Beberapa hari yang lalu aku chatting dengan seorang kawan lama yang sekarang tinggal di
Anyway, tidak lama setelah bercakap-cakap ngalor ngidul, kami berdebat kusir soal perempuan. Asal muasalnya dia mengirimkan monolog karangannya padaku yang menurutku isinya sarat dengan kritik sosial. Dan obyek tunggalnya adalah makhluk yang bernama perempuan. Dalam monolognya ia menulis bahwa menjadi perempuan di zaman sekarang itu tidak gampang. Dan dengan senang hati aku menyetujuinya. Kubilang padanya, perempuan di
Aku tercenung. Iya sih. Kok mau sih kita? Beberapa waktu yang lalu aku nonton Gie.
Berikut adalah sedikit opini yang aku tulis tentang perempuan dua tahun yang lalu.
Aku kadang-kadang bisa benci banget yang namanya masyarakat. Boleh dibilang kalau aku menganggap masyarakat tuh seperti segerombolan mata-mata yang siap memberikan komentar-komentar negatif dan sinis dari mulut tajam mereka. Komentar-komentar yang mungkin keluar begitu saja tanpa melalui saluran-saluran hati dan otak. Dan mungkin, komentar yang singkat dan pedas itu mampu membunuh jiwa seorang manusia.
Aku ini seorang gadis. Muda. Mungil pula. Dan termasuk dalam kelompok minoritas di tengah bangsa yang kuanggap bangsaku sendiri, tapi tidak sebaliknya. Terima kasih. Perlahan-lahan, mulai kubaca jalan pikiran mereka, paradigma yang ngendon dalam otak dan hati mereka. Sampai (tanpa) kusadari, mereka turut andil dalam membentuk diriku yang sekarang. Hanya saja, semakin aku menuruti mereka, semakin mereka dapat menemukan dengan mudah apa-apa saja dalam diriku yang ‘perlu’ mereka kritik dan ‘perbaiki’. Akan kuceritakan sebagian kecil paradigma yang mungkin mereka hunjamkan dalam diriku.
Beberapa saat yang lalu sedang ada tren di layar kaca (katakanlah, Indonesian Model di Indosiar, Cantik
Sekarang, aku mau coba jabarin ‘cantik’ ala masyarakat
CANTIK ala masyarakat
1. berambut panjang dan lurusss; (lihat aja iklan shampoo, emang ada yang pake model dengan rambut keriting?)
2. ku-ti-lang alias kurus tinggi langsing (sekali lagi boleh deh dilihat di iklan, kebanyakan ngiklanin produk untuk menguruskan badan)
3. punya kulit kayak pualam alias putih nan halus (lagi-lagi lihat iklan deh..., sabun, body lotion, dst, dst)
4. smart (kalau bisa, kalau nggak ya nggak apa-apa, asal tiga nomor diatas terpenuhi)
5. udah ah..., kebanyakan, ntar berat amat syaratnya, yang diatas aja susah dipenuhin
Menurutku, gadis-gadis muda punya ingatan yang payah. Baru beberapa menit meninggalkan cermin dan menikmati bayangannya, mereka sudah mencari-cari cermin lain dalam beberapa langkah untuk memastikan apakah mereka masih terlihat cantik atau tidak. Aku mengatakan hal ini bukannya mengada-ada, tapi bahkan aku sendiri mengalaminya.
Setiap gadis punya obsesi untuk jadi cantik menurut standar mereka masing-masing. Dan karena punya obsesi seperti itulah, mereka seperti kehilangan jati diri. Ketika mereka mulai merasa kehilangan jati diri, maka mereka mulai mengenakan topeng. Mereka mulai memasang berlembar-lembar topeng yang bernama kosmetik untuk menutupi wajah mereka yang sesungguhnya. Mereka mulai tergila-gila dengan sesuatu yang namanya cermin. Sementara mereka menikmati bayangan mereka yang mengenakan topeng lewat cermin itu dengan menyisir ribuan helai benang halus yang bernama rambut. Entah berapa ayunan.
Lalu? Memang kenapa kalau mereka memakai topeng? Bukannya kadang-kadang mereka malah lebih percaya diri ketika mereka mengenakan topeng itu? Ironisnya, meskipun mereka sudah mengenakan topeng, mereka masih merasa tak puas. Keluhan dan decak tak puas sering keluar dari mulut. Kadang begitu tajam dan menukik, kadang begitu sendu dan suram. Sampai air mata ikut berbicara.
Yang terjadi pada fase selanjutnya adalah mereka sakit. Sakit jika tidak dikatakan cantik. Sakit jika tidak dipuji cantik. Dan sakit karena merasa penampilan mereka tidak sesuai dengan kriteria menurut hipotesaku diatas.
Gadis-gadis yang sudah memiliki rambut panjang lurus nan hitam berharap supaya rambutnya sedikit ikal dan disembur warna favorit. Sebaliknya, gadis-gadis yang memiliki rambut ikal dan keriting yang susah diatur bermimpi untuk memiliki rambut selurus jarum dan sehalus sutra. Itu hanya rambut. Belum lagi keluhan tentang tubuh. Tubuh yang kurang langsing, kurang berisi, kurang proporsional, kurang kurus. Lalu mereka menjalani program diet yang ketat yang menyebabkan mereka tidak bisa menikmati hidup ini lebih indah. Kalaupun akhirnya keinginan mereka terpenuhi, keluhan dan gerutuan tak puas masih meluncur cepat dari lidah mereka. Kompensasinya adalah mereka mulai menutupi ‘ketidaksempurnaan’ mereka dengan pakaian yang memamerkan sebagian tubuh mereka atau mengenakan rok sependek celana anak SD sampai-sampai ada bagian dalam yang mencuat keluar, mengintip seolah-olah ingin meneriakkan sesuatu yang mengundang.
Ironisnya, ketika mereka berusaha memenuhi kriteria ‘cantik’ ala masyarakat Indonesia, masyarakat itu sendiri kembali nyinyir dengan usaha mereka. Lalu, gadis-gadis itu dinyatakan gila karena penampilan mereka yang dianggap aneh. Masyarakat malah memandang rendah mereka, tanpa mengetahui bahwa sebenarnya sadar atau tidak masyarakat ikut mengubah mereka menjadi seperti sekarang ini.
Dan kemudian, pertanyaan itu mampir di benakku. Lalu, apa yang harus aku lakukan? Sebagai seorang gadis. Yang masih muda. Yang mungil. Yang minoritas.
Sebagai seorang gadis yang mungkin berpenampilan biasa-biasa saja, aku percaya sempat terbersit dalam pikiranku untuk ikut arus, untuk percaya pada masyarakat bahwa seorang gadis tidak pernah akan sempurna dan cantik. Bahwa seorang gadis akan menjadi gadis normal di tengah masyarakat ketika ia mengenakan topengnya dan banyak asesoris yang melapisi tubuhnya. Dan kalau aku benci dengan masyarakat mengapa aku menuruti omongan mereka? Mengapa???
Tertawa sajalah. Meskipun itu berarti kau menertawakan dirimu sendiri. Tapi biar kuberitahu satu hal, rahasia penting untuk menjadi cantik tanpa perlu mengenakan berlembar-lembar topeng diatas kulit wajahmu dan berpura-pura menjadi orang lain. Kala kau merasa bahagia, hatimu damai, dan penuh dengan cinta; kala kau merasa bahwa kau seorang yang sangat berarti untuk orang-orang disekitarmu; kala kau mengerti bahwa untuk dicintai oleh orang lain kau harus mencintai dirimu dulu; kala kau sadar bahwa kau cantik, tengoklah cermin manapun, karena kau akan melihat sosok yang berbeda yang tak hanya cantik, tapi juga bersinar. Harus kuakui bahwa pria yang mencintaiku memang tak pernah mengatakan aku cantik, tapi ia dengan tulus mengatakan bahwa aku gadis yang bersinar dan sinar yang kupancarkan memberi damai dan cinta dalam dirinya.
Tahu tidak? Itu sudah cukup. Hal-hal rumit lainnya, tentu tidak disini.
27 Oktober 2004
Waktu itu kubilang pada si kawan lama ini, lebih tepat dikatakan kalo jadi perempuan di negeri
Bicara tentang perempuan memang tidak akan pernah habis. Makhluk yang kadang-kadang sangat bergantung pada perasaan dan hormon. Makhluk terkonsumtif di seluruh dunia. Makhluk yang tergila-gila pada cermin. Makhluk yang selalu diijinkan menangis kapanpun dan dimanapun. Makhluk yang sebenarnya lebih kuat baik jiwa maupun raga, karena ia terbuat dari tulang rusuk, bukan dari tanah.