Thursday, January 21, 2010

judgement everywhere

Pernahkah berpikir demikian? Suatu pagi saat kau bangun dari tidurmu yang tidak terlalu nyenyak, mendapati bahwa perutmu sakit, tidak bisa sarapan dan harus bolak-balik ke kamar mandi, dan itu semua menyebabkan kau telat masuk kantor. Setiba di kantor, kau dapatkan salah satu rekan kerjamu menegurmu karena datang terlambat tanpa peduli apa alasan dibalik keterlambatanmu. Sementara, bosmu yang kau lapori malah tidak merasa masalah. Kesal? Banget!

Tapi itulah dunia yang sekarang kita tempati. Banyak yang berlagak jadi Tuhan. Bilang ini boleh, itu nggak boleh. Ini dosa itu dosa. Ini haram dan itu tidak. Enggak pernah mencoba berpikir apa sih yang ada di balik itu semua. Apa yang ada dibalik orang-orang melakukan apa yang mereka lakukan. Kejadian diatas itu misalnya, ia terlambat bukan kemauan dia. Dia sih pengennya nggak terlambat, tapi apa mau dikata perut berkata lain? Kalau sudah sakit perut seperti itu, mungkin juga enggak kepikiran untuk sempet beritahu orang kantor. Saya suka nggak habis pikir dengan orang-orang yang berpikir demikian. Sebelum lihat orang lain, sebelum tunjuk-tunjuk kesalahan orang lain, mbok coba lihat diri sendiri dulu, sudah beres belum? Untuk pertanyaan ini, kadang-kadang
ada yang menjawab: SUDAH BERES SEMUA, DIRIKU SUCI ADANYA, karena itu ia sibuk menuding-nuding orang lain dan kesalahan-kesalahan mereka.

Waktu saya mendengar berita tentang foto Pre-Wedding diharamkan (dan di-review dengan sangat bagus oleh Ibu Vicky), saya terhenyak. Dan saya lebih tertegun lagi saat mendengar berita bahwa tidak hanya itu saja yang diharamkan. Rebonding (conditions apply), perempuan dengan gaya rambut Punk dan tukang ojek perempuan juga haram hukumnya. Jadi, kalau laki-laki dengan gaya
rambut Punk boleh? Tukang ojek laki-laki boleh? Alasannya apa? Rambut punk enggak nyaman dilihat? Atau kelihatan berandalan? Saya pernah tuh lihat cewek, masih muda, di sebuah tram pas saya lagi di Melbourne. Dandanannya cewek ini serba hitam, rambutnya pun rada dibikin berantakan, matanya diwarnai hitam, kaus kaki hitam, baju hitam, pokoknya warna yang mencolok dari dia itu hitam. Bisa dibilang dandanannya agak mirip dengan Marilyn Manson. Istilahnya: Dandan Gothic. Kayak gini nih.
Barangkali kalau dia dandan seperti itu terus jalan-jalan di Mal di Indonesia sudah jadi tontonan khalayak kali ya, tapi yang ini enggak. Semua cuek aja (kecuali saya! Hehehe). Sampai ketika berhenti di tram stop, seorang nenek tua masuk, cewek berdandan hitam-hitam ini lah yang pertama kali berdiri dan menyerahkan tempat duduknya. Jadi kata siapa sih orang yang suka dandan aneh-aneh itu jahat? Berperilaku negatif? Suka menyerang? Enggak juga tuh.

Tukang ojek perempuan enggak pantas? Menyinggung perasaan laki-laki? Atau karena lebih laku? Saya heran, kenapa sih enggak pada mikirin gimana caranya supaya kemiskinan di negeri ini dihapus? Gimana caranya korupsi diberantas? Gimana caranya supaya pendidikan semakin maju? Yang ada malah ngurusin moral orang lain! Ngurusin hidup orang lain! Gaya rambut itu seni. Dan memang enggak semua orang suka. Tapi kalau kita mengikuti semua yang orang lain suka, kita bisa cepet mati karena stress. Seperti kata temen-temen saya, istilah lain dari nyenengin semua orang di dunia ini adalah MISSION IMPOSSIBLE.

Untuk conditions apply-nya Rebonding itu sempet bikin saya ketawa geli. Kenapa? Waktu itu saya nonton tivi. Orangnya bilang begini: “Lho Rebonding itu kan enggak diperbolehkan kalau tujuannya untuk kemaksiatan. Untuk kejahatan. Tapi kalau untuk supaya rambutnya lebih sehat, lebih rapi, tujuannya baik, ya enggak papa. Malah dianjurkan.” Kira-kira begitulah kalimat-kalimat yang diucapkan. Kalau memang begitu, ya semuanya enggak diperbolehkan dong. Pisau itu dibuat untuk keperluan dapur, tapi kalau dipakai untuk membunuh ya emang nggak boleh. Jarum suntik itu berguna jika di tangan dokter yang memakainya untuk menyembuhkan pasien, tapi kalau ditangan anak muda yang digunakan untuk ngobat ya juga jadi nggak baik tujuannya. Sandal juga dipakai untuk keperluan alas kaki, kalau dipakai untuk ngelempar orang ya jelas nggak boleh, bisa digampar nanti. Lha apa bedanya coba dengan Rebonding? Segala sesuatu itu, jika dipergunakan sebagaimana mestinya ya enggak bakal apa-apa, enggak bahaya. Yang bikin semuanya jadi berlebihan kan manusianya sendiri, kok malah ‘obyek’nya yang disalahin. Itu sama dengan begini: yang napsu itu laki-laki kok yang dilarang-larang perempuan! Itu sudah menganggap perempuan sebagai obyek.

Saya hanya berpikir demikian: hidup ini enggak melulu terdiri dari hitam dan putih. Ada kalanya kita berdiri diatas wilayah abu-abu. Yang artinya, kalau menurut saya baik, belum tentu menurutmu baik. Begitu juga sebaliknya. Jadi marilah kita saling menghormati apa yang masing-masing yakini baik adanya. Enggak usah mengurusi moral orang lain. Moral itu urusan pribadi. Moral itu urusan masing-masing individu dengan Yang Di Atas. Juga jangan lupa, jika kita menghakimi, dengan cara yang sama persis seperti itulah kita akan dihakimi? Memang enak?

Thursday, 21 January 2010
11:51 am

6 komentar ajah:

Ika Devita Susanti said...

Huahahaha...ada yang marah..euy... Betul ce. Aku setuju! *sambil siap2 rebonding buat kondangan besok*

jc said...

Ichaaa... hai haiiiii.... Wkakakakakkk... udah rebonding ajahhhh... kan tujuannya baek thoo?

REYGHA's mum said...

Jiah ada yang emosi hihihi...

jc said...

@Reygha's Mum: Ah, kaga emosi kok bu hehehe.. sekedar menyatakan pendapat aja ;))

Linda said...

waw.. mantabh! hidup Kak Jessie ^^! cocok jd anggota dewan kyknya ni kak..hehe.

Bener bgt, sperti juga ada istilah " don't judge a book by it's cover"

Salam kenal ya kak :)

jc said...

Hai, Linda..!!! Thanks for visiting ^^ Wah.. kalo jadi anggota dewan kayaknya... enggak ah.. I want to do some good in this world (dengan kata lain? hehehe)
Salam kenal juga... ;)