Monday, July 29, 2013

seorang laki-laki tua

Tak ada yang istimewa dari penampilan laki-laki tua yang sudah beruban itu. Yang khas barangkali adalah kekehnya yang cenderung beruntun dan senyumnya yang sering menghias di wajahnya. Itu saja. Tampan? Ia sudah cukup tua untuk dapat dikatakan tampan. Gagah? Ia juga sudah cukup berumur untuk dapat dikatakan gagah meski tak bungkuk jalannya. Tinggi? Ia tak juga tinggi. Sederhananya sederhana: lihatlah ia sekilas saja, belum tentu sosoknya tinggal dalam benakmu.

Berapa banyak orang, kau pikir, ingin menjadi seperti dia? Barangkali tak banyak. Dan barangkali hanya dapat dihitung dengan jari. Apalagi anak-anak muda jaman sekarang, yang cita-citanya tidak jauh-jauh dari orang terkenal, bintang film, fotomodel, penyanyi, anak band atau sederet profesi dengan bonus diliput media, diikuti paparazzi dan dimintain tanda tangan dan foto kemanapun mereka pergi. Atau yang agak beda sedikit, anak-anak muda yang bermimpi mengubah dunia dengan kepintaran mereka dikombinasikan dengan ambisi yang ditanamkan orang tua sejak kecil melalui sekumpulan piagam dan piala dari segala penjuru.

Dari sekian banyak anak-anak muda itu, berapa banyak yang melihat laki-laki tua sederhana tadi sebagai panutan? Entah. Yang jelas, ada yang perlu kau tahu tentang laki-laki tua tak menarik ini. Dulu tiap minggu, ia selalu menggandeng istrinya yang menderita alzheimer ke gereja untuk mengikuti kebaktian. Apabila ada acara makan-makan, ia akan mengambilkan sekaligus menyuapi istrinya dulu sebelum ia sendiri makan. Tak pernah kulihat atau kudengar ia mengeluh atau marah-marah pada istrinya. Ia pernah mengatakan pada kami, ia sudah berjanji akan terus menjaga istrinya apapun keadaannya, dan itu akan terus ia pegang. 

Menurutku, ia lebih dari seorang bintang film Hollywood. Atau penyanyi K-Pop yang digandrungi remaja masa kini. Atau bahkan presiden kita yang doyan ngomong prihatin itu. Laki-laki tua ini mengajarkanku arti cinta sejati yang dibungkus komitmen. Boleh jadi ia anonim, boleh jadi ia tak terkenal, tapi orang-orang seperti ia yang akan terus tinggal dalam hati ini. Menjadi inspirasi sekaligus teladan lebih daripada orang-orang terkenal itu.


Minggu, 28 Juli 2013
5 menit menuju 29 Juli 2013

#36harimenulisrandom - day 2




Saturday, July 27, 2013

dari pucuk daun sebuah pohon


Dari pucuk daun sebuah pohon, seekor serangga tak bernama bertengger. Ia lesu tak nafsu makan. Angin sepoi-sepoi tak lagi menghampirinya. Di bawah sana bukan lagi hamparan rumput hijau, tetapi jalanan berasap - baik kepulan asap dari kendaraan bermotor yang dipakai manusia, kepulan asap dari moncong manusia, juga kepulan debu. Tak lagi bisa ia tonton anak-anak kecil tertawa girang karena layang-layang mereka membubung tinggi di langit biru, menyapa awan-awan. Tak lagi bisa ia amati pasangan orang-orang tua berjalan-jalan sambil menghirup udara segar. Tapi ia tak mengeluh, hanya sedih. Waktunya hampir tiba.

Siang itu, beberapa petugas datang. Dan tak kurang dari sehari, pucuk daun itu terbujur di atas jalan bersemen. Terinjak kaki-kaki serampangan yang wira-wiri. Serangga tak bernama itu tak kurang pahit nasibnya. Cairan tubuhnya tertempel pada pucuk daun tempat ia tadinya bertengger. Lengket dan tak lagi bernyawa. Namun, siapa peduli pada nasib serangga tak bernama? Meskipun barangkali ia adalah saksi jujur sejarah kehidupan? Sejarah kehidupan yang seringkali diputarbalikan sedemikian rupa, sehingga terkadang tak bisa lagi diketahui mana yang benar, mana yang salah?

Benar apa kata Goenawan Mohammad, manusia terlalu sibuk dengan hal-hal besar, sehingga tak punya waktu untuk hal-hal remeh macam serangga.


Sabtu, 27 Juli 2013
6:39 


#36harimenulisrandom