru pertama kali hadir di gereja tersebut. Ketika aku menunjukkan tanganku, semua yang hadir bertepuk tangan dan seorang petugas menghampiriku dan memberikan amplop besar berisi brosur-brosur kegiatan mereka juga formulir yang harus kuisi. Di dalamnya ada… voila! yap, voucher makan gratis seperti yang tadi erwin bilang. Para petugas itu sigap sekali menemukan orang-orang yang baru pertama hadir dan memberikan amplop besar itu.

Setelah penyambutan orang-orang baru, ada beberapa iklan lewat mengenai kegiatan-kegiatan yang akan diadakan dalam waktu dekat, seperti camp, pengumuman tentang cell group. Disini yang tergabung dalam cell group tidak hanya orang-orang muda saja, tapi semua yang rindu dan mau bisa bergabung dalam kelompok manapun. Pengumuman dan iklan mengambil beberapa menit yang kemudian disambung oleh seseorang yang mengajak jemaat menyiapkan hati untuk mengikuti perjamuan kudus. Disini setiap minggu ada perjamuan kudus. Dan yang disediakan bukan roti tawar seperti di Indo, tapi semacam cracker yang kutahu setelah kugigit rasanya sangat tidak enak. Ukh…, kalau memungkinkan, aku tidak ingin mengambilnya lagi. Setelah perjamuan kudus, mereka mengedarkan ember untuk persembahan. Sungguh! Mereka menggunakan ember, dan bukannya kantong persembahan lazimnya di Indo. Aku tidak tahu kenapa mereka menggunakan ember. Agak aneh, kupikir.

Perjamuan kudus selesai. Persembahan selesai. Pemimpin kebaktian kembali mengajak kami menyanyikan beberapa lagu sebelum khotbah. Seorang pendeta tua yang berkhotbah. Temanya tentang: How to fulfill your vision. OK! Aku jujur!!! Aku hanya menangkap poin utama saja, dan tidak kata-kata lain. Itupun dibantu dengan apa yang ditayangkan di layar LCD. Aku harus belajar mendengarkan dengan sungguh-sungguh.

Setelah khotbah, kami hanya menyanyikan singkat satu lagu penutup, kemudian pendeta itu memberi kami berkat. Selesai.

Sangat berbeda kan? Yang jelas, disitulah aku akan beribadah tiap minggunya. Tiap jumat aku akan bergabung dalam cellgroup untuk bible study. Dan…, ohya! Ketika aku hendak keluar dari gedung gereja, seseorang menyapaku. Dia salah satu petugas yang sigap memberikan amplop beserta formulirnya untuk para pendatang baru. Dia menanyakan namaku dan aku berasal darimana dan apakah aku akan datang lagi minggu depan. Tentu saja ia menanyakan dalam bahasa inggris. Aku menjawab sebisaku dan cukup senang bahwa aku diperhatikan dan merasa disambut. Tidak ada yang memperlakukanku seperti itu ketika aku menjadi pendatang baru di gerejaku yang lama. Oops… no hard feeling. Dan aku juga tidak melakukan hal yang sama seperti yang ia lakukan kok ketika aku menjadi pengurus komisi. I think that’s a good thing to do.

- jessie -
Wednesday, 22 February 2006
10:25 pm

di tram

Selama lebih dari seminggu ini aku menggunakan tram sebagai sarana transportasi utama untuk kemana-mana, aku menyimpulkan ada lima jenis penumpang tram.

Eater
Jenis penumpang ini selalu membawa makanan dan memakannya sepanjang perjalanan mereka. Makanan yang sering dibawa dan dimakan: sandwich, burger, chips.

Music Listener
Jenis penumpang ini biasanya tidak bisa kau ajak bicara karena mereka memakai earphone untuk mendengarkan musik dari walkman, cd-player, i-pod atau mp3. Mereka kadang-kadang menyanyikan lagu yang mereka dengar tanpa bersuara.

Sitter
Jenis penumpang ini mencari tempat duduk manapun yang kosong dan duduk diam sampai akhir perjalanannya. Kau pun kadang-kadang tak bisa mengajaknya bicara dengan alasan segan.

Reader
Seperti yang sudah bisa kau tebak. Jenis penumpang ini membawa buku untuk dibaca di dalam tram sepanjang perjalanan. Kalau mereka sudah asyik membaca, kau pun juga tidak bisa mengganggunya.

Chatter
Jenis penumpang ini biasanya berkelompok. Dua atau tiga cewek yang hendak pergi ke suatu tempat dengan menggunakan tram. Mereka biasanya terus mengoceh sepanjang perjalanan sambil mengunyah permen karet. Bisa juga seseorang yang sendirian kemudian bertemu dengan salah seorang kawan dan mengobrol sampai salah satu harus turun karena sudah sampai di tempat tujuan.

Watcher
Penumpang ini hanya duduk diam dan mengamati penumpang lainnya, kemudian membagi para penumpang itu menjadi lima kategori. Yeah. That’s me! Aku tidak yakin ada penumpang lain yang kurang kerjaan mengamati penumpang lain kemudian repot-repot membaginya dalam beberapa kategori seperti aku.

Kalau kau pikir, duduk diam di tram membosankan, kau bisa melakukan hal yang sama seperti yang aku lakukan. Kadang-kadang, duduk di depanku pasangan muda-mudi yang asyik bercengkerama dengan mulut mereka dan adu lidah, mengeluarkan suara yang berisik. Membuatku terkikik geli sambil menikmatinya karena aku tokh takkan menemukan pemandangan semacam itu di Indo. Kapan lagi?


- jessie -
Tuesday, 21 February 2006
08:54 pm

Tuesday, February 21, 2006

on a saturday night

Hari Sabtu kemarin aku diajak pergi ke daerah Bundora. Agak sedikit keluar dari kota Melbourne. Aku dan erwin dijemput di flat Pei Fun, teman kami dan aku mendapat satu teman baru. Namanya Dilys. Dia dari Malaysia tapi kami harus berbicara dengannya dalam bahasa inggris karena ia tak bisa bahasa melayu. Ia pemimpin cell group dimana erwin menjadi anggotanya. Dia bilang aku boleh bergabung dengan cell group ini. Namanya Thimotians. Kami berempat dijemput oleh anggota lain bernama Paul (oh, Nita… mengapa kau tak ada? J) dan meluncur untuk sekedar berkumpul-kumpul makan malam dengan Irwandy dan Imelda. Kedua suami istri ini juga anggota cell group. Mereka yang mengundang kami untuk makan malam di rumah mereka.

Kalau kau berpikir aku segera bisa beradaptasi dengan mereka, kau salah. Well, harus kuakui, memang aku lulus dari fakultas sastra jurusan sastra inggris hampir tiga tahun yang lalu. Tapi apa boleh buat kan, aku jarang menggunakan bahasa inggris sehari-harinya, jadilah aku pendiam dan pemalu di dalam mobil sepanjang perjalanan. Hanya sesekali ngobrol dengan Pei Fun atau Erwin dengan bahasa Indonesia. Paul juga dari Indonesia, jadi aku berbicara dengan mereka bertiga tapi masih takut-takut kalau berbicara dengan Dilys.

Irwandy dan Imelda punya rumah yang bagus tapi sedikit berantakan. Hehe. Maklum juga, mereka baru saja punya bayi perempuan yang sekarang berusia delapan bulan yang suka merangkak kemana-mana, mulai bisa berdiri sendiri dan selalu mengajak orang berjalan kemana-mana. Namanya Irena. She’s so cute! Irwandy dan Imelda juga orang Indonesia yang bisa sedikit bahasa china, jadi sepanjang malam itu, aku mendengar percakapan bahasa inggris dengan logat china seperti: “How come, ha?” atau “Come on, la.” Aku berusaha mengikuti percakapan mereka dan menimpali sebisa mungkin. Imelda bilang kalo hari itu aku boleh saja jadi sangat pendiam seperti Yanti ketika pertama kali bergabung dalam grup mereka tapi lihat saja nanti. How can she know about that??

Makan malam kami hari itu bertemakan steam boat dinner. Ikan di-tim, sup bakso ikan dan tahu, juga ayam goreng. Makanan yang tidak biasa kumakan ketika aku masih di Indo. Mereka juga menyuguhkan sedikit sake Korea yang sudah dicampur sprite. Rasanya pahit-pahit enak. Aku minum beberapa teguk dan serasa panas di dalam. Tapi kalau ditawari lagi, mungkin aku tak bisa menolaknya. :p

Overall, I feel welcome with them. Dan mungkin lama kelamaan aku sudah tidak canggung lagi bercakap-cakap dengan mereka dalam bahasa inggris. Mungkin juga, bahasa inggris-ku akan sedikit beraksen china. Hm….


-jessie-
Tuesday, 21 February 2006
11:28 am

my flat

Aha!!! Tempat tinggalku yang pertama. Hanya aku dan erwin. Dan sungguh! Yang seperti ini yang aku inginkan sejak dulu.

Flat tempat tinggalku ini kecil. Dan memang bukan rumah. Kalau kau pertama kali masuk ke flat ini, kau cuma melihat sepetak kecil ruang tamu yang merangkap ruang menonton tivi. Hanya ada dua sofa berlengan, satu meja, satu televisi, rak buku dan satu rak sepatu. Setelah ruang tamu ini, sudah ada dapur di seberang sana, dengan meja makannya. Meja makan itu seharusnya punya dua kursi. Kursi bersandar dan kursi biasa. Kupikir, cukuplah untuk kita berdua. Tapi ternyata terjadi insiden kecil yang menyebabkan kaki kursi bersandar itu patah dan jadilah kami hanya punya satu kursi untuk meja makan. Yang kusuka dari dapur ini adalah peralatannya yang cukup lengkap. Rupa-rupanya istri dari pemilik flat yang lama doyan memasak, yang menyebabkan ia punya beberapa macam pisau dapur, beberapa macam wajan untuk memasak beserta sutilnya, adonan kue dan agar-agar, parutan, setumpuk piring, gelas dan cangkir yang bervariasi, microwave (yang kemudian kami ketahui tidak bisa dipakai L), toaster, dan kompor listrik lengkap dengan oven bersama exhausted fan, juga lemari es yang masih bisa bekerja dengan sangat baik. Disini, ada dua macam air yang mengucur dari ledeng – dingin dan panas. Kau bisa minum air yang dingin tapi tidak yang hangat, karena yang hangat sudah dicampur dengan bahan kimia. Lucu, kupikir. Di Indo, air hangat malah baru boleh diminum karena biasanya sudah direbus terlebih dahulu.

Berbeloklah ke kanan antara ruang tamu dan dapur, ada sebuah space kecil penghubung antara kamar mandi, ruang tidur dan ruang tidur utama. Kamar mandi ini pun sudah lengkap dengan mesin cuci, beberapa ember dan juga gayungnya (pemilik sebelumnya orang Indonesia, karena itu mereka memerlukan gayung!), wastafel, toilet dan bath tub. Disini kau tidak akan menemukan bak mandi dengan gayung. Jadilah aku tiap hari mandi berendam atau dengan shower. Kami tidak menggunakan ruang tidur di seberang kamar mandi ini, tapi kami menggunakan kamar tidur di sebelah kiri kamar mandi. Itulah kamar tidur utama. Disini sebagian aktifitas kami lakukan. Tidur. Ganti baju. Menyeterika. Mengisi baterai alat-alat komunikasi kami dan kamera. Bermain komputer. Membaca buku. Menulis. Mengerjakan tugas. Jadi jangan heran kalau kamar ini menjadi kamar yang paling berantakan dibandingkan dengan ruangan-ruangan lainnya. Lemari pakaiannya tertanam di dinding, bukan berupa lemari kayu seperti lazimnya di indo. Dan ohya, perlu kau ketahui, seluruh ruangan di flat ini kecuali dapur ditutup dengan karpet. Jadi kami tak perlu repot-repot menyapu dan mengepel setiap hari. Hanya menggunakan vacuum cleaner.

Kemana kami harus menjemur? Dalam satu blok ini ada empat flat dan di belakang deretan flat ini ada tempat khusus untuk menjemur pakaian. Flat pertama ditempati orang bule yang suka menyetel musik keras-keras di siang hari. Kami menempati flat yang kedua. Yang ketiga ditempati bule tua dan yang keempat kebetulan ditempati orang Indonesia, teman erwin. Namanya pak Ali dan bu Salma. Bu Salma ini termasuk wanita yang rajin memasak. Ketika kami pertama kali datang ke Melbourne dan langsung menuju flat ini, ia mengirimi kami sepiring bakwan (atau ote-ote) yang digantungkan di pegangan pintu flat kami. Malamnya kami mampir untuk mengucapkan terima kasih. Esoknya, ia mengirimi kami lagi empat potong cake coklat kacang yang ia bikin sendiri. Astaga…. Erwin bilang, karena istri yang punya flat sebelum kami ini juga suka memasak, mereka berdua sering sekali bertukar kirim penganan buatan masing-masing. Nah. Apa pula yang bisa diharapkan dari jessie?

Menyenangkan juga tinggal di flat daerah ini. Dekat dengan stop-an tram dan juga bus. Dekat pula dengan supermarket. Lagipula, flat inilah satu-satunya tempat yang kurindukan kalau aku sudah terlalu lama dan lelah berjalan-jalan di luar sambil merasakan hembusan angin yang dingin dan matahari yang panas. Home sweet home.


- jessie -
Monday,
20 February 2006
11:37 pm

Thursday, February 16, 2006

melbourne..., here i am!!!

Melbourne… here I am!!

Friends, jessie udah di Melbourne! Beradaptasi lagi dengan kehidupan yang baru. Everything looks new, smells new, tastes new, and sounds new. Pertama kalinya menginjak negeri selain Indonesia. Keluar dari zona nyaman Surabaya, ke tempat baru yang benar-benar asing. Meskipun tidak sampai setahun di kota ini, aku akan berusaha untuk tidak menyia-nyiakannya. Sungguh. Ini suatu hadiah dan kesempatan yang sudah Dad berikan padaku. Ia pasti tahu aku begitu menanti-nantikan saat ini.

Kota yang bersih dan teratur. That’s Melbourne. Begitu berbeda dengan Surabaya. Begitu berbeda dengan Indonesia. Kau bilang aku cerewet? Yah… aku terus bertanya pada erwin apa ini dan apa itu. Aku berusaha melihat sebanyak-banyaknya dan menyimpan sebisa-bisanya di memori otakku yang kecil ini. Aku begitu pelupa, dan sebelum aku melupakannya, ijinkan aku menuangkannya dalam tulisan.

Tram adalah salah satu kendaraan terunik di seluruh dunia. Karena kau hanya bisa menemukan kendaraan ini di Melbourne dan London. Kau bisa pergi kemanapun kau mau dengan tram. Kau harus membayar seratus dolar untuk satu bulan dan kau bebas naik kemanapun, asal tak lupa membawa kartunya. Sisanya? Kau bisa jalan kaki. Tak usah khawatir soal polusi atau udara yang kotor dan panas seperti Surabaya. Disini kebanyakan orang menggunakan tram sebagai sarana transportasi mereka, mobil yang mesinnya tidak bising dan tidak menciptakan polusi, sepeda (Sungguh!! Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri bahwa jalur untuk pengendara sepeda disediakan di semua jalan) dan kaki! Karena itu, tak perlu punya sandal atau sepatu hak tinggi, karena mereka tidak diperlukan disini. Kau hanya perlu sandal saja atau sepatu olah raga. Pokoknya sesuatu yang membuat kakimu tetap nyaman untuk kau ajak jalan kemana-mana. Kalau kau ingin membayangkan tram, jangan membayangkan bis di Indonesia. Buat orang jawa tengah yang tahu kereta kaligung, mungkin seperti itulah tram. Hanya tram disini lebih bersih dan tidak bikin eneg. Tidak ada genangan air, bekas puntung rokok yang dibuang (ada tanda dilarang merokok dalam tram itu dan semua penumpang mematuhinya!!), sisa-sisa makanan yang (pura-pura) lupa dibuang oleh pemiliknya atau coretan-coretan macam: ‘Dina was here’ atau kelas II-3 SMP X pernah disini atau Joni loves Sinta.

Sepanjang hari ini aku pergi ke pusat kota. Pusat kota adalah tempat dimana kau bisa menemukan apapun disitu. Toko-toko besar dan kecil berjejer disana-sini. Lebih asyik berjalan kaki jika kau sedang berada di pusat kota. Dan jangan lupa membawa kamera. Banyak hal yang menarik yang bisa kau simpan dalam memori kameramu untuk kau lihat-lihat kembali. Pengamen jalanan, uhm…, mungkin lebih tepat kalau mereka kubilang musisi jalanan. Mereka tidak hanya memakai gitar atau beberapa logam uang receh dan tutup botol coca cola yang disatukan dengan paku di sebuah lempengan kayu untuk menyanyi mencari uang. Mereka bisa menggunakan terompet, atau bahkan keyboard kecil dan juga ketipung. Dan sebenarnya mereka lebih tepat dibilang entertainer ketimbang street musician. Ada pula yang pamer kebolehannya membuat benda-benda mungil dengan menggunakan kawat. Kawat-kawat tembaga lempeng warna oranye yang lurus-lurus dan kaku itu, ditangannya bisa jadi sebuah sepeda, anjing, orang-orangan. Very interesting. Toko-toko dihias seatraktif mungkin. Sebuah toko baju dan kosmetik (oh, cik nety… dimanakah dikau??) menggelar thematic display. Sulit untuk menggambarkannya, tapi aku sedang mencobanya. Uhm... patung-patung yang mengenakan gaun-gaun mode baru dan di sebelah patung-patung itu berdiri majalah raksasa menuliskan tentang seasonal fashion. Erwin bilang, beberapa waktu yang lalu toko itu didekorasi seperti istana boneka. Aku tak sabar menanti tema apalagi yang bakal mereka gelar setelah season ini berlalu.

Ah… akhirnya hari ini salah satu impianku terpenuhi. Walking around a park. Taman yang ada di pusat kota di Melbourne ini sangat impressive. Mungkin hampir sama dengan yang kau lihat di televisi. Lengkap dengan kolam bebek, kursi2 taman, pohon-pohon rindang, gazebo dan area rumput yang cukup luas buatmu untuk beradegan India dengan pacarmu. They are very clean, don’t worry. Ketika aku dan erwin makan siang disitu, beberapa unggas menghampiri kami. Aku begitu terkejut ketika sadar bahwa mereka tidak takut pada manusia. Di Indonesia, kami tidak pernah bisa mendekati burung (yang tidak di sangkar) atau bebek atau ayam. Tapi disini, mereka yang mendekatimu. Hanya saja, meskipun kau ingin memberi mereka makan, kau dilarang oleh pemerintah setempat untuk melakukannya. Akan sangat menyenangkan kalau bisa melakukannya, tapi mereka bilang, kalau kita melakukannya maka kita sama saja merusak daerah yang liar terpelihara itu. Rupanya mereka membiarkan unggas-unggas itu mendapatkan makanan dari alam. Udara yang sejuk, pemandangan yang indah, tempat-tempat yang asyik (macam plant craft house, glass houses, myer music bowl, observatory cafĂ©, mini long island, museum, etc) dan bermacam-macam orang membuat aku lupa kalau aku sudah berjalan begitu jauh dan kakiku mulai berteriak-teriak kesakitan dan perutku menuntut extra makanan karena aku sudah membuang energi begitu banyak. Ketika aku berjalan keluar dari taman itu, aku berpaling dan berjanji pada diriku sendiri bahwa perjalanan hari itu tidak akan hanya sekali. Aku pasti akan kesana lagi.

Well, sebenarnya masih banyak yang ingin kuceritakan. Flat yang kutempati ini memang kecil, tapi aku menyukainya. Seperti yang kuimpikan. Aku hanya ingin bilang pada adikku, Tian, bahwa disini rambut keriting seperti rambutnya bukan sesuatu yang lucu dan jadi bahan tertawaan orang banyak, tapi sesuatu yang common bahkan cool. You must be proud of your hair, just wait until you go out from Indonesia.

Masih banyak yang bisa dilihat, dan aku akan berusaha untuk menterjemahkan isi otakku yang penuh itu menjadi tulisan.


- jessie -
Thursday, 16 February 2006
01:39 am

jc: as a girl, a woman, a bride and a wife

Hohohoho…!!

A new jessie… starting from 7 January 2006, jessie will be…:

Jessie as a girl
Jessie is still a little girl. Maksudku, ia tetap gadis kecil yang hanya memakai sebentuk cincin kawin yang melingkar manis di jari kanannya. Orang yang baru saja bertemu dengannya dan belum kenal dengannya bakalan berpikir kalau ia mungkin masih SMA atau masih kuliah. Paling banter ya masih kerja en lajang ting-ting. That is a physical appearance. Dan tentu saja, aku dilarang memberitahumu hanya soal fisik. Kita teruskan.

Jessie as a woman
What?? Jessie is a woman? No way…! Mungkin itu sih yang dikatakan teman-temannya. Lebih cocok dibilang a girl daripada a woman. That’s ok. Up to you. Tapi sekarang jessie harus belajar lebih dewasa. Tidak lagi memikirkan dirinya sendiri. Tidak lagi hidup untuk diri sendiri, tapi juga untuk seseorang. Seseorang dimana ia dan orang itu mengikat janji seumur hidup di depan altar

Jessie as a bride
A very talkative bride! Dan banyak maunya. Mana mau ia menggelar acara pemberkatan nikah dan pesta resepsi yang biasa-biasa saja?? Harus ada sesuatu yang berbeda!!! Karena itu lahirlah sebuah tema dalam acara pernikahannya: ... a cup of blended souls. Hei, apa artinya sih itu? Hmm… let me explain. Ini tentang sebuah filosofi baru yang tercipta diantara jessie dan calon suaminya (waktu itu). Ketika biji kopi diolah sedemikian rupa menjadi kopi dan susu dimurnikan sedemikian rupa sehingga menjadi susu yang siap dinikmati, mereka menemukan bahwa dua minuman ini tidak hanya bisa dinikmati seperti itu. Ketika mereka diaduk dan disatukan, butuh pengolahan yang lebih rumit untuk menjadi secangkir cappuccino yang siap untuk dihidangkan. Anggaplah, biji kopi itu seorang erwin yang baru lahir dan belum diolah untuk menjadi kopi, sebuah jiwa yang perlu diproses. Dan anggaplah susu murni itu seorang jessie yang juga masih perlu diolah sebelum bisa diminum, jiwa lain yang perlu juga diproses. Ketika kedua jiwa itu disatukan, butuh proses yang lebih rumit lagi buat mereka untuk menjadi berkat bagi orang lain. That’s the philosophy! 7 January 2006 is jessie’s her big day for a transformation. Kesensitifan hatinya menjelang hari besar itu menyebabkan erwin, the groom wanti-wanti menasehatinya jauh-jauh hari: whatever happens, keep smiling. Jessie tidak hanya smile! waktu itu. Lebih tepat dibilang cengengesan daripada tersenyum. Meskipun wajah serasa berlapis-lapis, gaun berat yang ujungnya robek (oops!!!) gara-gara harus main ayunan pada waktu difoto, bibir yang mulai kering, dan kaki yang hampir putus karena harus berdiri berjam-jam mengenakan sepatu hak tinggi 9 cm! (Note: seandainya bisa, carilah calon suami yang tingginya sepadan denganmu kalau kau tak merasakan penderitaan jessie selama hari pernikahannya itu… kidding man!!!) Banyak masalah terjadi, tapi jessie bukan orang yang suka ingkar janji. Ia telah berjanji untuk tetap tersenyum apapun yang terjadi, so… dia tetap tersenyum. Most of her friends came to her matrimony and party. She’s also a very happy bride! Not just happy but joyful.

Jessie as a wife
Ask erwin!! Cobalah tanya erwin, bagaimana jessie sebagai istri. Malam pertama dihabiskan di sebuah apartemen. Untuk pertama kalinya merasakan bagaimana menghabiskan waktu berdua saja tanpa orang lain. Melakukan sesuatu yang sangat dilarang ketika mereka pacaran (whoops, apaan tuh?? I cant tell you… ;p). Jujur saja, jessie belum benar-benar merasakan bagaimana menjadi seorang istri. Bagaimana tidak, setelah semalam berdua dengan suami, esoknya ia harus tinggal di rumah mertua untuk sementara waktu. Beberapa hari kemudian harus ke pekalongan, jessie’s hometown untuk acara yang berkaitan dengan pernikahannya itu. Ngunduh mantu, orang jawa bilang. Tapi menurutku jessie masih kekanak-kanakan. Sebuah insiden terjadi di hari itu. Jessie bete banget begitu keluar dari salon setelah sesi make-up. Tak ada masalah dengan make-up-nya. Maksudku, masih bisa diperbaiki sendiri sesuai keinginan-lah. Yang jadi masalah bagi jessie adalah rambut! Entah bagaimana, dari dulu jessie selalu mempermasalahkan rambut. Dulu sekali, semasa SMP, ia minta diantar emaknya untuk potong rambut. Ia lupa kalo janjian dengan temannya untuk memanjangkan rambut. Begitu kres kres kres, sadarlah ia bahwa mestinya ia tidak harus memotong rambutnya. Ia menyesal dan marah-marah karena rambutnya dipotong kependekan. Sekarang, setelah bertahun-tahun berlalu, kejadian itu terulang lagi. Pasalnya, jessie menginginkan model rambut yang bahkan salonnya tak punya alat untuk mengubah rambutnya jadi seperti yang ia mau. Jadilah, rambutnya itu diatur sedemikian rupa menjadi seperti yang punya salon mau bukan yang jessie mau. Hanya bisa menangis dan marah-marah karena nggak pede. Woah! Seperti itu tuh jessie sebagai istri? Pulang dari pekalongan, kembali ke Surabaya yang panas karena harus masuk kerja. Apa yang terjadi? Tiap pagi, ketika ia dan suaminya bangun, sarapan sudah tersedia. Bagaimana tidak, memiliki mertua yang pandai memasak ada untungnya dan ada tidaknya. Untungnya ya itu tadi, tak perlu repot-repot masak, semua sudah tersedia. Enak lagi. Belum tentu kalau masak sendiri, bisa jadi makanan seperti itu. Tidak untungnya adalah jessie jadi bergantung. Malas berusaha. Buat apa? Sekali waktu pernah membuat jelly dan salah. Lupa dinaikkan diatas kompor yang panas sehingga ketika dimasukkan ke lemari es, jelly tetap cair. Dan ia ditertawakan habis-habisan. Mau bagaimana lagi?

Nah… bagaimana? Meskipun semuanya berubah, sepertinya jessie belum betul-betul bertransformasi ya? Apa kau mau sabar menunggu? Mungkin Melbourne dan erwin dapat mengubahnya….


- jessie -
Thursday, 16 February 2006
12:56 am