Saturday, February 27, 2010

a goodbye

Hari-hari dimana ketika terima sms jantung kayak mau meloncat

Hari-hari dimana meskipun ada sesuatu yang ditunggu tetapi ketika sesuatu itu akhirnya datang juga masih merasa kaget

Hari-hari dimana semuanya serba dadakan

Akhirnya ke Pekalongan juga

To say goodbye to my granny

Granny, thank you so much for every memorable moment with you

We love you

Saturday, 27 February 2010
8:03

PS: I juz remember that today is also the third year after my dad passed away. Love you too, Dad.

Monday, February 22, 2010

the 'hot' award

Pertama-tama... makasiiiiiii banget buat Fanda yang udah kasih award ini ke saya, beneran deh berasa kayak Paris Hilton gitu, meskipun saya masih merasa dia nggak hot-hot amat lah, masih hot-an indomie yang baru keluar dari panci setelah direbus.

Nih awardnya:
Gimana nggak bangga? Awardnya cool gitu.. Hehehehe.. Sekali lagi, makasi ya, Fanda... Fanda juga 'hot' kok! ;)

Monday, 22 February 2010
11:18 am

PS: Eh apa award ini juga harus di-share langsung ya? Kalo iya, maka saya juga kasi award ini ke... Icha, Shanti, Lisa Boed dan Reygha's Mum. Saya kasi juga ke Fanda karena meskipun dia udah dapet orang lain, saya menganggap dia 'hot' juga.. hehehehe. Oiya! Ria & Kristina juga dapet!

Thursday, February 18, 2010

si emak

"It is as grandmothers that our mothers come into the fullness of their grace." - Christopher Morley

Berbahagialah mereka yang punya kakek. Saya enggak punya kakek, hanya punya satu nenek dari pihak mama saya. Dan ternyata punya satu nenek juga sesuatu yang membahagiakan. Dulu saya kepengen sekali punya kakek. Biasanya cucu perempuan bisa cukup dekat dengan kakek kan? Tapi dulu saya juga cukup dekat dengan nenek saya. Dan menurut saya, nenek saya sedikit unik. Saya menemukan bahwa nenek saya unik sejak saya menemukan sebuah kaset Westlife album yang pertama di salah satu rak dekat televisi di rumah saya di kampung halaman. Waktu itu saya sudah kuliah di Surabaya dan sedang pulang liburan. Biasanya kaset-kaset seperti itu justru saya yang beli. Tapi karena saya bukan penggemar Westlife, saya nggak pernah beli album mereka. Lebih unik lagi waktu saya nemuin VCD klip-klipnya Westlife (Swear It Again, Flying Without Wings, I Have A Dream, ingat ga?) di rak yang sama. Kemudian saya tanya adik saya, apa dia yang beli. Kalau betul dia yang beli maka itu juga sesuatu yang baru. Adik saya juga bukan penggemar Westlife. Kemudian saya tanya papi saya, kali beliau membelikan anaknya yang paling cantik ini. Tapi papi saya juga bilang enggak beli. Yang beli kaset berikut VCD itu ternyata NENEK saya. Bujubune... saya langsung ngacir menemui nenek saya (saya manggilnya emak) dan bertanya akan kebenaran yang aneh tersebut. Kira-kira begini bunyi percakapan kami:

Saya: Lho, emak yang beli kaset ama VCD Westlife ini tho?
Emak: Iya. Memangnya kenapa? Nggak boleh?

Saya: (terpana sambil melongo) Memangnya Emak tahu Westlife?

Emak: Ya tahu tho. Lagu-lagune apik-apik (bagus-bagus, Red). Emak paling seneng sama yang paling banyak nyanyi tu lho, sapa n
amane? Saya: Ehm.. Shane?
Emak: Iya itu! Pokoke kalo nyanyi mulute bentuke kotak.

Saya: *Gubrak*

Itu keunikan pertam
a yang baru saya sadari. Tapi berikut-berikutnya saya baru sadar kalo memang emak saya ini unik bin stylish. Beliau rajin ke salon untuk ngebenerin rambut. Udah gitu, jumlah sepatu beliau lebih banyak dari sepatu saya. Terus beliau rajin menyemir rambut. Nyemir sendiri lho, enggak pake semir sepatu tentu saja, tapi pake semir rambut. Pernah nih beliau dibelikan oleh salah satu menantunya semir hitam, tapi rupanya tante saya ini salah baca. Tante saya beliin semir rambut buat emak saya yang hitam kebiruan. Emak saya tahu sih, tapi beliau bilang enggak papa sama-sama hitamnya, padahal kalau dibawah sinar matahari rambutnya jadi semburat ungu. Bah, cucunya aja kalah stylish!

Suatu hari setelah kebaktian di gereja jam 6 pagi (selesai sekitar jam set
engah 8), beliau minta cepat-cepat diantar pulang. Saya bingung, tumben banget nih si emak minta cepat-cepat pulang. Ya saya tanya kenapa kok buru-buru. Jawaban si emak: "Sebentar lagi ada tinju. Mike Tyson yang main. Emak mau lihat!" Cape dee... Terus pernah juga suatu sore saya lagi nonton MTV, pas lagunya "All around the World"nya Oasis lagi diputar. Emak saya lagi-lagi bilang, "Bagus nih lagu. Enak." Saya yang nggak terlalu suka lagu-lagunya Oasis cuma bisa mengedip-ngedipkan mata tanda tak percaya.

Hanya saja, saat ini saya sudah enggak lagi bisa menikmati momen-momen unik dan hangat itu lagi. Mengapa? Sudah beberapa tahun terakhir ini kondisi emak saya menurun. Jika saya bilang menurun, maka itu artinya emak saya udah nggak bisa apa-apa lagi. Untuk bertahan hidup seperti makan, minum, mandi, buang air kecil, buang air besar dan minum obat harus selalu dibantu. Pikunnya semakin menjadi. Jika ditemui beliau jarang bisa mengenali. Atau jika mengenali pun, mulut beliau enggak bisa menyebut namanya. Dan minggu lalu, kondisi beliau semakin menurun. Tidak mau makan, tidak mau minum, hanya tidur saja. Tubuhnya semakin dingin sebelum beliau dilarikan ke rumah sakit. Kabar terakhir yang saya dengar malah katanya kami harus bersiap-siap menunggu 'sesuatu'. Percayalah, 'sesuatu' itu bukan sesuatu yang menyenangkan.

Semoga yang terbaik saja yang terjadi.. ;(

Thursday, 18 February 2010
4:08 pm

PS: Tulisan ini dibuat untuk emak saya yang sedang berbaring tak sadar di rumah sakit ratusan kilometer dari tempat saya sekarang. Setiap momen denganmu selalu unik, Mak, termasuk momen kita bertengkar begitu pulang dari salon karena tukang salonnya salah potong rambut cucumu ini. Maaf ya, Mak...

Wednesday, February 17, 2010

kodrat perempuan

Ada waktu-waktu dimana saya enggak terima akan banyak hal yang seolah-olah membatasi gerak perempuan. Ini belum termasuk yang soal rebonding dan larangan tukang ojek perempuan ya. Dulu saya pernah protes sama papi saya karena alasannya yang enggak banget waktu saya minta sepeda motor dan ditolak, sementara adek saya disetujui. Alasan yang enggak banget itu adalah: "Soalnya kamu cewek." Lah apa hubungannya? Terus, tengok saja iklan-iklan yang sering nongol di televisi. Jika mereka bicara untuk produk dapur, maka peran utama dari iklan tersebut adalah seorang perempuan, atau kebanyakan seorang ibu, baik dengan satu anak maupun dua anak (tidak pernah lebih, mungkin karena mengikuti program pemerintah? ^^). Pernah juga saya membaca artikel-artikel yang barangkali bermaksud untuk bicara tentang emansipasi perempuan, tapi ujung-ujungnya sering mengatakan: jangan lupa kodratmu sebagai perempuan. Ini masih ditambah dengan budaya patrialineal yang seolah-olah memberikan aturan-aturan khusus bagi perempuan yang kemudian diberikan label kodrat. Lebih menyedihkan lagi, ketika membaca artikel-artikel dan forum-forum diskusi yang membicarakan tentang emansipasi perempuan, kebanyakan mereka berpendapat bahwa kodrat perempuan tidak jauh-jauh dari memasak, bersih-bersih rumah, mengurus anak-anak dan melayani suami. Bahkan kadang-kadang ada pendapat yang bikin kening saya berkerut karena mereka menganggap menjadi ibu rumah tangga jauh lebih terhormat daripada wanita karir yang dianggap kurang becus mengurus rumah dan keluarganya. Tell you what, ibu rumah tangga dan wanita karir sama terhormatnya. Saya juga akan mengatakan bahwa menjadi petani sama terhormatnya dengan menjadi dokter atau presiden.

Tapi yang sebenarnya, apa sih kodrat itu? Saya sebenarnya tahu, tapi tidak sadar, bahwa apa yang sudah ngendon di kepala saya, kodrat adalah kewajiban. Padahal itu dua hal yang sangat-sangat berbeda. Kewajiban bicara tentang tugas-tugas yang harus dilakukan, sementara kodrat a
dalah yang sudah ada sejak lahir dan enggak bisa diubah. Maka, jika ditarik dari definisi tersebut, kodrat perempuan hanya ada empat biji, yaitu: menstruasi, hamil, melahirkan dan menyusui. Keempat-empatnya hanya bisa dilakukan oleh perempuan. Jika pembaca sampai pernah mendengar seorang pria hamil, either itu hanya film fiktif saja atau pria hamil itu 'dulunya' juga perempuan. Selama ini yang digembar-gemborkan oleh masyarakat Indonesia (saya tinggal di Indonesia, remember?) justru berlebihan sekali. Makanya tidak heran jika kebanyakan laki-laki Indonesia terkadang merasa malu jika berbelanja sendiri di supermarket, atau menjaga anak di rumah, atau ikutan mengurus rumah (maaf ya buat pembaca laki-laki yang mungkin enggak seperti yang saya sebutin, makanya saya bilang 'kebanyakan'). Saya bangga sekali karena hubby sama sekali tidak keberatan dengan belanja sendiri di supermarket (dia bilang malah bisa lebih hemat ^^), dia tidak malu menjaga anak kami di rumah (saya pernah meninggalkan hubby dan anak selama empat hari tanpa pembantu) dan juga membantu saya bersih-bersih pada waktu-waktu kami tidak menggunakan jasa pembantu. Ia bahkan kadang-kadang memasak untuk kami (hubby lebih pinter masak daripada saya hehehe).

Saya setuju kalau mungkin emansipasi perempuan sering disalahartikan oleh para perempuan Indonesia. Emansipasi bicara tentang hak, bukan tentang kodrat. Ibu RA Kartini (yang harum baunya, eh namanya) itu bukan bicara tentang kodrat, ia berusaha keluar dari aturan-aturan yang pada waktu itu terlalu membatasi hak-hak perempuan untuk maju dan berkembang. Hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak, hak untuk membuat keputusan, hak untuk memilih. Itu semua sah-sah saja, karena pada beberapa aspek, laki-laki lebih diprioritaskan ketimbang perempuan. Paling tidak, menerima pegawai laki-laki, perusahaan tidak perlu repot-repot memikirkan hak untuk cuti hamil dan melahirkan. Belum lagi saya pernah mendengar ada seorang perempuan yang melayangkan protesnya pada perusahaan dimana dia bekerja lewat sebuah radio. Dia bilang pegawai perempuan di perusahaan itu tidak mendapatkan hak libur menstruasi. Uhm, hello.. gimana perempuan mau maju kalau lagi dapet aja minta libur? Gimana perempuan enggak terus dipandang sebelah mata kalau melulu minta privilege ini dan itu atas nama 'perempuan'?

Sebenarnya kalau dipikir-pikir perempuan itu jauh lebih kuat ketimbang laki-laki. Saya bukannya meremehkan laki-laki, karena saya tidak bicara tentang tenaga yang notabene laki-laki lebih bisa mengangkat lemari ketimbang perempuan kurus seperti saya. Saya bicara soal mental. Pada sebuah statistik di Cina, dikatakan bahwa sebanyak kira-kira 80% perempuan tidak akan menikah lagi jika ditinggal mati oleh suaminya dan sebanyak kira-kira 90% pria akan menikah lagi jika ditinggal mati oleh istrinya. Saya tidak tahu bagaimana cara pengambilan samplingnya tapi barangkali memang begitu adanya. Paling tidak, perempuan sudah biasa menahan sakit. Ingat, kodrat perempuan adalah menstruasi (saya selalu migrain berat kalau lagi mau dapet, teman saya malah ada yang nggak bisa bangun dari tempat tidur), hamil (sembilan bulan membawa-bawa 'barang' di perut itu butuh kekuatan tersendiri, itu belum tubuh yang harus menyesuaikan dengan kehadiran si kecil), melahirkan (entah itu melahirkan normal maupun cesar, semua punya kesakitan masing-masing), dan menyusui (bisa dibayangkan jika si bayi tumbuh gigi dan masih menyusui?).

Semuanya ini mengingatkan saya pada sebuah lelucon. Begini bunyinya.

Suatu hari Adam bertanya pada Tuhan. "Tuhan, mengapa kau ciptakan seorang perempuan itu begitu cantik sekaligus bodoh?" Kemudian Tuhan menjawab, "Aku menciptakan perempuan begitu cantik, supaya kamu mau dengan dia." Adam kembali berkilah, "Tapi mengapa Kau ciptakan dia begitu bodoh juga, Tuhan?" Tuhan tersenyum dan menjawab, "Memang dia Kuciptakan sedikit bodoh, supaya dia mau sama kamu."

Gubrak.

Intinya sih, perempuan (baik sebagai anak, istri, ibu, nenek) punya hak dan kewajiban masing-masing. Itu yang harus dilakukan. Sementara kodrat tidak bisa dihindari, dan oleh karena itu perempuan memiliki tempat khusus tersendiri di hati laki-laki dan di hati Tuhan.

Wednesday, 17 February 2010
4:02 pm

PS: Foto seorang laki-laki yang hamil itu diambil dari sini

Thursday, February 11, 2010

my favorite things

Dulu saya tergila-gila dengan film Sound of Music. Entah sudah berapa kali saya putar sejak saya pertama kali nonton. Kadang-kadang saya membayangkan seandainya saya jadi si Maria-nya (tapi ogah ah, masa baru kawin aja anaknya udah 7!). Tapi lebih sering saya ngebayangin jadi si Liesl sih karena terpesona menonton adegan dia menari-nari di gazebo bareng Rolfe tukang pos sambil nyanyi "I am sixteen going on seventeen, I know that I'm naive.." Ya maklum waktu itu saya nonton memang lagi remaja gitu.. jadi kan enggak salah kalau saya ngebayangin jadi Liesl? Adegan lain yang saya sukai adalah adegan di kamarnya Maria pada waktu hujan petir bersama anak-anak Von Trapp - waktu mereka nyanyi The Favorite Things. Pada saat itu sih saya bingung kok favoritnya aneh-aneh semua, kayak tetesan air hujan pada bunga mawar, kumis anak kucing (Raindrops on roses and whiskers on kittens) atau kotak cokelat yang diikat oleh tali (Brown paper packages tied up with strings) atau butiran salju yang jatuh diatas hidungku dan bulu mataku (Snowflakes that stay on my nose and eyelashes).

Kemudian saya mencoba mengingat-ingat apa-apa saja sih yang menjadi favorit things saya. Dan ternyata jadi seperti ini daftarnya:

1. Bau kopi dalam ruangan tertutup.
Entah kenapa saya suka sekali dengan bau kopi. Rasanya seperti bisa mengirimkan energi tersendiri gitu lho *iya saya tahu ini alasan aja soalnya saya memang doyan ngopi*. Makanya dulu waktu saya married temanya ya berbau kopi dan berwarna cokelat krim. Sebenarnya saya juga pengen ruangan resepsinya bau seperti di Starbucks itu, tapi susah bikinnya. Harus belanja biji kopi banyak-banyak kayaknya..

2. Bau rumput yang habis dipotong dan kena air hujan.
Saya baru sadar hal ini pada waktu beberapa hari yang lalu datang ke kantor yang halaman rumputnya baru dipotong dan kena air hujan. Harummmm sekali baunya. Jauh lebih harum daripada bau kentut orang yang habis makan jengkol.

3. Bunyi air hujan.
Apalagi kalau saya sudah di rumah. Bukan, bukan yang tik tik tik bunyi hujan di atas genting... Ehm, tapi sebenarnya saya suka hujan. Saya selalu kepengen lari keluar rumah atau keluar kantor kalau lagi hujan, tapi memang kehidupan orang dewasa itu tidak pernah terlalu menarik. Lebih sering enggak jadinya karena bakal dianggap orang edan. Tetangga-tetangga pasti pada keluar dan sibuk nengking saya, begitu juga teman-teman kantor bakal pingsan kebingungan karena saya lari ke lapangan hijau di depan ruangan saya pada waktu hujan. Tapi saya suka hujan. Makanya saya enggak pernah bawa jas hujan meskipun naik motor. Badan yang basah karena kehujanan rasanya cukup nikmat untuk dirasakan. *Pantes batuk saya enggak sembuh-sembuh*

4. Tawa teman-teman saya.
Enggak ada yang lebih bikin saya seneng mendengar teman-teman saya mendengarkan saya bicara dan kemudian mereka tertawa. Iya, saya ngaku, sebenernya dulu saya enggak kepengen jadi bintang film atau penyanyi, tapi lebih pengen jadi badut atau pelawak dan masuk dalam grup srimulat. Sekarang aja kalau pas nonton Extravaganza saya merasa kepengen gabung sama mereka (alasan aja, yang sebenernya saya kepengen ketemu Omesh).

5. Roti cokelat buatan sendiri.
Kalau pagi saya suka bikin roti cokelat. Roti ini saya pakai untuk melengkapi menu sarapan saya yang lain yaitu: kopi. Caranya mudah sekali. Tunggu tukang roti yang biasa lewat di depan rumah, karena biasanya mereka bawa roti-roti baru. Tapi kalau tukang roti enggak lewat-lewat sementara perut udah nagih atau jam dinding pun tertawa, eh salah, maksud saya jam dinding menunjukkan kalau sudah waktunya berangkat kerja maka terpaksa saya meluncur sejenak ke minimarket terdekat untuk beli roti dengan menanggung resiko roti itu tidak terlalu baru alias roti kemaren. Kalau roti sudah di tangan, saya biasanya ambil dua lembar, saya olesi mentega (menurut saya, palmboom lebih oke daripada blueband) dan saya taburi meses ceres cokelat original (ingat, yg original, bukan yang susu, rasanya lain!). Setelah itu... makan time! Enggak ada yang lebih nikmat selain roti buatan sendiri, menteganya pas, mesesnya pas, enggak pake panggang-panggangan!

6. Boneka ika
n pari hitam saya.
Boneka ini dibelikan oleh ex-boyfriend saya yang sekarang menyandang status sebagai hubby saya. Saya
masukkan boneka ini dalam daftar ini karena boneka ini mengingatkan saya bahwa saya punya kekasih yang ajaib. Dimana kekasih-kekasih yang lain lebih repot membelikan pacar-pacar mereka boneka Teddy Bear yang manis atau boneka anjing-anjingan yang lucu atau Winnie the Pooh yang kuning nan montok, dia malah membelikan saya boneka pari hitam. Enggak ada manis-manisnya sama sekali. Tapi boneka itu juga lah yang meyakinkan saya bahwa memang saya lebih suka dapat hadiah yang ajaib daripada hadiah yang biasa-biasa aja. Ini mengingatkan saya untuk bilang terima kasih juga buat cicik ipar saya (hai, cicik!!) atas kado ultahnya yang bikin saya membelalakkan mata karena tidak ada sekalipun dalam pikiran saya bakal membeli gaun seperti itu. (jangan pada penasaran!)

7. Lelucon papi saya.
Papi saya adalah salah satu orang paling konyol yang saya kenal. Di samping kebiasaan-kebiasaan buruknya yang saya benci (seperti: menumbuhkan kumis tebal, membatalkan janji mendadak dan meneror saya dengan pertanyaan kalau saya dapat telepon dari teman laki-laki). Salah satu lelucon yang papi saya buatkan untuk saya yang paling saya ingat adalah begini. Waktu itu saya pergi berdua ke pantai pagi-pagi sekali. Rasanya saya masih SD, entah kelas dua atau kelas tiga. Baru saja sampai di pantai, saya bilang ke papi saya: "Pi, yesi kebelet eek." Papi saya enggak lantas heboh, dia malah mencari-cari sesuatu diatas pasir, kemudian tangannya mengambil sesuatu itu terus ditaruh ke telapak tangan saya. Sebuah batu kecil. Saya jadi bingung. Otak anak kecil saya berpikir, papi aneh nih, orang kebelet eek malah dikasi batu. Papi saya bilang: "Kamu pegang batu itu sampai kita pulang ke rumah." Alhasil, sampai di rumah papi saya tanya: "Sudah sana eek." Malah saya yang sudah lupa kalau kebelet. Waktu sudah besar, saya jadi tahu kalau papi saya kasi saya batu bukan buat cebok atau bikin wc di tempat, tapi untuk membuat saya berpikir dan lupa kalau saya kebelet eek. Hmm.. saya jadi kangen papi saya nih (fyi, papi saya sudah meninggal tiga tahun yang lalu).

8. my little dude's smile.
Banyak yang bilang anak saya
kalau senyum mirip banget sama saya. Ah, bilang aja senyum saya manis, kok repot amat bilang anak saya kalau senyum mirip sama saya segala. Tapi memang enggak ada yang ngalahin senyum anak saya di mata saya. Kalau dia lagi nyebelin, lagi bikin ulah, lagi menuntut perhatian sepenuhnya dari saya padahal saya bener-bener kebelet pipis, kemudian dia tersenyum, hati saya leleh (lu kata es batu?). Saya khawatir nanti kalau sudah besar dia bisa menyogok saya kalau tahu tentang hal ini. Misalnya: "Mom, minta mobil dong." Terus saya jawab: "Enggak bisa! Kamu umur tujuh belas tahun aja masih lima tahun lagi masa sekarang udah minta mobil?" Terus dia senyum, kemudian saya ngomong: "Baiklah, nak, kamu mau minta yang apa? Nokia atau Blackberry?" *loh?*

Setelah saya baca-baca ulang, kok ya ternyata yang jadi favorit saya aneh-aneh juga ya, berarti saya normal dong? Enggak aneh? Tapi saya setuju dengan lagunya Julie Andrews yang My Favorite Things itu:
When the dog bites, when the bee stings, when I'm feeling sad, I simply remember my favorite things, and then I don't feel so bad.

Cheer up, Everybody. God loves you! Plusss... BESOK HARI VALENTINE DAN IMLEK-AN booo... Dengan ini saya mengucapkan: Met merayakan hari valentine yaaa... Ingat Valentine enggak cuma buat pasangan-pasangan kekasih aja, Valentine juga buat keluarga dan teman-teman! Met merayakan Tahun Baru Cina juga (buat yang merayakan), jangan lupa angpao buat saya... ;)

Saturday, 13 February 2010
4:52 pm

Wednesday, February 10, 2010

dunia versus

"I don't know the key to success, but the key to failure is trying to please everybody."
~Bill Cosby
~

Pada beberapa kali percakapan dan obrolan penting maupun tak penting, ada teman-teman dan keluarga yang ternyata mampir di blog ini tanpa saya tahu. Hari ini, saya baru tahu kalau om saya kadang-kadang suka baca blog saya ini. Beliau saya tanya, kalau memang kadang-kadang mengunjungi blog ini kenapa nggak pernah drop some comments sih? Jawaban beliau enggak saya duga sama sekali. Jawabannya gini: jangan dan belum waktunya. Ya jelas saya tanya balik dong: kenapa om kenapaaaaa???? apa om pemalu??? apa om takut eksis??? (sambil guncang-guncang bahu dan nangis bombay). Enggak ding, yang terakhir saya karang sendiri kalau-kalau nanti ada yang berminat bikin autobiografi saya dalam bentuk komik *lho?*. Saya tanya kenapanya masih biasa-biasa aja kok. Jawaban selanjutnya lebih nggak diduga lagi: nggak papa, supaya produktif. He? Maksudnya? Ada yang tahu maksudnya? Adaaaa??? Adaaaa??? Stop.

Percakapan nan absurd di dunia maya itu (saya dan om pake ym) mengingatkan saya pada seorang teman yang pernah mengkritik salah satu postingan saya secara anonymous (yups, akhirnya dia ngaku dan menurut saya, pengakuan macam itu butuh keberanian yang besar dan saya salut sama dia). Dia bilang, dia takut kalau kritiknya bisa bikin saya berhenti menulis. Istilah kerennya, dia takut saya mutung (tanpa kasarung) kemudian mendelete blog saya kemudian saya terjun dari gedung tingkat tinggi karena ngikuti trend bunuh diri. Not.

Lalu saya bilang sama dia,
jangan khawatir, bro, it would take more than that to stop me writing, istilah lainnya: bunuh saya dulu baru saya berhenti menulis! Pada waktu pertama kali bikin blog, saya bikin untuk diri saya sendiri. Untuk menuang segala apa yang ada dalam pikiran saya. Enggak mikir grammatical error, enggak mikir apa kata orang, enggak mikir dibaca atau nggak, pokoknya asal nulis aja. Biar aneh juga, pokoknya nulis *ih maksa deh*. Lama-lama ketika blog ini mulai go public *ceilah* saya mulai menyadari bahwa ada hal-hal tertentu yang enggak bisa ikutan go public. Misalnya tentang masalah keluarga, atau masalah pribadi dengan pasangan (masa saya curi-curi pandang ke cowok lain saya tulis disini? ketahuan hubby gimana?? hehehe). Tapi ada satu hal yang bikin saya sadar, apapun yang saya tulis disini, di blog ini, jika sudah mendarat di dunia maya tanpa batas ini, segala resiko harus diterima. Pujian dan kritik pun harus diterima dua-duanya. Itu resiko punya blog yang bisa diakses manapun. Jadi kalau saya cuma mau menerima bagus lho blognya atau keren nih blog atau menarik banget tulisanmu itu saya nggak fair. Saya juga harus menerima komentar-komentar macam saya nggak setuju dengan apa yg kamu tulis atau atau menurut saya tulisan kamu terlalu obyektif atau blog kamu ini rubbish! atau tulisan kamu sama freak-nya sama kamu, itu saya harus terima. Saya juga enggak bisa tanya kenapa, karena tiap kali dapet pujian saya juga enggak tanya kenapa. Ini sama dengan perkara berkat vs musibah. Kenapa tiap kali terima berkat saya nggak pernah protes ke Tuhan, tapi tiap kali ada musibah, saya protes! Itu kan aneh!

Pernah dalam satu kurun waktu hidup saya terbengkalai. Sepertinya ada yang menyeret kesana dan kesini tapi saya malah jadi depresi. Intinya adalah saya berusaha membuat senang semua orang. Orang ngomong apa saya pikirin, komentar apa saya turutin, dan ternyata itu bikin saya frustasi, karena saya melakukan apa yang orang lain bilang, bukan apa yang bener-bener pengen saya lakukan. Makanya pekerjaan paling berat di dunia ini bukan angkat besi apalagi angkat traktor, tapi bikin semua orang yang kita kenal itu senang hatinya. Hati senang atau enggak itu bukan dari faktor eksternal, tapi sembilan puluh persen merupakan faktor internal. Orang boleh bikin kesel, bikin capek hati, tapi yang mutusin untuk terus-terusan bete dan mengeluh siapa? Tentu diri sendiri kan?

Jadi intinya apa sih saya ngomong ngalor-ngidul (ngalor ngidul itu bahasa indonesianya apa ya? hehehehe) ini? Intinya barangkali, dalam hidup ini enggak selalu yang enak aja yang bakal diterima, kalau kita mau terima yang enak-enak aja dan enggak pengen terima yang enggak enak, percayalah, semakin rendah harga dan apresiasi yang diberikan untuk sesuatu yang enak-enak itu. Dan semakin tidak istimewa rupanya.


Lagipula, coba bayangkan jika semua manusia di dunia ini punya pemikiran yang sama, pendapat yang enggak beda dan ide-ide yang kembar, betapa membosankan bukan main dunia ini!

Wednesday, 10 February 2010
4:09 pm

Saturday, February 06, 2010

rasa takut

The most terrifying thing when you're alone is when you realize that you are not.

Beberapa hari terakhir ini saya mendengar berita tentang kesurupan. Tahu kesurupan? Yang jelas nggak ada hubungannya dengan mbah Surip. Eh, itu surip ya, bukan surup. Konon katanya kesurupan itu berarti kemasukan roh orang mati atau arwah-arwah gentayangan. Katanya lho ya. Saya belom pernah lihat secara langsung sih, dan saya enggak berharap untuk lihat kok. Nah, yang kesurupan ini kebanyakan ground staff alias orang-orang seperti Cleaning Service. Katanya sih, karena ada pembangunan kanopi, terus ada pohon yang ditebang. Hantu-hantu atau arwah-arwah yang 'menghuni' pohon itu pada kelabakan cari rumah baru tapi enggak nemu-nemu, makanya mereka gangguin orang-orang yang kebetulan berseliweran di tempat-tempat mereka nongkrong sekarang. Uhm, yang terakhir itu tambahan saya sendiri, jadi baru hipotesa saja, belum teruji kebenarannya, dan saya tidak berniat untuk mencari tahu.

Saya bukan orang yang dikasi kemampuan untuk merasakan dan melihat roh-roh itu, istilah kerennya mungkin sixth sense ya. Ah, saya enggak minta. Amit-a
mit deh punya kemampuan seperti itu, bisa stress saya, rambut berdiri semua, kemana-mana enggak mau sendirian, terus yang lebih aneh lagi bisa-bisa entar saya lihat di lift isinya banyak orang tapi orang lain lihat cuma satu orang, hiiiyyy.. Enggak deh, makasih. Dan saya lebih suka menggunakan kombinasi antara logika dan iman. Misalnya tiba-tiba ada pintu yang tahu-tahu tertutup sendiri, maka saya nggak akan membayangkan yang tidak-tidak, seperti ditiup kuntilanak atau ada tuyul main petak umpet dan sembunyi di belakang pintu saya, tentu saja tidak! Saya biasanya akan berpikir, ah emang pintunya udah tua sih, jadi kena angin dikit aja tertutup. Itu membantu saya untuk tetap tenang dan enggak gila karena paranoid atas sesuatu yang enggak kelihatan dan belum pasti.

Kalau diperhatikan dengan baik, seberapa banyak sih tayangan-tayangan (
baik di layar kaca alias tipi maupun layar perak alias bioskop) tentang hantu dan kawan-kawan? Kayaknya kok enggak terhitung ya? Perkara kayak begini ini bisa dibilang paradoks. Orang-orang kalau ditanya: takut nggak ketemu hantu? maka jawabannya lebih sering: takut, tapi yang nonton film-film hantu itu juga enggak sedikit tuh. Yang bikin saya penasaran, kenapa ya rupa-rupa hantu itu tipikal? Biasanya perempuan pakai baju putih rambut panjang nutupin muka, jalannya sambil nunduk, dan... ketawa hihihihihi (hantu Indonesia suka sekali ketawa, entah apa yang diketawain). Itu kalau hantu perempuan. Kalau hantu laki-laki biasanya berkisar antara tuyul (yang suka lari-lari dan cengingisan) dan genderuwo (yang kalau dilihat orang bisa langsung pingsan atau lari saking jeleknya). Tapi lebih sering yang saya lihat itu hantu perempuan lebih populer dan lebih mengerikan daripada hantu laki-laki (apalagi hantu laki-laki dari Cina yang suka lompat-lompat itu). Nah, karena rupa-rupa hantu yang tipikal itu yang menyebabkan pikiran mengirimkan pesan pada kaki untuk lari kalau bener-bener ketemu yang serupa di pinggir jalan atas nama rasa takut yang mencekam.

Rasa takut. Itu penyebabnya. Padahal siapa sih yang bilang bahwa peremp
uan dengan baju putih dan rambut panjang hitam menjuntai, jalan sambil nunduk dan ketawa hihihihi itu menakutkan? Jawabannya barangkali karena apa yang dilihat, ditonton, diinformasikan oleh media dan orang-orang sekitar mengatakan bahwa hal-hal seperti itu menakutkan. Maka pikiran otomatis menganggap itu menakutkan dan harus lari atau mati (hah? mati? kayak perang aja). Seandainya media-media atau tontonan-tontonan enggak menunjukkan bahwa itu horror atau menakutkan, barangkali sampai sekarang hantu-hantu itu nggak akan jadi selebritis yang dihindari. Selebritis? Iyalah selebritis, wong sering muncul di tipi dan bioskop gitu loh..

Tapi barangkali ada yang lebih tepat. Kalau buat saya sendiri, kutipan yang saya cantumkan di atas itu yang paling mewakili perasaan saya saat saya lagi sendirian, tak ada yang menemani kemudian tiba-tiba timbul perasaan tak
enak. Rasa dimana kesendirian terusik karena sesuatu yang belum diketahui. Betul kan? Ngapain takut untuk sesuatu yang belum diketahui dan belum pasti? Itu sih salah satu contoh mendahului nasib. Jadi sebenarnya yang ditakutkan itu bukan hantu-hantunya, tapi kesendirian yang terusik itu tadi. Plus.. karena hantu enggak bisa dilawan dengan tangan kosong, dengan pisau, dengan pistol, dengan senapan, dengan bom, dengan granat atau dengan pedang (sepertinya saya terlalu banyak nonton film perang). Hantu kan sudah mati, plis deh.. Kalau sudah begitu lebih baik punya alat yang seperti di film Ghostbuster, hantunya disedot terus dimatiin (kayak lampu dong?).

Saya ngomong gini bukan karena saya pemberani lho. Kalau sendirian di kantor setelah tiba-tiba dapat berita ada orang kesurupan, gimana coba perasaan kalian? Ya pengen cepet-cepet pulang kan? Saya belum punya alat yang seperti di film Ghostbuster itu soalnya. Hehehe.. tapi saya punya senjata yang mempan kok, yang bikin saya barangkali nggak terlalu keder memikirkan kemungkinan bertemu selebritis-selebritis yang dihindari itu. Ada Dia yang diatas yang
melindungi saya. Sudah cukup.

Saturday, 6 February 2010
1:53 pm

PS: Bayangkan juga kalau selebritis-selebritis itu punya facebook.. kayak begini nih.. ;)

Thursday, February 04, 2010

buku-buku dunia khayal saya

Pada suatu malam (bukan 'ku sendiri, tiada yang menemani', itu mah lagu), waktu saya lagi asyik baca The High Lord - Book 3 of The Black Magician Trilogy, hubby ngomong gini.

Hubby: Lho, kok sudah buku ketiga? Rasanya kapan hari baru buku pertama deh.
Saya: (dengan ekspresi cape deee) Hah? Yang buku kedua sudah selesai takbaca yo.

Hubby: Kok bisa sih kamu baca 2 buku setebal itu dalam waktu dua minggu?
Saya: Lah.. ba
gus ceritanya ini. Seru. Yang buku kedua kemarin cepet-cepet kukembalikan supaya bisa pinjam buku ketiga kok.
Hubby: Enak ya bisa seneng baca buku itu. Aku baca komik wae nggak lama terus tidur. (ceritanya curcol nihhh)

Habis ngomongin ini, saya sempet mikir. Saya bener-bener enggak bisa bayangin orang yang nggak suka baca itu gimana. Tapi enggak usah jauh-jauh nyari, ternyata hubby enggak suka baca. Dia berusaha untuk suka, tapi karena dari kecil dia sendiri enggak terbiasa membaca, itu kebawa sampe sekarang. Mungkin lebih tepat membaca itu memang minat atau hobby yah. Ini sama saja dengan seseorang yang jago maen piano dan suka banget sama musik enggak bisa bayangin orang-orang yang nggak bisa maen piano d
an nggak ngerti musik. Jadi intinya, kita mungkin enggak akan pernah bisa maksa orang untuk berminat atau tertarik pada sesuatu.

Dari kecil saya suka buku. Correction: saya suka buku tapi buku fiksi, jadi buku yang
enggak nyata ceritanya. Buku-buku non fiksi yang saya baca ya textbook semasa kuliah sebelum penjurusan. Setelah penjurusan, textbook saya justru novel-novel, puisi-puisi dan drama. Juz info, saya dari sastra inggris dan penjurusan yang saya ambil itu literature, bukan linguistic (saya putus asa sekali dengan bidang ini, IP saya sempat jeblok gara-gara mata kuliah wajib yang linguistic ini - curcol lagi deh..). Dulu saya suka sekali baca buku Lima Sekawan. Tokoh favorit saya tentu saja Georgina Kirrin alias George Kirrin, putri seorang ilmuwan (Quentin Kirrin) yang cerdas dan suka memotong rambutnya pendek-pendek supaya disangka laki-laki.

Selain buku Lima Sekawan, saya juga suka baca buku Little Women-nya Louissa May Alcott. Dan tokoh favorit dalam buku itu tentu saja si Jo. Anak perempuan tomboy yang enggak becus pakai rok, suka permainan-permainan yang membutuhkan energi, bisa berteman dengan siapa saja, agak ceroboh dan bermimpi untuk menjadi seorang penulis.

Buku ketiga yang dulu paling sering juga saya baca adalah buku-bukunya Laura Ingalls Wilder. Entah sudah berapa kali saya baca. Saya suka dengan tulisan perjalanan keluarga Ingalls. Dari tinggal di hutan, sampai tinggal di kota kecil dan bertemu dengan suaminya yang bernama Almanzo (cool name, i love it!). Dari keempat bersaudara perempuan itu, tentu saja saya paling suka dengan Laura yang kadang-kadang enggak nurut sama orang tuanya, selalu kepengen tahu terhadap sesuatu, dan bisa marah juga ngebales kalau diperlakukan tidak adil. "Setengah pint" adalah julukan Pa Ingalls pada Laura (dulu saya juga kepengen dipanggil "setengah pint" sama papi saya, tapi malah dibilang aneh karena kepanjangan). Beda dengan kakaknya si Mary yang lemah lembut, selalu taat pada orang tua, cantik dan bermata biru. Dan membaca bukunya Laura Ingalls ini bikin saya kepengen melakukan perjalanan juga dengan gerobak (gerobak? maksud saya yang kayak di gambar itu lho) dan kuda, kemudian punya rumah di padang rumput sehingga bisa main-main di sungai. Kenyataannya rumah saya di Pekalongan malah di tengah kota, dekat dengan pasar dan kali Loji yang kali-nya cokelat banget (percayalah, cokelatnya sama sekali tidak menggugah selera) sehingga tidak memungkinkan saya untuk bermain-main disitu.

Kesukaan saya dengan buku fiksi pernah ditanyakan oleh parttimer kantor saya si Rikes. Dia tanya kenapa saya lebih suka buku fiksi daripada buku non-fiksi yang lebih menjabarkan sebuah realita dan kenyataan yang ada di dunia ini. Saya sempat membela diri, karena itu berarti dia menuduh saya orang yang enggak hidup di dunia ini dan maunya yang enggak nyata-enggak nyata saja (sorry, kalau duit, tentu saja saya mau yang nyata, nggak ada yang mau terima duit nggak nyata soalnya). Kemudian setelah itu saya berpikir, saya enggak peduli deh, memang saya suka dengan buku fiksi. Hei, just info lagi, bukunya Laura Ingalls itu kisah nyata lho! Dan saya suka sekali. Tapi sebagian besar buku yang saya baca memang buku dunia khayal. Makanya saya tergila-gila dengan Harry Potter, Eragon dan The Black Magician. Buat saya, dunia khayalan lebih indah, lebih aneh, lebih absurd dan lebih tak terbatas dibanding dunia yang saya tinggali sekarang.

Saya senang saya bisa doyan membaca buku karena itu berarti jika saya sudah sumpek dengan dunia nyata, saya bisa lari sejenak ke dunia khayalan. Bagi banyak orang, buku boleh merupakan jendela dunia, tapi buat saya, buku adalah pintu kemana saja - pintu ke tempat-tempat yang ingin saya kunjungi biarpun hanya melalui benak.

Thursday, 4 February 2010
3:29 pm

PS: Tapi anehnya kok sampai sekarang saya belum pernah berhasil baca Alkitab sampai habis ya? Huhuhuhuhu... T_T (maaf saya kecilin ukuran font-nya, saya malu soalnya)

Wednesday, February 03, 2010

ask me?

Tadi mampir ke sebuah blog dan menemukan web ini. Iseng-iseng aja sih. Kayaknya ini web sebenarnya lebih cocok untuk selebritis-selebritis Indonesia, karena gunanya untuk bertanya *apaan sih saya nih, kaga jelas banget*. Misalnya begini nih:

What is your bad habit? >> Apa kelinci jelekmu? Eh salah, apa kebiasaan burukmu? atau When will you have second child? >> Tolong jangan tanyakan ini, eh salah, kapan anak kedua?

Seperti itu deh! Kalau ada lho ya.. kalau nggak ada juga nggak papa. Namanya juga iseng.. hehehehe.

Jadi kalau mau tanya-tanya sesuatu tentang saya, jangan ngomong di belakang, langsung aja tanya saya di sini. Saya jamin, enggak akan saya jotos kok *kecuali kalau pertanyaannya mulai aneh-aneh dan mengganggu kayak: berapa jumlah rambut di kepalamu? itu namanya bikin stres*.

Wednesday, 3 February 2010
4:21 pm